Bank Indonesia Dorong Sinergi Sektor Padat Karya Balinusra untuk Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
Denpasar, (Metrobali.com)
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali mengadakan acara Diseminasi dan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Mendorong Pemulihan Sektor Padat Karya untuk Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan dan Inklusif di Wilayah Balinusra”.
Acara ini bertujuan memperkuat sinergi lintas sektor dalam upaya pemulihan ekonomi di Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur (Balinusra), dengan fokus pada sektor padat karya seperti pariwisata, pertanian, dan pengolahan.
Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, menegaskan bahwa pemulihan sektor padat karya sangat mendesak karena perannya yang penting dalam menciptakan lapangan kerja dan mendukung ekonomi nasional. Sektor padat karya menyerap 68,4% tenaga kerja nasional dan menyumbang 62% dari PDB pada 2023.
“Sektor ini perlu dukungan agar dapat kembali menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, terutama untuk masyarakat kelas menengah ke bawah,” jelas Destry.
Sebagai langkah strategis, BI telah meluncurkan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial dengan mengurangi kewajiban pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) bagi perbankan yang memenuhi syarat penyaluran kredit. Dengan kebijakan ini, perbankan diharapkan memiliki likuiditas lebih longgar untuk meningkatkan penyaluran kredit ke sektor prioritas, termasuk sektor padat karya.
Menurut BI Bali, ekonomi Balinusra tumbuh sebesar 6,84% pada triwulan II 2024, di atas rata-rata nasional sebesar 5,05%. Namun, pemulihan ini dihadapkan pada tantangan besar, terutama terkait menurunnya serapan tenaga kerja di sektor padat karya seperti pertanian, perikanan, dan peternakan.
Deputi Kepala Perwakilan BI Bali, G. A. Diah Utari, menekankan perlunya strategi peningkatan kualitas dan nilai tambah komoditas unggulan daerah agar sektor padat karya lebih kompetitif dan berdaya saing.
Balinusra memiliki potensi besar di sektor unggulan seperti garam, rumput laut, dan produk perikanan. Bali berperan sebagai pusat produksi garam berkualitas ekspor, sementara NTB dan NTT fokus pada produksi rumput laut untuk mensuplai industri turunan di Jawa dan Makassar. BI berharap strategi ini dapat mendorong hilirisasi produk dan pengembangan UMKM yang lebih kuat di kawasan tersebut.
Prof. Dr. I Made Suyana Utama dari ISEI Denpasar menekankan pentingnya model kolaborasi Pentahelix yang melibatkan pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat, dan media. Kolaborasi ini bertujuan membangun ekosistem yang mendukung sektor unggulan Balinusra secara berkelanjutan.
Pemerintah diharapkan memfasilitasi infrastruktur dan kebijakan, sementara akademisi, dunia usaha, masyarakat, dan media memiliki peran krusial masing-masing dalam menciptakan daya saing produk lokal.
Ekonom Ahli Senior BI, Bambang Arianto, menyampaikan bahwa hingga September 2024, BI telah menyalurkan insentif makroprudensial senilai Rp256,06 triliun, atau 3,44% dari total kredit. Insentif ini ditujukan untuk meningkatkan penyaluran kredit ke sektor padat karya, terutama UMKM yang menjadi pilar ekonomi Balinusra. Direktur Pengawas OJK Bali, Ananda R. Mooy, menekankan pentingnya kemitraan daerah dengan fintech untuk memudahkan akses pembiayaan bagi petani dan nelayan.(rls)