Denpasar, (Metrobali.com)-

Pengarusutamaan gender (PUG) melalui program, kegiatan maupun sub kegiatan pembangunan yang direncanakan dan dilaksanakan oleh perangkat daerah tidak boleh sendiri-sendiri. Pengarusutamaan gender harus dilakukan secara kolaboratif dalam artian direncanakan, dianggarkan, dilaksanakan, diawasi, dievaluasi dan dilaporkan melalui kerja sama untuk menelurkan ide dan menyelesaikan masalah gender menuju visi bersama.

Hal itu dikatakan Asisten Deputi (Adep) Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Dr. Dewa Ayu Laksmiadi Janapriati, M.Par ketika tampil menjadi narasumber pada Lokakarya Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) di Lingkungan Pemprov Bali yang Responsif Gender Tahun 2025 bertempat di Hotel Swissbel, Watu Jimbar, Sanur, Jumat, 5 April 2024.

Kolaborasi adalah bentuk kerja sama, interaksi, kompromi beberapa elemen yang terkait, baik individu, lembaga dan atau pihak-pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung yang menerima akibat dan manfaat dari suatu program, kegiatan maupun sub kegiatan.

Nilai-nilai yang mendasari sebuah kolaborasi adalah tujuan yang sama, kesamaan persepsi, kemauan untuk berproses, saling memberikan manfaat, serta kejujuran. “Jadi, dalam mengarusutakan gender semua perangkat daerah di Pemprov Bali ini harus berkolaborasi, mengacu ke satu tujuan yang oleh Bapak Pj Gubernur disebut dengan ngeromba,” kata Laksmiadi.

“Banyak manfaat yang akan didapatkan apabila melakukan kolaborasi dalam pengarusutamaan gender karena masalah akan terpecahkan dengan lebih menyeluruh, lebih baik dan lebih cepat,” katanya lagi.

Selain kolaborasi, Laksmiadi juga mengingatkan pentingnya tiga kunci sukses PUG, yakni komitmen pimpinan, keberadaan Aparatur Sipil Negara (ASN) selaku agen perubahan, dan ketersediaan sumber daya manusia (SDM).

Komitmen pimpinan kuat namun tidak ada yang mengerjakan, tidak akan ada hasil. Demikian juga ASN selaku agen perubahan tersedia namun komitmen lemah, hasilnya tidak optimal. Jika keduanya tersedia namun tidak tersedia SDM yang memahami dan menggerakkan PUG tidak akan berhasil. Satu saja tidak ada, tidak akan bisa jalan.

Sebagai contoh pengarusutamaan gender di sektor pendidikan Bali yang berdasarkan data statistik masih menunjukkan adanya ketimpangan rata-rata lama sekolah antara penduduk perempuan dengan laki-laki, yakni antara 72% berbanding 64%. Kolaborasi, komitmen pimpinan, ketersediaan agen perubahan dan SDM penggerak PUG sangat diperlukan dari berbagai perangkat daerah seperti dinas pendidikan, dinas kesehatan, dinas pemberdayaan masyarakat desa, dinas sosial, dinas perdagangan dan prindustrian dan lainnya.

Lokakarya ini berlangsung selama 2 (dua) hari yakni tanggal 4 dan 5 April 2024. Selain Asdep PUG Bidang Ekonomi Kementerian PPPA, juga tampil sebagai narasumber pakar PUG pusat Dr. Jusuf Supiandi, Kabid Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Bappeda Provinsi Bali Ida Bagus Gede Wesnawa Punia dan Kadis Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Bali Luh Ayu Aryani.

Kontributor              : I Dewa Putu Gandita Rai Anom