Denpasar (Metrobali.com)-

Ketua Komisi A DPRD Bali Made Arjaya meminta kepada yang terlibat dalam kasus Gugatan Gubernur Bali Mangku Pastika terhadap Bali Post jangan menarik-narik rakyat lagi untuk ikut dalam perseteruan ini. ‘’Kedua belah pihak kan sudah sepakat di dalam penyelesaian kasus ini lewat jalur hukum, maka keduanya mesti menghormati hukum,’’ kata Arjaya di Gedung DPRD Bali, Kamis (19/7).

Arjaya mengatakan, jika ada merasa yang tidak puas akan keputusan hakim tersebut, ada jalur lain yakni melakukan banding. ‘’Vonis hakim sudah tepat, karena sudah berdasarkan fakta-fakta hukum seperti terungkap dalam persidangan,’’ tambahnya.

Politisi PDI Perjuangan asal Sanur ini mengatakan, perseteruan antara Gubernur Bali Mangku Pastika dengan Harin Umum Bali Post ini adalah orang per-orang. Karena itu, ia minta kepada masyarakat Bali jangan ikut terpancing dan terpengaruh opini tertentu. ‘’Biarkan persoalan itu diselesaikan secara hukum,. Kan ada lanjutan hukum berupa banding, jika para pihak merasa tidak puas dengan keputusan hakim,’’ kata Arjaya.

Dalam kasus ini, kata Arjaya, tidak ada kalah dan menang. Mencuatnya kasus ini sebagai sebuah pembelajaran kepada masyarakat. Pemerintah Provinsi Bali dalam hal ini Gubernur Bali Made Mangku Pastika, agar lebih berhati-hati berkomentar di media. Begitu juga sebaliknya, pers juga mendapat pelajaran yang sangat berarti. ”Di sini pemerintah dan pers sama-sama mengedepankan profesionalisme dan lebih  berhati-hati menyikapi sebuah permasalah. Semua pihak mestinya mengedepankan logika, jangan emosional,” kata Vokalis DPRD Bali ini.

Sebelumnya diberitakan, sidang gugatan Gubernur Bali Made Mangku Pastika kepada Harian Umum Bali Post. Selasa (17/7) berlangsung tegang. Hasil keputusan hakim bahwa gugatan  Gubernur Bali Made Mangku Pastika dengan Bali Post terkait pemberitaan yang dianggap tidak benar yang berjudul “ Pasca Bentrokan Kemuning – Budaga , Gubernur : Bubarkan saja Desa Pakraman dimenangkan oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika. Perbuatan para tergugat dianggap melawan hukum . Hal ini disampaikan oleh Hakim Ketua Amzer Simanjutak , SH saat membacakan putusan, Senin (17/7) .
“ Menyatakan bahwa perbuatan para tergugat tersebut merupakan perbuatan melawan  hukum . Menyatakan , perbuatan para tergugat , membuat , membiarkan pemberitaan, bahwa Gubernur Bali akan membubarkan Desa Pakraman melalui media Bali Post telah meresahkan tokoh-tokoh adat dan agama serta masyarakat Bali, “ kata Hakim Ketua dalam petikan pembacaan putusan.

Dalam putusan ini, majelsi hakim mengatakan, menghukum para tergugat secara bersama-sama, untuk melakukan permohonan permintaan maaf kepada penggugat ( Gubernur Bali Made mangku Pastika ), Desa Pakraman khususnya, dan seluruh masyarakat Bali pada umumnya dengan ukuran satu halaman penuh , pada halaman 1 atau halaman muka, merupakan berita utama , pada media massa Harian Bali Post dengan pemberitaan 6 hari secara berturut-turut .

Sementara media massa lainnya,  Bali Post juga diminta minta maaf secara berturut-turut seperti  Warta Bali sebanyak 2 kali , Harian Fajar Bali sebanyak 1 kali , harian Nusa Bali sebanyak 2 kali , Harian Bali Tribune sebanyak 2 kali, dan Harian Radar Bali sebanyak 1 kali, sejak putusan ini mempunyai Hukum tetap .

Sementara para tergugat juga wajib membayar uang paksa sebesar Rp 2.000.000 perhari setiap keterlambatan selama tergugat terlambat melakukan permohonan maaf kepada penggugat, sejak putusan mempunyai hukum tetap . Untuk Biaya perkara sebesar Rp 391.000.

Sementara kuasa hukum Bali Post, Suryatin Lijaya memastikan pihaknya akan mengajukan banding. Pasalnya, Suryatin menegaskan jika keputusan hakim mengandung kekeliruan.

“Kami akan menyatakan banding. Dalam keputusan ini, kami melihat ada kekeliruan dalam menafsirkan fakta maupun dalam penerapan hukum,” jelas Suryatin.

Perlu diketahui, bahwa tergugat 1 adalah Pimpinan Redaksi/Penanggungjawab, Nyoman Wirata, Tergugat 2, PT.Bali Post dan Tergugat 3, wartawan Bali Post , Ketut Bali Putra Ariawan. Ikuti juga perkembangan berita-berita selanjutnya. SUT-BOB-MB