Nusa Dua (Metrobali.com)-

Bank Dunia mengingatkan bahwa risiko dan ketidakpastian berkaitan dengan “tapering” atau penarikan bertahap stimulus oleh The Fed masih tetap ada, menyusul kebijakan bank sentral AS itu yang masih mempertahankan stimulus.

“Ini waktunya bagi pembuat kebijakan untuk memanfaatkan momen itu dan menyelesaikan kerentanan domestik dan mengurangi paparan finansial eksternal,” kata Direktur Pelaksana Bank Dunia Sri Mulyani Indrawati ketika berpidato pada Pertemuan Menkeu APEC di Nusa Dua, Bali, Jumat (20/9).

Menurut Sri, kebijakan The Fed itu merupakan langkah positif untuk jangka pendek bagi perekonomian berkembang dan berpenghasilan tinggi. “Kami tahu sejumlah pemerintah kini diberikan waktu untuk bernafas,” katanya.

Sri Mulyani mengatakan, jika likuiditas tertahan dan suku bunga meningkat, penarikan bertahap “quantitative easing (QE)” akan menimbulkan konsekuensi serius di kawasan APEC.

Karena itu, katanya, di negara yang sudah pulih dari krisis, kebijakan ekonomi makro perlu disesuaikan untuk mencegah inflasi, gelembung harga aset, dan pemburukan neraca berjalan.

Sementara bagi negara yang gampang terpengaruh pergerakan arus modal global dapat melanjutkan untuk memperkuat “balance sheet” mereka, dengan mengurangi ketergantungan terhadap utang asing jangka pendek.

“Upaya signifikan di seluruh wilayah itu untuk mengembangkan pasar obligasi mata uang lokal merupakan bukti jelas bahwa pembuat kebijakan telah memahami dan merespons kebutuhan ini,” kata Sri, yang juga mantan Menkeu RI.

Sri juga mengatakan ketika kebijakan QE itu nanti dilakukan, tingkat suku bunga kemungkinan akan naik, yang akan meningkatkan biaya utang dan biaya modal.

Namun, kata Sri, positifnya adalah ketika “tapering” dilakukan itu akan menandai sinyal pemulihan lebih jauh di AS. Nilai tukar mata uang yang melemah di negara-negara berkembang akan meningkatkan ekspor. AN-MB