IMG_0297 (1)ilustrasi

Tabanan (Metrobali.com)-

Sementara kasus dugaan korupsi di LPD Suwat Kabupaten Gianyar sudah ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Negeri Gianyar, dan 3 orang tersangkanya sudah ditahan, tindak lanjut penanganan kasus dugaan korupsi di LPD Sega Kecamatan Bunutan Karangasem, dipertanyakan BCW (Bali Corruption Watch). Ketua BCW Putu Wirata Dwikora menegaskan hal itu, sehubungan adanya laporan warga Karangasem, yang notabena menjadi korban ambruknnya LD Sega, diduga karena ada oknum pengurus menyalahgunakan ratusan juta uang nasabah di LPD milik Desa Adat Sega tersebut.

‘’Kasusnya sudah dilaporkan Januari tanggal 23 ke Kejati. Dan ada informasi bahwa kasusnya akan dilimpahkan ke Kejari Amlapura. Namun warga yang melaporkan kasusnya belum mendapat pemberitahuan perihal pelimpahan itu, dan mereka minta ada informasi dari pihak Kejati’’ kata Putu Wirata Dwikora.

 

Seperti diketahui, Kejaksaan Tinggi Bali diminta mengusut dan memproses secara hukum sampai tuntas, dugaan korupsi dalam macetnya simpanan nasabah di Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Sega, Kecamatan Abang, Karangasem. Senin (23/1), Wayan Putu Saputra, salah seorang nasabah yang Rp 21 juta lebih uangnya macet melaporkan kasusnya ke Kejati Bali, diterima langsung Aspidsus Kejati Bali, Pollin Olopan Sitanggang, SH, MH didampingi Jaksa Made Suardi, SH. Sementara pelapor Putu Saputra didampingi Kuasa Hukum, Wayan Ariawan, SH dan Nyoman Ganda Gunawan Sarjana, SH.

            Kepada Aspidsus disampaikan kronologi dugaan korupsi, karena LPD Sega yang dimpimpin Wayan Sumadiasa sebagai Ketua, tidak bisa mempertanggungjawabkan simpanan nasabah yang jumlahnya ratusan juta di LPD tersebut. Kemacetan mulai terjadi sekitar tahun 2010, ketika para nasabah ditolak untuk menarik tabungannya. Warga Sega bersedia menyimpan uangnya di LPD Sega, selain karena LPD milik Desa Adat, juga didorong oleh bujuk rayu tokoh desa setempat, I Nyoman Karya yang masih ada hubungan darah dengan Sumadiasa.

            Setelah mendengar paparan kasusnya, Aspidsus menyampaikan bahwa untuk kasus dengan dugaan kerugian dibawah Rp 5 miliar, itu penanganannnya di Kejaksaan Negeri. Namun, karena warga sudah datang ke Kejaksaan Tinggi, ia mempersilakan berkas laporan diserahkan melalui mekanisme formal. Selanjutnya akan dipelajari dan ditelaah dan apapun hasilnya akan diinformasikan secara transparan.

Menurut pelapor, Sumadiasa mengakui bahwa nasabah tidak bisa menarik simpanannya karena uangnya ia pakai untuk kepentingan sendiri, serta berjanji mengembalikan secara mencicil. Namun, janji itu tidak ditepati sampai sekarang. Karena masalah tersebut, berkali-kali Sumadiasa dipanggil dalam sangkep desa adat  untuk ditanya pertanggungjawabannya, namun yang bersangkutan tidak hadir tanpa pemberitahuan.

            Kata Kuasa Hukum Putu Sujana dkk, warga yang punya uang di LPD Sega ingin Kejaksaan memproses kasusnya secara hukum sampai tuntas. Selain itu, mereka juga berharap uang yang macet di LPD Sega tersebut bisa ditarik kembali, dan digunakan untuk kepentingan keluarga.

            ‘’Mereka resah, kemana mengadukan kasus ini. Walaupun jumlahnya tidak sampai miliaran, tapi uang ratusan juta bagi warga yang memperolehnya dengan susah payah, itu sangat besar. Kalau orang yang menyalahgunakan keuangan nasabah itu tidak diproses sampai tuntas, rakyat tidak hanya resah, tapi citra LPD sebagai lembaga simpan pinjam desa akan terus merosot dan kehilangan kepercayaan. Keresahan nasabah, merosotnya citra LPD bisa menimbulkan kerugian pada perekonomian negara dan itu merupakan unsur korupsi,’’ kata Putu Wirata Dwikora, yang juga Ketua Bali Corruption Watch tersebut.

            Putu menyampaikan, bahwa kasus korupsi serupa di LPD Segah Kecamatan Rendang pernah diproses Kejaksaan Negeri Amlapura beberapa tahun lalu, dan pelakunya dijatuhi hukuman penjara. Dia berharap, kasus di LPD Sega-Kecamatan Abang ini bisa diproses sampai tuntas, apalagi sudah ada jurisprudensi dalam kasus sejenis. EP-MB