Denpasar (Metrobali.com)-

Sekaha Baleganjur “Diva Mardanggam” Desa Pakraman Denpasar duta Kota Denpasar dalam ajang parada baleganjur iringan tari, tampil begitu atraktif. Diasaksikan ribuan pasang mata, sekeha ini menyuguhkan sebuah garapan yang bernafaskan paras-paros berjudul “Sabda Panditha Ratu”, Jumat (29/6) di panggung terbuka ISSI Denpasar. Hadir menyaksikan Sekda Denpasar A.A Ngr. Rai Iswara, Kadis Kebudayaan Md. Mudra dan pipimnan SKPD.

Dengan balutan busana kemeja putih plus sedikit sentuhan variasi bordir dikombinasi dengan kemben hitam saput merah dengan udeng sedikit ngenjik warna merah jingga. Penampilan duta Kota Denpasar ini terlihat cukup mentereng. Tampil di urutan pertama, Diva Mardanggam langsung menggebrak dengan jurus rereongan kemudian disusul kendang, tawa-tawa, gong, kempur dan cengceng serta perangkat gamelan lainnya. Lagu dengan melodi yang digarap indah mampu diterjemahkan oleh para pemain yang bergerak begitu atraktif dengan beragam formasi dan penuh penjiwaan. Tidak salah jika seluruh penonton yang memenuhi panggung ISSI Denpasar serentak memberi tepuk tangan yang meriah kepada duta Denpasar ini.

Agem, tandang, tangkep dengan tempo yang terjaga mampu menciptakan sebuah kerjasama yang apik antara gamelan dengan gerakan para penari yang malam itu tampil begitu lugas. “Sabda Pandita Ratu” sebuah garapan yang menceritakan tidak kunjung sembuhnya seorang putri dari raja pemecutan I Gusti Ngurah Made Pemecutan yang bernama Gusti Ayu Made Rai. Akibat penyakit yang dideritanya sang Raja tidak pernah henti untuk memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar putri tercintanya diberi kesembuhan.

Akhirnya pada suatu hari muncullah sabda Hyang Kuasa agar sang Raja segera menggelar sayembara. Isinya, barang siapa yang berhasil menyembuhkan putri Raja jika perempuan akan diangkat menjadi anak angkat Raja dan jika laki-laki akan dijodohkan dengan putri Raja. Berita inipun sampai ketelinga seorang Syekh (guru spiritual) di Jawa tepatnya Yogyakarta yang kemudian mengirim murid kesayangannya Pangeran Cakraningrat yang berasal dari Bangkalan Madura.

Dengan segenap kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki akhirnya Pangeran Cakraningrat berhasil menyembuhkan sang Putri dan merekapun dinikahkan. Menyatunya dua budaya yang berbeda dalam satu ikatan pernikahan merupakan sebuah diamika yang mampu disatukan demi terwujudnya sebuah keharmonisan rumah tangga. Tema ini berhasil ditransformasikan kedalam bentuk sebuah garapan balaganjur tari yang sarat dengan nuansa kreatifitas dalam bentuk gerak dan tari serta terkandung makna religius seperti; filsafat, etika, estetika dan taksu. Keberhasilan ini juga tek terlepas dari kejelian seorang seniman yaitu Widanta dan Adi Wiranata selaku penata tabuh, Kadek Budiartha, Wayan Juana selaku penata Tari, Sekeha Balaganjur Diva Mardanggam selaku penyaji serta Dinas Kebudayaan Kota Denpasar. SDN-MB