Bendesa Adat Berawa Kena OTT, Momentum Desa Pakraman di Bali untuk Berbenah
Denpasar, (Metrobali.com)-
Dibalik Bendesa Adat Berawa kena OTT, kini saatnya Momentum yang tepat bagi seluruh Desa Pakraman di Bali untuk Berbenah.
Menurut pendiri dan sekretaris LSM Kuturan Dharma Budaya, Gde Sudibya Jumat tadi pagi, ada beberapa catatan kritis – reflektif terkait kasus OTT Bendesa Adat Berawa.
Dikatakan, dibalik kasis OTT tersebut, timbul pertanyaan: apa kewenangan Desa Adat atau Desa Pakraman sehingga Bendesa Adat bisa “cawe-cawe”dalam pengurusan izin investasi?
Menurutnya, dari kasus ini, bisa timbul pertanyaan lain, tentang tumpang tindih pengaturan dan kewenangan antara Desa Pakraman dengan Desa Dinas di lapangan.
“Gubernur bersama DPRD Bali semestinya melakukan pengaturan lebih tegas dengan pembagian kewenangan di antara ke duanya, sehingga tidak timbul konflik kepentingan di bawah, yang membuat ketidakpastian investasi dan atau biaya pengurusan investasi menjadi lebih mahal,” kata Gde Sudibya.
Menurutnya, sudah waktunya Perda nomor empat garing, dua ribu, sembilan belas tentang Desa Adat ditinjau kembali, dengan sejumlah alasan.
Memberikan kedudukan hukum yang sama antara: Bendesa, Pekaseh dan Bendega, karena peran mereka merupakan satu kesatuan terintegrasi dalam menjaga, merawat dan merevitalisasi lembaga-lembaga kebudayaan Bali tersebut.
Fungsi Majelis Desa Adat sudah semestinya diluruskan, tidak mengintervensi otonomi yang dimiliki oleh Desa Adat yang diamanatkan oleh konstitusi.
Politisasi Desa Adat harus dihentikan, dalam tanda kutip politicking terhadap lembaga ini mesti diakhiri, untuk meminimalkan “limbah sosial” terhadap lembaga ini.
Seperti, komersialisasi, prilaku sarat pamrih dan potensi pengepingan sosial di akar rumput.
Menurutnya, bagi setiap prajuru Adat semestinya memegang teguh etika -“manggeh ring sesana”-, secara kesatria mengundurkan diri sebagai prajuru, jika punya niatan terjun kedunia politik praktis. Bukan menggunakan Desa Adat sebagai “tunggangan” politik.
“Mari Kita jaga bersama “taksu” dari Desa Pakraman atau Desa Adat yang telah menjadi identitas sosial dan tempat “mesayuban” krama lebih dari 1,000 tahun,” kata Gde Sudibya, pendiri dan sekretaris LSM Kuturan Dharma Budaya.
Demikian. Rangkuman Wawancara Wartawan Metro Bali. Nyoman Sutiawan dengan Gede Sudibya.