ilustrasi begal

Jakarta (Metrobali.com)-

Kesal, marah, dan geram atas aksi dan kekejaman para begal dalam dua bulan terakhir ini, terutama di kawasan Jabodetabek, warga di Pondok Aren, Tangerang Selatan, membakar hidup-hidup seorang pelaku pembegalan sepeda motor hingga tewas.

Kasus “main hakim sendiri” ini berawal ketika dua orang begal beraksi di Jalan Raya Ceger, Pondok Karya, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Selasa (24/2) dini hari. Keduanya mengincar dua pengendara sepeda motor. Namun, aksi mereka gagal, bahkan dua calon korban dan kedua begal itu jatuh bersamaan.

Menurut Sri Triani, korban begal motor, pacarnya berhasil menjatuhkan salah satu begal motor tersebut kendati terluka akibat sabetan pedang. “Wahyu memberanikan diri untuk melawan. Perlawanan Wahyu tidak sia-sia, salah satu pelaku berhasil dijatuhkan dari motor dan tertingal dari komplotannya,” katanya.

Begitu melihat salah satu pelaku terjatuh, Sri langsung berteriak minta tolong. Warga langsung berdatangan memberikan pertolongan. “Warga langsung menangkap dan menghakiminya,” katanya.

Tidak hanya itu, pelaku yang sudah tak berdaya langsung disiram bensin. Warga tetap membakarnya walaupun pelaku sudah meminta ampun.

Pelaku pembegalan di Pondok Aren yang dibakar hidup-hidup adalah Hendriansyah, anak dari pasangan Sutina dan Saripudin, warga RT04/6, Jalan Inpres 5 No. 36, Larangan Utara, Kota Tangerang. Identitas pelaku terungkap saat keduanya mendatangi kamar mayat RSUD Kabupaten Tangerang.

Kanit Reskrim Polsek Pondok Aren Iptu Agung Aji membenarkan kalau sudah ada orang yang mengenali pelaku begal yang tewas di tangan massa. “Ya, benar sudah dijemput ibunya. Saat ini anggota fokus mencari pelaku lainnya,” katanya.

Tidak heran jika masyarakat mulai beringas terhadap begal motor karena dalam dua bulan terakhir ini aksi pembegalan makin merajalela. Di Kota Depok saja aksi pebegalan terjadi berkali-kali, tidak hanya merampas motor, tetapi juga menghilangkan nyawa para korbannya yang tidak bersalah apa-apa.

Belum selesai kasus pembegalan motor yang menewaskan Bambang Syarif Hidayatullah di Jalan Juanda pada tanggal 9 Januari 2015, kasus sadis serupa menimpa seorang pengendara sepeda motor di Jalan Raya Margonda. Korban tewas bersimbah darah akibat luka tusuk di bagian dada dan perut. Motor, dompet, dan HP korban digasak pelaku.

Peristiwa nahas tersebut terjadi dini hari ketika korban melaju dari arah Lenteng Agung menuju Depok seorang diri. Di depan kampus BSI, korban dipepet dua motor yang masing-masing ditumpangi dua orang. Empat pelaku berupaya merampas motor korban. Diduga melawan, pelaku menusuk beberapa bagian tubuh korban hingga tewas.

Saksi mata Firdaus (38) mengatakan bahwa kejadian tragis itu terjadi saat suasana jalan protokol tersebut sepi. Korban sempat dilarikan ke RS Bunda. Namun, jiwanya tidak tertolong.

Sebelumnya, Bambang Syarif Hidayatullah (23), pemuda Kampung Gandrung Kaler, Singaparna, Tasikmalaya, ditemukan tak bernyawa di kawasan pembangunan Tol Cinere-Jagorawi (Cijago). Karyawan perusahaan swasta tersebut tewas ditusuk para pelaku begal saat melintas di Jalan Juanda, Depok menuju Jalan Raya Bogor.

Sepeda motor milik korban dirampas dan dibawa kabur para perampok. Kuat dugaan korban tewas setelah mencoba melawan para pelaku yang lebih dari satu orang. Sampai saat ini polisi belum berhasil menangkap para pelaku begal motor sadis tersebut.

Kawanan begal motor mengumbar tembakan saat beraksi di Jalan Bambu Larangan, Kalideres, Jakarta Barat. Seorang warga bernama Agus tertembak setelah sempat melawan aksi brutal empat pelaku yang menaiki dua motor berboncengan.

Keganasan kawanan begal itu menggemparkan warga sekitar. Namun, upaya mereka menghalau kawanan perampok itu kandas karena salah satu pelaku yang membawa senjata api berulang kali meletuskan tembakan. Keempatnya melarikan diri setelah merampas motor Agus.

Kapolsek Metro Kalideres Dermawan Karosekali membenarkan adanya aksi begal bersenjata api tersebut.

Jejak Begal Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional DPR RI Lucky Hakim mengecam pembegalan di Kota Depok. Kemarahan politikus dari Dapil Kota Depok itu berawal saat sekretarisnya, Vinolia, menjadi korban kebengisan para begal. Meski tidak hilang nyawa, pembegal berhasil membawa kabur uang Rp10 juta dan telepon genggam.

“Saya merasa sangat prihatin dan sekaligus geram. Makin maraknya aksi pembegalan, khususnya di Kota Depok, sudah menjadi darurat begal. Sehari saja yang lapor ke polisi bisa 3–5 kasus, belum termasuk yang enggan melapor karena merasa percuma motornya enggak akan kembali,” katanya.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Martinus Sitompul membenarkan bahwa kasus pembegalan mulai kembali bermunculan. “Secara kuantitas jika dibandingkan dengan jumlah kasus pada tahun 2014, pembegalan berkurang. Akan tetapi, ada peningkatan kualitas,” katanya.

Menurut dia, kini pelaku tak segan-segan untuk melakukan kekerasan dengan senjata sehingga melukai korban, bahkan tewas. Oleh karena itu, kepolisian juga meningkatkan penjagaan keamanan, khususnya dari segi kualitas. Polisi juga akan melakukan penyamaran agar lebih mudah menjerat pelaku pembegalan.

Ia juga mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan di mana pun berada. Jika tidak ada keperluan yang mendesak, lebih baik masyarakat tidak berpergian seorang diri saat malam hari dan di wilayah yang rawan.

Ada beberapa kriteria lokasi rawan yang disebutkan Martinus. Pertama, pernah terjadi suatu tindak kejahatan di lokasi tersebut; kedua, lokasi yang rawan biasanya cenderung sepi; ketiga, lokasi yang rawan biasanya tidak dilengkapi penerangan yang memadai, atau bahkan tanpa penerangan; keempat, lokasi yang rawan biasanya memiliki mobilitas kendaraan dan orang yang terbatas. Di saat tertentu situasi di lokasi tersebut ramai. Akan tetapi, pada waktu lain cenderung sepi.

Kepolisian merilis ada enam kelompok begal sadis yang berkeliaran di Jakarta. Keenam sindikat kebanyakan berasal dari luar Ibu Kota. Mereka beraksi di Jakarta, Tangerang, Bekasi, dan Depok. Polisi telah melakukan pelbagai upaya meminimalkan aksi para begal tersebut, salah satunya lewat razia.

“Kelompok ini lebih pada hubungan kerabat dan asal daerah. Mereka dari Lampung, Pandeglang, Depok, Bekasi, Karawang, dan Bogor. Modus yang digunakan pelaku terbilang sadis sebab pelaku akan melukai korban yang menolak memberikan sepeda motornya. Mereka main bacok dan ada yang menggunakan senjata api,” kata Martinus.

Untuk mengatasi aksi pembegalan, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama akan memasang closed-circuit television (CCTV) di seluruh wilayah DKI Jakarta. “Akhir tahun, kami akan dipasang 2.500 CCTV. “Kamera pengintai diperlukan karena luasnya wilayah Ibu Kota serta minimnya pengawasan yang dilakukan aparat,” katanya.

Terkait dengan maraknya aksi pembegalan, Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail mengatakan bahwa pemkot akan berkerja sama dengan Polres Depok untuk memasang CCTV di beberapa sudut kota ini. Dia mencontohkan kasus pembegalan di Jalan Juanda yang diakibatkan rendahnya kualitas lampu jalan sehingga jangkauannya tidak bisa lebih luas.

Langkah pengamanan lainnya, Nur mengajak para bikers di Depok untuk melakukan pengawasan. “Kami sudah mengajak kelompok masyarakat termasuk bikers agar mereka siap jadi sukarelawan, membantu kami,” katanya.

Dari pengakuan AH, salah satu dari tujuh pelaku serangkaian aksi pembegalan yang ditangkap Polres Metro Tangerang, dalam operasi penyergapan di wilayah Depok, diperoleh ciri-ciri korban yang diincar pelaku.

Menurut Kasatreskrim Polrestro Tangerang Kota AKBP Sutarmo, AH dan sindikatnya bukan pemain baru di dunia hitam begal. “Mereka ini sadis, sudah beraksi di beberapa kota dan semua korbannya dilukai, termasuk korban terbaru yang tewas,” katanya.

Usia AH baru saja genap 19 tahun. Postur tubuhnya terbilang kecil dan kurus. Akan tetapi, siapa sangka, remaja ini adalah begal sadis. Dia sudah lebih dari tiga kali melukai korbannya dengan senjata tajam yang dibawa setiap kali beraksi. “Jika korban tidak mau menyerahkan kendaraannya, saya lukai,” katanya.

Pelaku berinisial AH mengaku bahwa sindikatnya tidak pernah sembarangan dalam memilih korban yang akan dibegalnya.

Mereka nyaris tidak pernah gagal dalam beraksi, kunci keberhasilan mereka ada pada pola memilih korban.

Kabarnya Kapolsek Pondok Aren Komisaris Bachtiar Alphonso telah memeriksa tiga saksi kasus pembakaran pembegal di Pondok Aren. Akan tetapi, belum ada kesaksian yang mengarah kepada siapa pelaku pembakaran atau provokatornya. Penyidik akan terus menyelidiki pembakaran itu.

Main hakim sendiri meskipun itu dilakukan oleh sejumlah warga atas pelaku kejahatan memang tidak dibenarkan oleh undang-undang. Akan tetapi, pernahkah terpikirkan oleh kita apa rasanya menjadi korban pembegalan yang tidak hanya kehilangan harta, tetapi nyawa, padahal mereka tidak berdosa? .AN-MB