Foto: Pemerhati LPD di Bali I Nengah Yasa Adi Susanto, S.H., M.H.

Denpasar (Metrobali.com)-

Lembaga Perkreditan Desa (LPD) seharusnya menjadi salah satu penopang perekonomian di Bali khususnya di lingkungan desa adat karena LPD diperlukan keberadaannya untuk menjamin perwujudan kesejahteraan masyarakat hukum adat yang merupakan Krama Desa Adat.

LPD telah memberikan manfaat baik secara ekonomi, sosial, dan budaya kepada Krama Desa Adat sehingga perlu ditingkatkan tata kelolanya sebagai lembaga keuangan milik Desa Adat.

Pemerhati LPD di Bali I Nengah Yasa Adi Susanto, S.H., M.H., mengungkapkan keprihatinannya terhadap banyak LPD yang mengalami masalah dengan likuiditasnya.

“Banyak pula mantan Prajuru LPD beserta Panureksa yang telah diputus bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi karena terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi dan mengakibatkan LPD mengalami kesulitan likuiditas,” kata Adi Susanto, Kamis (8/4/2021).

Dikatakan, peran Panureksa yang merupakan Pengawas LPD dan pamucuknya dijabat ex officio oleh Bendesa Adat setempat bersama Lembaga Pemberdayaan (LP LPD) sangat vital terhadap kesehatan LPD di desa adat.

Pasal 58 Pergub 44 Tahun 2017 Tentang Peraturan Pelaksanaan Perda 3 Tahun 2017 Tentang LPD mengatur secara tegas tugas dan kewenangan LP-LPD yakni melaksanakan pemberdayaan LPD melalui kegiatan: pembinaan teknis, pemeriksaan/audit, pelatihan, mengelola dana perlindungan LPD, mengelola dana penjaminan simpanan LPD, mengelola dana penyangga likuiditas LPD; dan penanganan masalah LPD.

“Pertanyaannya adalah apakah tugas dan kewenangan tersebut di atas sudah dilaksanakan oleh LP LPD, kalau sudah tidak mungkin banyak LPD mengalami masalah seperti sekarang ini,” tambah pria yang biasa disapa Jero Ong ini.

Jero Ong yang juga Advokat pada YAS Law Office ini menambahkan bahwa sesuai dengan Pergub 44 Tahun 2017, LPD menyetor 5% dari keuntungannya untuk dana pemberdayaan dan dari 5% keuntungan yang dialokasikan tersebut 45% disetor ke LP LPD sedangkan sisanya diberikan kepada BKS LPD, PHDI, Majelis Desa Adat, dana pelatihan LPD, dana perlindungan LPD dan termasuk juga sebagai dana penyangga likuiditas LPD.

Jadi LP LPD yang mempunyai tugas melakukan audit LPD setiap tahunnya bersama Panureksa tidak melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagaimana mestinya, terbukti banyak LPD di Bali bermasalah.

“Ini sama dengan LP LPD menikmati hampir 2% dari keuntungan LPD tapi tidak melakukan fungsinya sebagaimana diamanatkan Perda dan Pergub tentang LPD,” terang Adi Susanto.

Di Bali sendiri, ada terdapat 1.436 desa adat yang telah memiliki LPD dari 1.493 desa adat yang ada di Bali. Jadi bayangkan saja brapa LP LPD menerima dana pemberdayaan setiap tahunnya namun justru masih banyak LPD di Bali yang bermasalah dan mengalami kesulitan likuditas akibat salah tata kelola dan tidak maksimalnya pengawasan dan audit yang dilakukan baik oleh Panureksa maupun oleh LP LPD.

“Saya berharap Gubernur Bali Wayan Koster merombak dan mengganti personil maupun pengurus LP LPD karena berkontribusi terhadap permasalahan LPD yang terjadi di Bali,” tutup Adi Susanto yang juga Ketua DPW PSI Provinsi Bali. (wid)