Badung (Metrobali.com) 

 

Menyikapi keprihatinan dunia atas maraknya kasus cacar monyet di Kongo yang mendorong Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan status Darurat Kesehatan Masyarakat Internasional (PHEIC), Bali gencar meningkatkan langkah antisipasi.

Kepala Balai Besar Karantina Kesehatan (BBKK) Denpasar, Anak Agung Ngurah Kusumajayaya, menegaskan Bali dalam kondisi siaga tinggi, khususnya di Bandara Internasional Ngurah Rai.

“Kami telah memperkuat langkah-langkah pemeriksaan kesehatan di Bandara Ngurah Rai. Kementerian Kesehatan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi untuk mengintegrasikan data kesehatan ke dalam satu aplikasi dengan pihak imigrasi dan bea cukai untuk mencegah duplikasi entri data yang dapat menyebabkan keterlambatan,” kata Kusumajayaya pada Selasa, 20 Agustus 2024.

Ia menjelaskan, pihak bandara tetap menerapkan pemeriksaan kesehatan ketat, termasuk pemasangan thermal scanner. “Bagi yang suhu tubuhnya di atas 37,5°C akan dilakukan pemeriksaan lanjutan. Jika ada gejala potensi cacar monyet, akan dilakukan tindakan medis yang sesuai,” imbuhnya.

Hingga saat ini, belum ditemukan kasus cacar monyet di Bali. “Kami belum menemukan kasus terduga cacar monyet, dan kami berharap Bali tetap aman,” Kusumajayaya meyakinkan.

Terkait perkembangan tersebut, Juru bicara Angkasa Pura I Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Yuristo Ardhi Hanggoro, membenarkan bahwa tiga thermal scanner masih beroperasi. “Kami memiliki tiga thermal scanner di area kedatangan internasional, dua di bagian VOA dan satu di dekat eskalator di Gate 1A,” kata Hanggoro pada Selasa, 20 Agustus 2024.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI baru-baru ini memperbarui data kasus Cacar Monyet (Mpox). Dilansir dari kemkes.go.id, hingga Sabtu, 17 Agustus 2024, terdapat 88 kasus terkonfirmasi di Indonesia. Kasus-kasus tersebut tersebar di DKI Jakarta (59 kasus), Jawa Barat (13 kasus), Banten (9 kasus), Jawa Timur (3 kasus), Daerah Istimewa Yogyakarta (3 kasus), dan Kepulauan Riau (1 kasus).

Dari kasus yang terkonfirmasi, 87 orang telah pulih. Jumlah kasus mingguan tertinggi terjadi pada Oktober 2023.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, dr. Yudhi Pramono, MARS, mencatat 54 kasus terkonfirmasi telah menjalani Whole Genome Sequencing (WGS) untuk mengidentifikasi varian virus tersebut. “Ke-54 kasus tersebut teridentifikasi sebagai Clade IIB yang memiliki tingkat kematian lebih rendah dan penularan utamanya melalui hubungan seksual,” jelas dr. Yudhi saat jumpa pers pada Minggu, 18 Agustus 2024.

Menurutnya, virus cacar monyet memiliki dua klade yakni, Klade I dari Afrika Tengah (Cekungan Kongo) dan Klade II dari Afrika Barat. Klade I memiliki tingkat kematian kasus (CFR) yang lebih tinggi dan ditularkan melalui berbagai cara, sedangkan Klade II, dengan CFR yang lebih rendah, sebagian besar menyebar melalui hubungan seksual selama wabah tahun 2022.

Dr. Prasetyadi Mawardi, SPKK(K), dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI), membenarkan bahwa Klade I belum terdeteksi di Indonesia. Negara ini baru mencatat kasus Klade II sejak 2022.

Sebagai tindakan pencegahan, katanya Kementerian Kesehatan melakukan pengawasan di seluruh fasilitas kesehatan, bekerja sama dengan komunitas HIV/AIDS, dan mendirikan 12 laboratorium rujukan nasional untuk pengujian Mpox. Penanganannya meliputi terapi simtomatik, dengan kasus berat memerlukan rawat inap, sedangkan kasus ringan dapat menjalani isolasi di rumah dengan pengawasan kesehatan setempat.

Dr. Yudhi menyarankan masyarakat untuk menghindari kontak langsung dengan lesi kulit dan tidak berbagi barang pribadi seperti handuk dan pakaian. Ia juga menyarankan agar siapa pun yang mengalami gejala seperti ruam pustular atau koreng pada kulit segera mencari pertolongan medis.

(Jurnalis : Tri Widiyanti)