Foto: Kepala Kantor Cabang Bali PT. Alwihdah Jaya Sentosa I Nengah Yasa Adi Susanto, SH., MH.,  melepas 163 orang PMI ke New Zealand yang akan bekerja di bidang perkebunan khususnya petik apel.

Denpasar (Metrobali.com)-

Semakin banyak masyarakat yang berminat bekerja ke luar negeri khususnya sebagai tenaga pemetik buah di perkebunan buah di New Zealand melalui PT. Alwihdah Jaya Sentosa. Sayangnya hingga saat ini kuota yang tersedia masih terbatas.

I Nengah Yasa Adi Susanto, S.H., M.H., selaku Kepala Kantor Cabang Bali PT. Alwihdah Jaya Sentosa berharap bisa terus menjalin komunikasi dengan pihak user di luar negeri, khususnya yang ada di New Zealand agar kedepannya kuota Pekerja Migran Indonesia (PMI), khususnya melalui PT. Alwihdah Jaya Sentosa bisa bertambah. Untuk saat ini kuota yang disediakan maksimal 163 orang. Itupun termasuk kandidat dari luar Bali, khususnya di Jawa.

“Kami berharap komunikasi dengan pihak user di luar negeri, khususnya di New Zealand bisa terus dilakukan sehingga kedepannya mungkin kuota kami, khususnya di Alwihdah Jaya Sentosa bisa bertambah. Kalau sekarang hanya maksimal 163 orang. Itu termasuk kandidat yang dari luar Bali, khususnya yang ada di Jawa,” terang Adi Susanto usai melepas total 163 PMI yang berangkat kerja ke New Zealand melalui PT. Alwihdah Jaya Sentosa pada Rabu 25 Oktober 2023 di Kantor Cabang Bali PT. Alwihdah Jaya Sentosa, Jalan Pondok Indah Nomor 18x, Ubung Kaja, Kota Denpasar.

Sementara untuk yang berangkat saat ini, Adi Susanto mengatakan kebanyakan repeater atau yang sudah pernah bekerja di New Zealand sebelumnya , sementara yang baru hanya beberapa orang saja. Ditambahkannya, bagi yang sudah berkali-kali berangkat dan ingin pensiun, mereka biasanya sudah memiliki kandidat yang direkomendasikan. Jadi ini seperti sudah berjejaring.

“Jadi mereka punya keluarga, mereka punya adik, bahkan ada anaknya sendiri yang diberangkatkan. Karena bekerja di New Zealand ini lumayan bagus dari sisi penghasilannya, kehidupan di sana juga terjamin. Kontraknya juga tidak terlalu panjang. Prosesnya juga lancar. Pembiayaannya sedikit. Jadi dapat dibayangkan kalau mereka balik nanti mungkin tidak habis 6 jutaan, sekitar 5 juta sekian. Sementara yang lainnya bisa dipotong gaji. Dan itu yang sangat kita syukuri. Jadi costnya untuk mereka berangkat ke New Zealand tidak begitu besar lah,” ungkapnya.

Lebih lanjut dikatakan, biaya-biaya keberangkatan mereka sangat terjangkau karena mereka hanya menghabiskan biaya yang wajib dibayar untuk proses pembuatan visa, asuransi dan medical check up sekitar 5 jutaan sedangkan biaya-biaya lainnya nantinya akan dipotong gaji sesampai mereka disana. Jadi biayanya sangat terjangkau dan tidak memberatkan PMI sendiri. Sedangkan nantinya gaji mereka akan dibayarkan sekitar  $ 22 New Zealand perjamnya dan maksimal kerja 9 jam atau rata-rata dalam sebulan akan dapat gaji bersih 20-30 juta rupiah.

Adi Susanto menerangkan keberangkatan PMI ini adalah untuk kedua kalinya pasca pandemi Covid-19 dan pihaknya bersyukur mereka berangkat tepat waktu dan tidak ada kendala dalam proses pembuatan dokumen dan pembuatan visa mereka. Kebanyakan dari PMI ini adalah dari kabupaten Buleleng 54 orang, Klungkung 6 orang, Bangli 15 orang dan Denpasar, Tabanan dan Gianyar masing-masing 1 orang. Nantinya mereka akan berangkat mulai tanggal 27, 28, 29, 30 dan 31 Oktober 2023 ini secara bertahap.

“Sebenarnya total kandidat kita ada 163 orang, tetapi yang dari Bali itu kurang lebih sekitar 78 orang dan tersebar, ada yang dari Buleleng, ada yang dari Tabanan, ada yang dari Bangli, Denpasar, dan kabupaten lainnya. Tapi yang paling banyak itu adalah dari Buleleng,” ungkap Adi Susanto.

Ditambahkannya, PT. Alwihdah Jaya Sentosa Cabang Bali bertugas untuk memfasilitasi keberangkatan para pahlawan devisa tersebut sehingga bisa dilancarkan dalam urusan pembuatan dokumen, maupun visa sehingga mereka bisa selamat sampai di negeri orang dan bisa dengan aman bekerja di perkebunan apel.

“Astungkara mereka sampai dengan selamat, kemudian mereka bisa mensupport atau membantu keluarganya. Jadi itu yang saya sangat syukuri. Kami tim disini membantu maksimal para PMI yang nantinya akan bekerja di New Zealand, khususnya di perkebunan yaitu petik buah apel,” terang Adi Susanto yang merupakan praktisi penempatan tenaga kerja ke luar negeri dengan pengalaman panjang membantu ratusan ribu orang PMI bekerja ke luar negeri dan dikenal dengan integritasnya membantu masyarakat pencari kerja tanpa ada embel-embel biaya tambahan.

Terkait dengan dipilih New Zealand sebagai lokasi tempat bekerja para PMI, khususnya di PT. Alwihdah Jaya Sentosa, Adi Susanto mengungkapkan bahwa New Zealand merupakan salah satu pilihan yang sangat bagus untuk kali ini. Kedepan diharapkan kuota yang diberikan lebih besar sehingga banyak masyarakat, khususnya yang ada di Bali bisa dibantu untuk diberangkatkan ke New Zealand.

Lebih lanjut Adi Susanto mengatakan bahwa peluang tersebut harus dimaksimalkan. Ia juga meminta negara untuk benar-benar hadir ketika para PMI menemui kendala atau masalah, mengingat tugas negara sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Nomor 18 Tahun 2017 bahwa negara wajib hadir mulai dari pra penempatan, masa penempatan, dan pasca penempatan.

“Jadi ketika mereka ada di sana mudah-mudahan tidak ada masalah. Kalau seandainya ada masalah kami berharap negara membantu dan hadir untuk membantu permasalahan mereka. Kami pihak agen ini hanya sebagai fasilitator, tetapi nanti kuasa ada di pemerintah atau negara. Devisa yang dihasilkan dari pekerja migran ini kan ratusan triliun setiap tahunnya. Sebagai timbal baliknya mereka sudah seharusnya juga diberikan perlindungan hukum yang maksimal kepada para pekerja migran Indonesia,” ungkap Adi Susanto yang juga seorang advokat ini.

Lebih lanjut Adi Susanto mengatakan bahwa tidak diperlukan banyak persyaratan untuk bisa bekerja di New Zealand. Selain itu juga calon PMI tidak diwajibkan harus tamatan SMA atau S1 untuk bekerja di sana, ijazah SD atau SMP masih bisa digunakan untuk bekerja di New Zealand. Kemampuan bahasa asing, seperti bahasa Inggris juga tidak mutlak dibutuhkan karena di sana sudah ada supervisor atau koordinator yang bisa berbahasa Inggris untuk berkomunikasi dengan pihak perusahaan.

“Kalau keterampilan bisa dibilang ini non-skill karena mereka bekerja di perkebunan. Makanya tidak dibutuhkan ijazah wajib misalnya harus SMA, itu tidak, ada yang tamatan SD, SMP, SMA. Tidak wajib bahasa Inggris karena di sana mereka ada semacam supervisor atau koordinator. Koordinator inilah yang bisa berbahasa Inggris untuk berkomunikasi dengan pihak perusahaan,” terangnya.

Sementara itu salah satu perwakilan PMI yang sudah berkali-kali berangkat kerja ke New Zealand, I Made Parnila berbagi pengalamannya bekerja di perkebunan di negara itu. Pria asal Singaraja yang sudah berangkat sejak 2004 dengan total 10 kali berangkat ini juga memotivasi sesama rekannya agar sukses kerja di New Zealand.

Made Parnila mengingatkan kepada para PMI yang akan berangkat ke New Zealand untuk selalu mematuhi dan taat terhadap peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Jangan sampai mengecewakan pimpinan perusahaan.

“Mau mengingatkan atau mengajak teman-teman semua, nanti kalau sudah di sana kita harus bekerja sesuai dengan aturan, ikuti aturan di sana biar kita bisa bekerja dengan baik di sana, biar tidak mengecewakan bos disana,” pesannya.

Selain itu, Made Parnila juga meminta para PMI untuk tetap menjaga komunikasi di negeri orang agar suasana kerja tetap guyub dan tidak terjadi masalah apapun. Mengingat juga tujuan datang ke negeri orang adalah untuk bekerja demi menafkahi keluarga.

“Di samping itu juga kita di sana harus tetap menjaga komunikasi dengan teman-teman biar kita di sana tetap guyub, tidak ada saling membuat masalah satu sama lain. Biar kita datang dengan aman, pulang juga dengan aman. Kita disana tujuannya untuk bekerja untuk keluarga,” pungkasnya. (wid)