Keterangan foto: Ilustrasi Bandara

Kubutambahan, (Metrobali.com) –

Krama Desa Adat Kubutambahan menolak pembangunan bandara Bali Utara yang mempergunakan lahan milik Pura Ratu Hyang Pingit.

Penolakan itu tercermin dari tidak hadirnya bendesa adat Kubutambahan, Jro Pasek Warkandea dalam. Paruman Desa Adat Kubutambahan, Selasa 6 Oktober lalu yang digelar di jahe Pura Desa setempat.

Seperti diketahui Koster melalui perusahaan konsersium yang dibentuk terdiri atas PT Pembangunan Perumahan (PP), PT Angkasa Pura 1 dan Perusda Bali mengusung pembangunan bandara di darat mengikuti ide yang sejak awal diprakarsai PT Pembari yang dikomandani Suarjaya Linggih. Ide yang dijual Koster saat dia kampanye untuk merebut Bali 1 itu ternyata tidak berjalan mulus. Khusus dalam pengadaan lahan bandara itu Koster ingin agar lahan duwe pura di desa Adat Kubutambahan itu dijadikan lokasi bandara. Keinginan inilah yang ditentang krama desa adat setempat.

Paruman Desa Adat Kubutambahan yang digagas Wakil Bupati Buleleng Nyoman Sutjidra, Selasa 6 Oktober 2020 tidak sesuai harapan. Paruman yang diharapkan mampu menggolkan lahan tersebut tak berjalan mulus, karena tidak dihadiri bendesa Adat Kubutambahan, Jro Pasek Warkandea.

Adalah Ketut Markota krama Desa Adat Kubutambahan yang juga salah satu prejuru desa adat kepada Balikininet mengatakan pihaknya sangat menyayangkan ketidakhadiran Jro Pasek dalam paruman itu. Markota menolak jika dikatakan paruman itu digelar mendadak. Pasalnya sebelum paruman Jro Pasek susah dikasih tahu. Walaupun begitu Markota tetap menilai paruman itu sah tanpa kehadiran Jro Pasek.

“Ini sangat mengecewakan,” kata Markota saat dihubungi awak media. Markota menjelaskan paruman itu dimaksudkan untuk meminta ketegasan pihak desa adat tentang posisi lahan duwe pura itu. Memang betul lahan tersebut akan diambil provinsi Bali sebagai lahan untuk bandara tapi bukan untuk dikuasai, nantinya lahan itu akan dikembalikan ke desa adat. Untuk itu harus ada tanda tangan prajuru desa adat. Dikatakan paruman itu dihadiri seluruh komponen dalam desa adat ; desa malinggih 34 orang dan 108 desa dadia, jadi 95 persen sudah hadir karenanya paruman itu dianggap sah.

Markota mencurigai ketidakhadiran Jro Pasek terkait dengan proses pengalihan lahan itu kepada pihak ketiga. Disebut sebut lahan itu sudah digadaikan di sejumlah bank senilai Rp 1.4 T dan Jro Pasek ikut dalam proses itu, pasalnya tanpa tanda tangan Jro Pasek mustahil bank mau mencairkan dana itu. Dikatakan Markota lahan itu telah dikontrakan kepada PT Pinang Propertindo senilai Rp 4 miliar, tapi baru dibayar Rp 2.4 Miliar sisanya Rp 1.6 miliar sampai kini belum jelas kemana.

“Kami selaku krama mempertanyakan kemana sisa Rp 1.6 Miliar karena dalam telekonfren di kantor gubernur Bali tempo hari pihak pengontrak sudah bayar Rp 4 miliar,” jelas Markota.

Hal senada juga dilontarkan Dr Sujana Budhi yang juga krama desa adat Kubutambahan. Menurut Sujana paruman hari Selasa itu sah secara hukum, karena kepengurusan desa adat itu bersifat kolektifkologial. Jika ada media yang mengatakan tidak sah, menurut Sujana itu hasil rekayasa pihak lain.

“Kan ada juga pihak lain yang ingin bandara di darat dan membutuhkan lahan itu. Mereka inilah yang menggerakkan orang-orang tersebut,” sebut Sujana Budi yang juga masuk dalam kelompok ahli Gubernur Bali itu. Menurut Sujana ketidakhadiran Jro Pasek dalam paruman itu tidak ada pengaruhnya. Paruman itu tetap legal, ungkap tim ahli ekonomi gubernur Bali ini. Menurut Sujana kehadiran bandara di Kubutambahan dapat dipastikan akan mendongkrak ekonomi masyarakat setempat, karena itu harus didukung.

Dia sendiri mengakui dengan adanya paruman hari Selasa yang tidak dihadiri Jro Pasek itu akan mempengaruhi situasi keamanan di daerah. Pasti akan ada tindakan krama desa adat kepada bendesa adat, karena dia dianggap menghalangi keinginan pemerintah itu.

Dalam keterangan terpisahnya Arcana Dangin yang menyusun awig-awig Desa Adat Kubutambahan menilai tindakan yang dilakukan bendesa adat tidak hadir dalam paruman sangat tepat.

“Setiap paruman yang akan membahas aset desa adat harus dilakukan secara terbuka dan dihadiri seluruh prajuru dan. Krama desa adat. Tidak bisa dilakukan mendadak apalagi sembunyi-sembunyi.’

Arcana menegaskan lahan duwe pura seluas 370 hektare itu tidak boleh diutak- atik, apalagi dijual. Makanya apa yang diputuskan Jro Pasek itu sangat tepat. Hampir seluruh krama desa adat mendukung sikap bendesa yang menolak menjual lahan duwe pura. Resikonya luar biasa jika tanah duwe Ratu Hyang Pingit itu sampai dijual.

Penulis KS Wendra