Mangupura (Metrobali.com) 

Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menggelar Rapat Koordinasi Strategi Pelaksanaan Hukum, Sidak dan Uji Kepatuhan (Due Dilligence) Satgas Pemberantasan Sindikat Ilegal Pekerja Migran Indonesia, di Kuta, Selasa (27/4/2021) malam.

Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani menjelaskan, kegiatan ini membahas strategi penegakan hukum, sidak, dan uji kepatuhan oleh Satgas Pemberantasan Sindikat Pekerja Migran Indonesia.

“Karena kita sedang serius memerangi para sindikat penempatan ilegal yang terus dengan bisnis kotornya menempatkan pekerja secara ilegal atau tidak resmi, yang tentu mengandung risiko yang sangat tinggi,” katanya disela-sela kegiatan tersebut di The Stones Hotel, Legian, Selasa (27/4/2021).

Terkait keberadaan PMI, ia mengakui Pekerja Migran Indonesia asal Bali cenderung ‘zero case’.

“Bali sangat spesifik, karena mereka (PMI) memilih bekerja sebagai awak kapal pesiar, kemudian perhotelan, dan juga SPA therapist. Dan Bali juga, karena pilihan-pilihan pekerjaan di sektor formal itu, dengan bekal status pendidikan yang cukup bagus, SMA/SMK kemudian D-3, D-1, Bali bisa dikatakan zero masalah,” katanya.

“Jadi tidak pernah ada laporan terkait masalah-masalah yang selama ini umum dialami oleh PMI. Misalnya kekerasan fisik, kekerasan seksual, gaji yang tidak dibayar sesuai kontrak, jam kerja, itu tidak ada Bali,” imbuhnya.

Hal ini kata Benny bisa dicontoh daerah lain yang selama ini memiliki angka PMI cukup signifikan.

Menurutnya, daerah pemasok PMI seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat harus mulai berpikir untuk menempatkan Pekerja Migran Indonesianya di sektor formal.

Langkah tersebut dianggap upaya meminimalisasi persoalan yang bakal dialami PMI di negara penempatan.

“Ini tentu harus menjadi role model sebetulnya dari daerah-daerah lain untuk menempatkan pekerja di sektor-sektor formal, dan ke negara yang Undang-Undang perlindungan pekerjanya cukup memberikan jaminan keamanan bagi pekerja kita,” sebutnya.

Ketua Harian Gugus Tugas Pemberantasan Sindikat Ilegal Pekerja Migran Indonesia, Komjen Pol. (Purn.) Suhardi Alius pada kesempatan yang sama mengatakan, pihaknya mendukung upaya pemberian perlindungan maksimal bagi PMI.

“Kenapa? Mereka adalah pahlawan-pahlawan devisa. Angkanya besar sekali antara yang dark number atau ilegal dengan legal, lebih besar yang ilegalnya,” bebernya.

“Kalau ilegal itu mereka mendapatkan perlakuan sewenang-wenang di luar. Inilah semangat dari Kepala BP2MI untuk bersama-sama kita mitigasi dari hulu sampai hilir,” sambungnya.

Suhardi Alius menyebut, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia harus semakin gencar disosialisasikan.

Tujuannya, agar terbangun sinergitas komprehensif dengan pemerintah daerah.

“Tadi disampaikan, bagaimana pelatihan-pelatihan diberikan kepada para calon pekerja migran. Karena yang berpendidikan dan tidak berpendidikan, itu beda perlakuannya. Yang ilegal, dia tidak mendapatkan hak-haknya. Ini yang mesti kita tuntaskan,” katanya.

“Malam ini kita bicara penindakan. Aspek penegakan hukum, aspek sidak, dan aspek due dilligence. Karena tidak mungkin kita menuntaskan masalah tanpa penindakan. Tidak ada efek jera. Semua ini ada di daerah,” pungkas mantan Kepala Badan Penanggulangan Terorisme (BNPT) tersebut. (hd)