JKBM1

Denpasar (Metrobali.com)-

Pemerintah Provinsi Bali akan menanggung premi bagi warga miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial terkait rencana integrasi program Jaminan Kesehatan Bali Mandara menuju Jaminan Kesehatan Nasional pada 2017.

Kepala Unit Pelayanan Terpadu Jaminan Kesehatan Masyarakat Bali I Gusti Ayu Putri Mahadewi, di Denpasar, Selasa (10/2), mengatakan memang berdasarkan amanah UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), pemerintah daerah berkewajiban membayarkan premi bagi warga miskin, penyandang PMKS, maupun bayi yang dilahirkan dari kelompok masyarakat tersebut.

“Istilahnya nanti mereka itu sebagai peserta Penerima Bantuan Iur (PBI) seperti halnya program Jamkesmas dulu yang dibayarkan melalui APBD,” ucapnya.

Sedangkan yang termasuk penyandang PMKS, ujar dia, di antaranya adalah gelandangan, pengemis, anak telantar, dan orang jompo.

Mahadewi mengemukakan, berdasarkan konsep yang saat ini masih dalam tahap penggodokan, konsep pembiayaan bagi PBI itu tetap dengan “sharing” dana antara Pemprov Bali dan pemerintah kabupaten/kota.

Nanti premi yang dibayarkan oleh pemerintah untuk kelompok PBI adalah premi kelas III yang saat ini besarnya Rp19.255, namun tidak boleh naik kelas. Berbeda halnya dengan premi kelas III bagi peserta mandiri yang memungkinkan naik kelas dengan besaran premi Rp25.500.

Sedangkan saat ini, Pemprov Bali dan pemerintah kabupaten/kota telah mengeluarkan dana untuk membayarkan premi sebesar Rp10 ribu per bulan bagi setiap peserta JKBM. Total kepesertaan JKBM untuk 2015 sebanyak 2,8 juta jiwa.

“Terkait dengan upaya integrasi JKBM ke JKN, nanti pemerintah kabupaten/kota bertugas melakukan pendataan, sedangkan pemerintah provinsi melakukan sanding data dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,” kata Mahadewi.

Di sisi lain, tambah dia, bagi masyarakat pemegang kartu JKBM saat ini yang ekonominya tergolong mampu diharapkan dapat beralih menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional secara mandiri.

“Kami juga akan meningkatkan sosialisasi ke masyarakat supaya peralihan dari JKBM ke JKN itu nantinya tidak sampai menimbulkan gejolak di masyarakat,” ucapnya.

Bahkan mulai Maret 2015 pihaknya bekerja sama dengan pengelola JKBM di kabupaten/kota dan tokoh-tokoh masyarakat akan berkeliling menyosialisasikan perihal integrasi JKBM ke JKN, di samping pihaknya juga menunggu hasil validasi data dari pemerintah kabupaten/kota.

Mahadewi mengingatkan, sesuai dengan UU, apabila masyarakat mampu, namun hingga tahun 2019 tidak mempunyai jaminan kesehatan, nanti dapat terkena sanksi publik yakni tidak mendapatkan pelayanan KTP, kartu keluarga, paspor dan sebagainya. AN-MB