KTP

MARAKNYA  issu atau berita-berita hoax kini kian merebak di masyarakat. Berbagai jenis informasi dan berita saat ini sangat mudah diakses oleh masyarakat umum, hal itu karena di dukung oleh ketersedianya sarana media yang semakin canggih. Social media menjadi rujukan utama sebuah informasi. Banyak sekali berita dan informasi yang bisa di dapat dari social media, baik berita dalam negeri maupun luar negri. Issu politik menjadi headline paling menarik dan hangat untuk diperbincangkan masyarakat, terlebih masyarakat Indonesia. Kerap kali situasi ekonomi dan politik inilah yang dijadikan sasaran media untuk mempublikasi berbagai berita baik itu berita benar ataupun bohong (hoax). Tentu penyebaran berita dan informasi-informasi yang beredar sedikit banyak mempengaruhi opini serta sikap masyarakat baik itu tipe masyarakat yang responsive, pragmatis bahkan yang cuek sekalipun terhadap berita atau issu-issu yang sedang menggambarkan kondisi dalam negri.

Pemerintah melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto berencana membentuk Badan Siber Nasional (Basinas) untuk memberantas kejahatan dunia maya. Kebijakan tersebut dianggap tidak tepat untuk memberantas isu liar di dunia maya. Menurut pengamat multimedia Heru Sutadi, pemerintah harus memisahkan peran Basinas dengan pemberantasan isu hoax. Sebaiknya Basinas cukup fokus terhadap revolusi digital untuk perlindungan ekonomi digital, terutama transaksi keuangan. “Saya pikir harus dipisahkan antara isu hoax dan peran BCN (Badan Cyber Nasional). Terlalu kecil jika masalah hoax menjadi tugas BCN. BCN harus mendapat tugas menyukseskan revolusi ekonomi digital, seperti perlindungan terhadap e-commerce, e-government, serta inklusi keuangan digital,” kata Heru saat berbicang dengan detikcom, Kamis (5/1/2017) malam. “Janganlah BCN disuruh mematai-matai apa yang menjadi percakapan di dunia maya atau bahkan memasuki informasi pengguna internet,” lanjutnya.

Pemerintah memang berkewajiban membuat regulasi yang jelas tentang penyebaran informasi di masyarakat. Misal, tidak boleh menyebar berita bohong, palsu, fitnah dan pemikiran/ide yg bertentangan dengan keyakinan pokok agama. Di saat yg sama pemerintah harus meningkatkan kemampuan publik untuk bermedia/literasi media yakni memahami untuk kepentingan apa saja media digunakan. Fungsi media untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas dan peduli harus difahami oleh semua lapisan masyarakat, terlebih praktisi media (jurnalis, pemilik media). Bila ada pelanggaran dari ketentuan aturan yang ada, maka sanksi akan diberlakukan untuk semua pelanggar baik pengguna media sosial maupun praktisi media professional. Gerakan Berantas Hoax saat ini semestinya dibarengi peran besar pemerintah menjelaskan mana yang benar-salah, selain skill teknis menyeleksi informasi yg layak disebarluaskan dan tidak. Faktanya masyarakat kapitalis justru tidak memiliki standar benar salah.  pemikiran yang merusak justru disebarluaskan secara sistemik melalui beragam mekanisme (kebijakan, pendidikan, sejarah, media resmi pemerintah). Akibatnya banyak ambiguitas dalam menilai mana informasi yg layak sebar atau sebaliknya.  Dalam hal ini, negara berperan untuk mengawal media serta wajib menyeleksi dan menyebarkan informasi yang benar untuk mengedukasi masyarakat, dan juga melindungi masyarkat dari kerusakan informasi.

RIZKI FIRMANANDA