Begal dan Setangkai Daun Kelor
Jakarta (Metrobali.com)-
Berita mengenai aksi bekal di Ibu Kota Jakarta dan beberapa daerah serta upaya kepolisian mengatasi kejahatan itu masih mewarnai halaman koran dan laman-laman media “online” hingga hingga hari ini.
Informasi itu melengkapi semakin riuhnya fakta yang berkembang dan sedang terjadi di masyarakat Indonesia. Saking riuhnya, seolah negeri ini sedang dalam kekeruhan karena informasi demikian hangat, beragam, begitu cepat dan menarik perhatian.
Sebut saja beragam masalah yang sedang menjadi topik atau tren di media, dari melambungnya harga beras dan naiknya nilai tukar dolar AS, tertekannya nilai tukar rupiah, rencana eksekusi mati terhadap narapidana kasus narkoba hingga aksi pengumpulan koin untuk Australia serta hilangnya 16 WNI di Turki yang diduga bergabung ke jaringan ISIS.
Begitu juga dengan berita mengenai batu akik yang masih bertengger dalam peringkat perhatian publik.
Di sisi lain, berita mengenai banjir, angin puting beliung, kecelakaan lalu lintas serta musibah pelayaran pun ikut mewarnai halaman dan lama-laman. Di Jakarta masih ada perhatian publik mengenai perseteruan Ahok dengan DPRD DKI. Partai-politik dan politisi juga sedang pasang “kuda-kuda” untuk menghadapi pilkada.
Inilah negeri dengan gemah ripah informasi. Semua seolah muncul silih berganti dan menjadi berita yang perkembangannya selalu ditunggu publik. Menyikapi beragamnya kejadian dan masalah yang muncul ke media, perasaan pun beragam, dari sekedar ingin tahu, prihatin, sedih hingga geram dan mengerikan.
Geram Geram tampaknya terarah kepada aksi pembegalan yang masih terjadi. Sedangkan perasaan “ngeri” tertumpu pada aksi yang menjadi-jadi. Geram dan “ngeri” kini bertumpu jadi satu perasaan. Masyarakat sedang diteror aksi begal.
Apalagi setelah adanya aksi pembakaran terhadap seorang begal, kemudian muncul berita akan ada pembalasan dari kawanan begal lainnya. Aksi dan reaksi itu seolah bersahut-sahutan silih berganti setiap hari. Hal itu memicu adrenalin orang-orang yang setiap hari lalu-lalang di jalanan untuk selalu waspada, mencurahkan pikiran, hati dan perhatian kepada upaya penyelamatan dalam menghadapi situasi.
Informasi yang pernah tersiar di media dan dari grup-grup atau komunitas adalah para begal bukan hanya bersenjata tajam, bahkan senjata api rakitan, namun juga berilmu kebal. Ilmu kebal artinya ketahanan tubuh yang tidak mempan dilukai dengan senjata tajam, bahkan senjata api.
Kegeraman dan kengerian bertambah campur aduk ketika aparat keamanan “blak-blakan” membuktikan dugaan dan informasi yang semula dianggap “biasa-biasa” dan tidak dipercayai begitu saja itu. Di zaman sekarang masih adakah ilmu kebal dan apa benar dimiliki para begal? Mungkin sebagian besar orang tak percaya. Tapi simak informasi bahwa Tim Buser Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, yang menangkap dua kawanan begal di Kampung Saketi, Pandeglang, Banten, Kamis (5/3). Penangkapan Entis Sutrisna (25) dan Dede Suhendi (23) berlangsung sengit karena keduanya kebal peluru.
Tim Buser Polsek Serpong yang dipimpin Kanit Reskrim AKP Toto Daniyanto harus bekerja sangat keras mengejar keduanya hingga ke hutan. “Saat mereka kabur, kami mencoba lumpuhkan kakinya dengan ‘timah panas’, tapi tak tembus,” kata Toto Daniyanto kepada pers.
Peluru yang “dimuntahkan” dari senjata api ternyata mental entah kemana dan mengena apa. Kejadian ini semakin membenarkan isu bahwa komplotan begal memiliki ilmu hitam yang membuat tubuh pemiliknya kebal.
Entah bagaimana upaya keras itu hingga akhirnya polisi punya cara “tersendiri dan khusus” dalam melumpuhkan begal kebal peluru itu. Caranya sangat sederhana dan tidak masuk akal, tidak logis serta cenderung mitos dan mistis, yaitu menggunakan daun kelor untuk melumpuhkan kawanan begal.
Di kalangan masyarakat zaman dulu di kampung atau desa, daun kelor dipercaya sebagai penangkal atau penghancur ilmu hitam. “‘Pas’ saya ambil batang kelor, mereka menangis meminta ampun,” kata polisi itu.
Kedua kawanan begal itu menangis sejadi-jadinya ketika berhadapan dengan sebatang kelor yang diambil polisi dari dalam hutan di dekat kampung itu. Upaya ini di luar kebiasaan polisi, namun apapun harus dilakukan demi melumpuhkan kawanan begal yang telah lama dipahami sebagai komplotan sangat mengerikan dan membahayakan di masyarakat itu.
Khasiat Orang bisa saja berkata “dunia tak selebar daun kelor”, namun bagi masyarakat, khususnya, di pedesaan di Jawa, daun kelor telah lama dipahami sebagai tanaman yang berkhasiat. Daunnya kecil-kecil dan batangnya juga tidak terlalu besar, hanya sekitar pergelangan tangan atau kaki.
Daunnya yang kecil-kecil menyebabkan tanaman ini tidak rindang. Namun cium saja bau daunnya apabila diremas, terdeteksi menyengat “langu” (tidak sedap). Orang desa menggunakan untuk hal-hal yng berkaitan dengan kesehatan, termasuk untuk bayi. Bau daunnya saja sangat “langu” apalagi rasanya; pasti pahit sekali.
Jika dikaitkan dengan ketahanan tubuh, daun kelor sering digunakan menangkal santet, guna-guna atau teluh. Untuk orang yang lama sakit tidak sembuh sembuh atau karena punya ilmu kanuragan, biasaya setangkai daun kelor “disapukan” di bagian-bagian tubuhnya. Secara medis tidak masuk akal, secara logika juga jauh dari pikiran keilmuan moderen.
Namun faktanya hal itu ada dan sudah berlangsung lama di masyarakat. Hanya saja pilihannya apakah orang itu sembuh atau justru meninggal dunia. Terserah kepada orang untuk memperdebatkan atau menganggapnya sebagai mitos, mistis dan takhayul, namun kebiasaan ini masih ada di sebagian masyarakat.
Apalagi masyarakat tidak memperlakukan tanaman atau daun layaknya persembahan atau menganggap tanaman ini sakral. Masyarakat menganggap tanaman ini sebagai tanaman biasa yang punya khasiat tetapi tidak diperlukan secara khusus.
Daun kelor pun tidak ditanam secara khusus dan di lokasi khusus. Sebaliknya, dibiarkan tubuh secara liar, kalaupun sengaja ditanam lokasinya di batas atau pagar.
Tidak semua penduduk pedesaan memilikinya. Karena itu, jika diperlukan harus mencari di kebun-kebun atau belukar. Kalaupun tumbuh di pekarangan atau kebun tetangga dekat, tetangga jauh, bahkan tetangga kampung pun tidak ada transaksi jual-beli.
Demikianlah masyarakat desa memandang tanaman atau pohon kelor, tanaman liar, namun berkhasiat. Sampai saat ini pun belum pernah adopsi khasiat tanaman ini dalam bentuk obat modern yang diproduksi secara pabrikasi maupun herbal. Entah kalau memang sudah ada tetapi tidak dipromosikan atau dicantumkan dalam label kandungan obat karena–seperti layaknya–obat-obatan yang beredar di toko obat maupun apotek di negeri ini selalu menggunakan nama asing atau nama kimia medisnya dan tidak ada tanda kurung nama Indonesia sehingga publik tak tahu komposisi dalam obat yang dibeli dan diminumnya.
Mungkin ada kepentingan bisnis dan strategi dari pabrikan agar obatnya laku sebab kalau nama Indonesia diketahui, orang akan mencari langsung bahan-bahan obat itu di pekarangan atau di hutan dan mengolahnya sendiri, tanpa harus beli di toko obat atau apotek.
Ilmiah Khasiat secara tradisional daun kelor ternyata tersebar di berbagai negara. Orang kota boleh saja mengangap khasiat daun kelor sebagai bahan pengobatan secara tradisional dan khasiat lainnya terkait mitos dan mistis, namun para ahli dari negara lain menganggap hal itu sebagai bahan untuk mencari tahu khasiat kelor secara ilmiah. Berbagai penelitian ilmiah pun dilakukan dan hasilnya juga sudah lama diumumkan.
Para ahli memulainya dengan memetakan asal-usul tanaman ini. Setelah itu meneliti kandungan batang, tangkai dan daunnya. Selanjutnya, menggunakan hasil penelitian itu untuk bidang kesehatan.
Literatur dan data dari berbagai sumber umumnya menyebutkan, kelor atau merunggai (Moringa oleifera) adalah sejenis tumbuhan dari suku Moringaceae. Tumbuhan ini memiliki ketinggian batang 7-11 meter. Daun kelor berbentuk bulat telur dengan ukuran kecil-kecil bersusun majemuk dalam satu tangkai, dapat dibuat sayur atau obat.
Bunganya berwarna putih kekuning-kuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau. Bunga ini keluar sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak. Buah kelor berbentuk segitiga memanjang yang disebut kelentang, juga dapat disayur.
Nama umum tanaman di Indonesia adalah kelor, limaran (Jawa), sedangkan Inggrisnya Moringa, ben-oil tree, clarifier tree, drumstick tree dan untuk nama Melayu kalor, merunggai dan sajina. Di Vietnam, tanaman ini bernama Cham ngay, di Thailand disebut ma-rum dan di Filipina dinamai Malunggay.
Tanaman ini dideskripsikan memiliki batang berkayu (lignosus), tegak, berwarna putih kotor, kulit tipis, permukaan kasar. Selain itu percabangan simpodial, arah cabang tegak atau miring, cenderung tumbuh lurus dan memanjang.
Daun majemuk, bertangkai panjang, tersusun berseling, beranak daun gasal (imparipinnatus), helai daun saat muda berwarna hijau muda. Buah berbentuk panjang bersegi tiga, panjang 20-60 cm; buah muda berwarna hijau dan setelah tua menjadi cokelat. Bentuk biji bulat berwarna coklat kehitaman. Tanaman ini berbuah setelah berumur 12-18 bulan berakar tunggang, berwarna putih dan membesar seperti lobak.
Perbanyakan bisa secara generatif (biji) maupun vegetatif (stek batang). Tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai di ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut (dpl) dan banyak ditanam sebagai tapal batas atau pagar di halaman rumah atau ladang.
Penelitian terhadap manfaat tanaman mulai dari daun, kulit batang, buah sampai bijinya, sejak awal tahun 1980-an telah dimulai. Ada sebuah laporan hasil penelitian, kajian dan pengembangan terkait dengan pemanfaatan tanaman kelor untuk penghijauan serta penahan pengurugan di Etopia, Somalia dan Kenya oleh tim Jerman, di dalam berkala Institute for Scientific Cooperation, Tubingen, tahun 1993.
Laporan tersebut dikhususkan terhadap kawasan yang termasuk Etiopia, Somalia, dan Sudan karena sejak lama sudah menjadi tradisi penduduknya untuk menanam pohon kelor, mengingat pohon tersebut dapat menjadi bagian di dalam kehidupan sehari-hari sebagai bahan sayuran, bahan baku obat-obatan, juga untuk diperdagangkan. Di kawasan Arba Minch dan Konso, pohon kelor justru digunakan sebagai tanaman untuk penahan longsor, konservasi tanah dan terasering.
Dengan demikian, pada musim hujan walau dalam jumlah yang paling minimal, jatuhnya air hujan akan dapat ditahan oleh sistem akar kelor dan pada musim kemarau “tabungan” air sekitar akar kelor akan menjadi sumber air bagi tanaman lain. Juga karena sistem akar kelor cukup rapat, bencana longsor jarang terjadi.
Periset dari Anna Technology University, Tamilnadu, India, C Senthil Kumar membuktikan bahwa daun kelor berkhasiat sebagai hepatoprotektor alias pelindung hati.
Menurut dokter sekaligus herbalis di Yogyakarta, dr Sidi Aritjahja, kelor mengandung antioksidan yang sangat tinggi dan sangat bagus untuk penyakit yang berhubungan dengan masalah pencernaan, misalnya, luka usus dan luka lambung.
“Bagian apa pun yang dipakai aman asal memperhatikan caranya,” ujar alumnus Universitas Gadjah Mada itu. Minumlah rebusan daun kelor selagi air hangat sebab efek antioksidan masih kuat dalam keadaan hangat.
Sedangkan menurut Dr Paulus Wahyudi Halim di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, kelor memiliki energi dingin. Herbal seperti itu cocok untuk mengatasi penyakit dengan energi panas atau kelebihan energi seperti radang atau kanker. Cara pemakaiannya dengan merebus tiga tangkai pada segelas air setelah itu minum airnya hangat-hangat.
WHO Badan PBB untuk Kesehatan atau Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga sudah lama memberi perhatian kepada kelor. Menurut WHO, khasiat daun kelor untuk bayi dan anak-anak pada masa pertumbuhan dianjurkan diberi konsumsi daun kelor. Perbandingan gram, daun kelor mengandung: 7 x vitamin C pada jeruk 4 x calcium pada susu 4 x vitamin A pada wortel 2 x protein pada susu 3 x potasium pada pisang.
Organisasi ini juga menobatkan kelor sebagai pohon ajaib setelah melakukan studi dan menemukan bahwa tumbuhan ini berjasa sebagai penambah kesehatan berharga murah selama 40 tahun ini di negara-negara termiskin di dunia. Pohon ini tersebar luas di padang-padang Afrika, Amerika Latin dan Asia. National Institute of Health (NIH) pada 21 Maret 2008 mengatakan, pohon kelor telah digunakan sebagai obat oleh berbagai kelompok etnis asli untuk mencegah atau mengobati lebih dari 300 jenis penyakit.
Tradisi pengobatan ayurveda India kuno menunjukkan bahwa 300 jenis penyakit dapat diobati dengan daun moringa oleifera. Manfaat utama daun kelor adalah meningkatkan ketahanan alamiah tubuh, menyegarkan mata dan otak, meningkatkan metabolisme tubuh, meningkatkan struktur sel tubuh, meningkatkan serum kolesterol alamiah, mengurangi kerutan dan garis-garis pada kulit serta meningkatkan fungsi normal hati dan ginjal.
Selain itu, memperindah kulit, meningkatkan energi, memudahkan pencernaan, antioksidan, memelihara sistem imunitas tubuh, meningkatkan sistem sirkulasi yang menyehatkan, bersifat antiperadangan, memberi perasaan sehat secara menyeluruh serta mendukung kadar gula normal tubuh Dari hasil analisis kandungan nutrisi dapat diketahui bahwa daun kelor memiliki potensi yang sangat baik untuk melengkapi kebutuhan nutrisi dalam tubuh. Dengan mengonsumsi daun kelor maka keseimbangan nutrisi dalam tubuh akan terpenuhi sehingga orang yang mengonsumsi daun kelor akan terbantu untuk meningkatkan energi dan ketahanan tubuhnya.
Selain itu, daun kelor juga berkhasiat untuk mengatasi berbagai keluhan yang diakibatkan karena kekurangan vitamin dan mineral seperti kekurangan vitamin A (gangguan penglihatan), kekurangan Choline (penumpukan lemak pada liver), kekurangan vitamin B1 (beri-beri), kekurangan vitamin B2 (kulit kering dan pecah-pecah), kekurangan vitamin B3 (dermatitis), kekurangan vitamin C (pendarahan gusi), kekurangan kalsium (osteoporosis), kekurangan zat besi (anemia), kekurangan protein (rambut pecah-pecah dan gangguan pertumbuhan pada anak).
Intinya, secara medis daun kelor berkhasiat untuk memperkuat daya tahan tubuh agar kebal dari serangan penyakit. Namun kalau bicara soal kegunaan daun kelor dan ilmu hitam atau ilmu kebal tentu hanya orang-orang yang ahli di bidang itu yang memahaminya.
Yang pasti, publik mengingatkan, boleh saja para begal kebal peluru atau tidak mempan bacok, namun jangan sampai kebal hukum. AN-MB
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.