Ket foto : Jro Gde Sudibya

Tinjauan kritis terhadap Proyek Pakir Bertingkat di kawasan Pura Besakih, PKB di Desa Gunaksa Klungkung dan Rencana Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi.

Modernisme, industrialisme dan kemudian globalisme telah melahirkan trasformasi ekonomi dan sosial pada masyarakat di seluruh dunia, termasuk masyarakat Bali.
Untuk Bali, industrialisasi di sektor pariwisata semenjak pertengahan tahun 1970’an, yang membuat industri pariwisata menjadi mesin pertumbuhan (egine of growth), dan sekaligus “penghela” transformasi sosial ekonomi.
Ekonomi Bali terus bertumbuh, ada masa pertumbuhan ekonomi Bali di era 1980’an lebih tinggi dan paling tidak sama dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional.
Kemanfaataan ekonomi dirasakan masyarakat dan juga biaya sosialnya.
Menyebut saja beberapa biaya sosial ini: masyarakat banyak kehilangan tanah leluhurnya (tanah merupakan identitas, kebanggaan dan wahana untuk berkebudayaan), ekonomisme kehidupan yang semakin menonjol, menurunkan semangat solidaritas dan juga kualitas karakter.
Timbul pertanyaan reflektif kritis, selama industrialisasi pariwisata yang berlangsung selama 4 dasa warsa dan transformasi sosial ekonomi yang menyertainya, apakah masyarakat Bali kalah atau menang dalam proses panjang transformasi sosial ekonomi yang dimaksud?.
Diproduksikan wacana Ajeg Bali, yang bisa ditafsirkan ganda: kemenangan masyarakat Bali dalam pertarungan ekonomi, politik dan sosial kultural.
Di sisi lain ada yang mengartikan wacana ini, sebatas menutupi merosotnya kepercayaan diri karena kekalahan dalam persaingan, upaya pelarian diri dan bersembunyi di atribut-atribut luar untuk menunda kekalahan.
Modernisme, industrialisme, globalisme dan kemudian “paham” teknologi IT yang merupakan “anak” kandung dari revolusi algorithma, membuat masyarakat Bali selalu berada di persimpangan jalan, dan semestinya selalu tertantang untuk melakukan pilihan keputusan untuk bisa menang dalam percaturan peradaban dan tidak terjerembab sebagai pecundang.
Dalam konteks ini, sejarah akan mencatat sebut saja apakah proyek parkir bertingkat di Besakih akan dimenangkan oleh pertimbangan kapitalisme pariwisata dan mengorbankan spiritualisme.
Dalam proyek Pusat Kebudayaan Bali di Desa Gunaksa Klungkung akan dimenangkan oleh ekonomisme kehidupan yang lahir dari kapitalisme pariwisata dengan mengorbankan keselamatan lingkungan dan juga kreatifitas berkesenian masyarakat.
Dalam rencana proyek jalan tol Gilimanuk – Mengwi, akan mengorbankan ratusan hektar sawah dengan sistem subaknya, meminggirkan masyarakat lokal dari rumahnya sendiri, mengingkari konsepsi ideal dari Pembangunan Bali Berkelanjutan – Bali Sustainable Development- dari para pemimpin sebelumya, “menghianati” spirit dan konsepsi dasar pembangunan berbasis kebudayaan, semata-mata untuk pertumbuhan ekonomi (yang tidak dinikmati masyarakat pendukung budaya) dan menciptakan citra modern (palsu) yang sudah ditinggalkan di banyak belahan dunia.

Jro Gde Sudibya, pengamat ekonomi dan kebudayaan serta pengamat kecendrungan masa depan (trend watcher).