swasembada pangan

Mataram (Metrobali.com)-

Pemerintah Provinsi Bali bertekad mengoptimalkan sektor pertanian guna mengejar target swasembada pangan tahun 2017.

“NTB sudah swasembada pangan sedangkan Bali baru berencana mencapai target swasembada pangan tahun 2017,” kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemprov Bali, I Ketut Sukra Negara dalam studi banding Biro Humas Pemprov Bali bersama sejumlah awak media di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kamis (12/3).

Upaya optimalisasi itu salah satunya dilakukan dengan menengok keberhasilan pertanian di Bumi Gora itu yang sukses mengembangkan pertanian dengan sistem gogo rancah atau disingkat Gora pada lahan kering.

Selain itu, ujar Sukra, pihaknya juga akan lebih memfokuskan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanian yang selama ini lebih terpusat pada sektor pariwisata.

“Selama ini SDM di Bali sebagian besar terfokus pada pariwisata. Ke depan ini harus difokuskan SDM di bidang pertanian,” ucapnya.

Dari studi banding di NTB didapatkan bahwa provinsi tetangga Pulau Dewata itu bahkan kini surplus dalam tiga komoditas pangan unggulan di antaranya padi, jagung dan kedelai secara nasional yang dihasilkan di dua pulau besar di NTB yakni Pulau Lombok dan Sumbawa.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura NTB, Haji Mokhlis menjelaskan bahwa selama tahun 2014, provinsi itu surplus beras sebesar 761.006 ton yang didistribusikan ke sejumlah daerah di antaranya Bali, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur.

Sedangkan total kebutuhan yang terpenuhi di daerah itu sebanyak 553.683 ton dari total produksi beras/pipilan kering/biji kering sebanyak 1.314.869 ton.

Begitu pula dengan produksi jagung tahun 2014 yakni sebanyak 660.982 ton dengan kebutuhan mencapai 7.025 ton sehingga total surplus sebanyak 653.957 ton.

Sementara itu untuk komoditas kedelai total produksinya mencapai 86.684 ton dengan jumlah kebutuhan mencapai 36.596 ton, sehingga kedelai di daerah itu surplus sebesar 50.088 ton.

Bercermin dari produktivitas pertanian itu, NTB, kata dia, optimistis bisa mencapai nilai tukar pertanian (NTP) yang ditargetkan mencapai 20-30 persen tahun 2015 dari total 2 juta ton hasil produksi saat ini.

“Itu bisa kami penuhi salah satunya dengan memenuhi sarana produksi jaringan irigasi tersier yang akan diperbaiki,” katanya.

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat total produksi padi atau gabah kering giling (GKG) selama tahun 2014 mencapai 857.944 ton.

Jumlah itu menurun sebesar 2,74 persen atau sekitar 24.148 ton karena luas lahan yang berkurang akibat musim kemarau tahun 2013.

Suplai beras tersebut tak hanya memenuhi kebutuhan sekitar empat juga penduduk di Bali dan belum termasuk wisatawan domestik dan mancanegara.

Sehingga Pulau Dewata masih bergantung pada beras produksi daerah lain di antaranya dari NTB dan Jawa.

Sementara itu kedua provinsi bertetangga tersebut juga menghadapi permasalahan krusial yang sama yakni keterbatasan atau rusaknya saluran irigasi dan alih fungsi lahan.

Alih fungsi lahan di NTB, kata dia mencapai 350 hingga 400 hektare per tahun.

Sedangkan Bali mengalami alih fungsi lahan sekitar 750 hingga 1.000 hektare per tahun akibat gencarnya sektor pariwisata.

Terkait terbatasnya saluran irigasi di Pulau Dewata, sebagian besar disebabkan karena air bawah tanah di Bali digunakan oleh kalangan pariwisata. AN-MB