Bangkitkan Koperasi, Nengah Senantara NasDem Minta Menkop Belajar Perbaikan Tata Kelola dari BRI dan LPD di Bali
Foto: Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi NasDem, Ir. I Nengah Senantara Rapat Kerja Komisi VI DPR RI bersama Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi pada Rabu (6/11/2024).
Jakarta (Metrobali.com)-
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi NasDem, Ir. I Nengah Senantara memberikan masukan berharga kepada Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi, terkait pengelolaan koperasi di Indonesia. Menurut Nengah Senantara, koperasi kerap mengalami kerugian karena manajemen yang kurang optimal.
Untuk itu, ia menyarankan agar Menkop belajar dari sistem pengelolaan yang diterapkan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali.
Hal itu disampaikan Nengah Senantara usai Rapat Kerja Komisi VI DPR RI bersama Menkop, Rabu (6/11/2024). Nengah Senantara mengatakan, meski pemaparan program prioritas dari Kementerian Koperasi terlihat baik, ia mempertanyakan implementasinya. Menurut Nengah Senantara, program yang dicanangkan sering kali hanya tertuang di atas kertas tanpa realisasi yang sesuai, sehingga ia berharap ada upaya konkret agar koperasi dapat dikelola dengan lebih baik di masa depan.
Politisi NasDem itu mengungkapkan bahwa kondisi koperasi di Bali serupa dengan daerah lain yang juga menghadapi tantangan dalam pengelolaan. Ia menyarankan agar Kementerian Koperasi dan UKM mempertimbangkan untuk belajar dari Bank BRI, yang berhasil menjangkau masyarakat pedesaan di seluruh pelosok negeri. Menurutnya, pola kerja Bank BRI dapat menjadi inspirasi bagi koperasi dalam memperbaiki manajemen dan pelayanan kepada masyarakat.
“Alangkah bagusnya, kita banyak belajar dengan Bank BRI. Bank BRI polanya sama, ada di semua pelosok pedesaan, sehingga barangkali kita bisa mengadopsi ilmunya,” ujar politisi NasDem asal Buleleng itu.
Nengah Senantara juga menyoroti bahwa di Bali, koperasi sering kali kurang terlihat perannya, berbeda dengan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yang justru berkembang pesat dan memiliki modal yang besar. Ia mencatat bahwa LPD dan Bank BRI, yang juga memiliki jaringan luas hingga ke pelosok desa, dapat dijadikan contoh untuk meningkatkan efektivitas koperasi di pedesaan.
Ia menyarankan Kementerian Koperasi dan UKM untuk belajar dari keberhasilan lembaga-lembaga ini agar pengelolaan koperasi dapat lebih optimal dan menghindari terulangnya kasus penghapusan buku dan tagihan di masa mendatang.
“Sehingga harapan kita, harapan saya, apa salahnya kalau kita belajar dengan orang-orang yang berhasil. Saya sangat berharap sekali, yang namanya penghapus bukuan, penghapus tagih itu tidak terjadi di kemudian hari,” katanya.
Sebelumnya Nengah Senantara menyoroti sejumlah program prioritas kementerian koperasi. “Seperti yang disampaikan, ada program prioritas Kementerian Koperasi, ada 11 ya, yang ke-12 ujung-ujungnya adalah penghapus bukuan kredit. Jadi ini pertanyaan besar buat kami, sehingga harapan saya nanti jangan sampai hanya pemaparannya, hanya di atas kertas, bagus semua, tetapi apa yang terjadi di kemudian hari jauh berbeda,” ungkapnya.
Nengah Senantara juga menambahkan bahwa meskipun koperasi diharapkan menjadi sokoguru perekonomian, kenyataannya koperasi justru sering mengalami kerugian. Ia menyoroti pentingnya perhatian khusus dari Menteri Koperasi dan UKM yang baru agar masalah-masalah sebelumnya tidak terulang. Senantara berharap ke depannya tidak ada lagi kasus penghapusan buku atau penghapusan tagihan, yang menurutnya menjadi indikator lemahnya pengelolaan koperasi.
“Nah Pak Menteri, kebetulan ini Pak Menteri baru juga di koperasi, saya berharap apa yang menjadi PR-PR terdahulu, menjadi catatan khusus. Sehingga nantinya harapan saya, Pak Menteri tidak memunculkan lagi angka 12, angka 12 yaitu pembebasan hapus buku dan hapus tagih,” bebernya.
Nengah Senantara menyatakan bahwa dari program kerja Kementerian Koperasi dan UKM, ia ingin memperoleh gambaran yang jelas, khususnya terkait program suplai bahan pokok dan makanan bergizi gratis. Ia mengkhawatirkan program tersebut pada akhirnya hanya akan berujung pada penghapusan utang atau penghapusan buku, seperti yang sering terjadi sebelumnya. Senantara juga berharap program ini tidak hanya menjadi kepentingan pemerintah semata, tetapi dapat mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat secara nyata.
“Nah saya khawatir nanti, seperti yang saya sampaikan tadi, ujung-ujungnya nanti ada di angka 12. Dan harapan saya tentu ini bukan menjadi kepentingan pemerintah saja, ada pesanan-pesanan khusus,” tegasnya.
Nengah Senantara juga menyoroti rencana penghapusan utang senilai 8,3 triliun rupiah yang disebutkan dalam pemberitaan. Ia mendukung penghapusan utang tersebut jika memang berasal dari petani atau masyarakat yang membutuhkan.
Namun, ia meminta penjelasan rinci dari Menteri Koperasi dan UKM mengenai sumber-sumber utang ini, karena ia khawatir sebagian besar utang mungkin berasal dari penyalahgunaan, baik oleh pengurus koperasi maupun pihak-pihak tertentu. Senantara berharap hal ini dapat menjadi perhatian serius agar masalah serupa tidak terjadi lagi di masa depan.
“Pada pertemuan berikutnya, saya minta Pak Menteri untuk menjelaskan, 8,3 triliun itu dari mana saja sumbernya? Karena saya khawatir, 8,3 triliun itu bukan bersumber dari petani saja, banyak bersumber dari penyalahgunaan, baik oleh pengurusnya, baik oleh titipan, dan lain sebagainya, sehingga ini juga menjadi catatan khusus, sehingga di kemudian hari tidak muncul hal yang sama,” harap Nengah Senantara. (wid)