Ilustrasi Bandara Bali Utara

Denpasar, (Metrobali.com)-

Dikutif dari financedetik.com, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pembangunan Bandara Bali Utara diikuti jalan tol sebagai akses penunjangnya. Luhut mengatakan biaya investasi proyek tersebut mencapai Rp 21 triliun.

“Kami baru bicara kemarin, Bandara Utara Bali akan dibangun dengan jalan tolnya, itu biayanya Rp 21 triliun, itu sudah kita mulai,” kata Luhut saat menjadi pembicara kunci di acara Kuliah Umum FEB UI secara virtual yang dikutip, Sabtu (19/9/2020).

Menurut pengamat ekonomi I Gde Sudibya putra kelahiran Desa Tajun Buleleng saat diminta konfirmasi mengatakan, statemen itu hanya janji janji surga dan mimpi di siang bolong.
Ia mengatakan, tantangan yang tidak mudah dan bahkan nyaris tidak mungkin, karena berbagai alasan.
Gde Sudibya yang telah mengamati dan mempelajari kondisi keuangan negara sejak wabah pandemi corona ini menanyakan dari mana sumber pendanaannya. APBN tahun 2020 saja defisit di atas Rp.1000 triliiun, jauh melampaui defisit yang sebenarnya dipersyaratkan dalam UU sebasar 3%.
“Apakah dari sumber pasar uang global? Rasanya juga tidak mungkin, karena industri pariwisata paling terpukul oleh pandemi ini di seluruh dunia, sehingga tidak layak untuk dibelanjai. Di samping itu, setiap negara sedang fokus untuk menyelamatkan negara bangsanya masing-masing dari risiko epidemi dan resesi ekonomi.
Apalagi, kata dia Industri pariwisata dunia saat ini sedang turun tajam, termasuk Bali yang mengalami paceklik pariwisata.
“Jangankan untuk investasi, untuk bisa bertahan hidup agar tidak mengalami kebangkrutan, bagi industri pariwisata Bali, sebuah pekerjaan yang amat sangat sulit,” kata pengat ekonomi politik ini.
Ia mengatakan, para ahli memperkirakan pariwisata pasca pandemi, paragdimanya sangat berbeda dengan sebelumnya, dengan cirinya” gelembung pariwisata “: berbasis kesehatan, G to G, berlingkup regional ( dengan negara tetangga ), ditutup kembali jika risiko kesehatan meninggi.
Gde Sudibya menyarankan, semestinya para pejabat publik bisa lebih menahan  diri dalam pemberian statement, untuk tidak dikesankan memberikan “mimpi di siang bolong ”  – day dreaming -, dan masyarakat lebih waspada dan kritis dalam mencerna banyak informasi, di tengah-tengah risiko epidemi yang terus meninggi dan beban ekonomi keluarga yang semakin berat dari hari ke hari.
Editor : Aditya Wardana