Hari ini, Jumat, 18 April 2024, raina Sugian Bali, lima hari menjelang HR.Galungan.
Momentum untuk melakukan refleksi terhadap krisis yang terjadi, krisis dalam pengelolaan sampah, dalam fenomena Bali mengalami darurat sampah. Persoalan sampah berlarut-larut, tidak kunjung dicarikan solusi, solusi sebatas wacana, “omon-omon”, negara nyaris tidak hadir, dalam menyediakan jasa “public utilities”, yang diwajibkan konstitusi.

Dana negara tersedia cukup, demikian juga teknologi mutakhir dalam pengeloaan sampah, yang barangkali kurang, minus komitment dari pejabat publik untuk memberikan prioritas tinggi dalam pengelolaan sampah.APBD sarat dengan “politicking”, cara mudah untuk menyalurkan dana negara dalam bentuk bansos dan sejenisnya, untuk tujuan elektabilitas, dan atau memperoleh pengakuan palsu, dengan “menyuap” masyarakat yang secara umum awam, tentang hak dan kewajibannya, dalam proses demokrasi muda”uji coba”.

Krisis sampah yang berlarut-larut, bisa saja direlasikan dengan “sampah” masyarakat yang menjadi fenomena umum dalam masyarakat yang penuh anomali, kekacauan sosial dewasa ini “Sampah” masyarakat dalam beberapa kategori, menyebut beberapa, pertama, merujuk pemikiran raja Bali pertama, Cri Kesari Warmadewa, yang memimpin Bali tahun 914, menurut Prasasti Blanjong, “sampah” masyarakat adalah pemimpin yang tidak berguna, karena tidak bermanfaat buat masyarakat. Pemimpin menurut Ida Dalem, pada hakekatnya telah “mati” karena tidak menjalankan swadharma kepemimpinan. Kedua, dalam Prasasti tua Desa Buahan, Desa di sisi Barat Danau Batur, kawasan “nemu guru” Gunung – Danau Batur, di mana kekuatan Tuhan Wisnu “mecihna”. Tertulis sastra kepemimpinan: Sira Prabu, Kasahiwan, Wisnu Murthi, Mukti Yasa, Pengkweng, Dharma Anyar. Pemimpin, pembawa misi kemulyaan buat masyarakatnya, sesuai “titah” Tuhan Wisnu. Kalau mereka melanggar sesana kepemimpinan, sejarah akan mencatat,pemimpin yang “tilar ring sesana” identik dengan “sampah” masyarakat.Ketiga, “sampah” masyarakat, mereka yang tidak berguna dengan lingkungannya, menyumbat, menghambat berlakunya aturan hukum, melanggar etika dan moralitas kehidupan.

Jro Gde Sudibya, intelektual Bali, penulis buku Agama Hindu dan Kebudayaan Bali.