4 Srikandi FH Undiknas University Luncurkan 4 Buku
Rektor Undiknas Universty, Prof. Sri Darma, foto bersama saat acara Peluncuran Buku oleh 4 Srikandi FH Undiknas University.
Rektor Undiknas Universty, Prof. Sri Darma, foto bersama saat acara Peluncuran Buku oleh 4 Srikandi FH Undiknas University.
Denpasar (Metrobali.com)-
Empat srikandi di Fakultas Hukum Undiknas University, meluncurkan 4 buah buku, Senin (23/10), di Auditorium Perdiknas Denpasar.
Selain peluncuran 4 buah buku ini, juga dilakukan bedah buku yang ditulis Gung Tini. Salah seorang pembedah, Arist Merdeka Sirait menyatakan, kasus kejahatan seksual dalam kurun waktu 5 tahun terakhir berada dalam situasi darurat kejahatan seksual. Bentuknya beragam, ada yang sodomi dan juga bergerombol.
Menanggapi buku yang ditulis Gung Tini, Arist memberi saran agar Ketua Perdiknas itu turun ke lapangan, untuk mengumpulkan fakta-fakta yang dapat menyimpulkan bahwa, perlindungan hukum maksimal bagi para korban “predator” kejahatan seksual.
“Selama ini proses hukumnya hanya memfokuskan pada pelakunya saja. Korbannya ini lalu bagaimana. Maka dari itu, perlindungan hukum dan rehab psikologis para korban harus lebih maksimal karena jika tidak maka masa depan anak-anak korban kekerasan seksual akan semakin suram”, ungkap Arist yang juga Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak ini.
Dikatakannya juga, kasus-kasus kekerasan seksual pada anak khususnya pedofilia, banyak terjadi di kota-kota wisata termasuk Bali sehingga para pelaku “predator” kejahatan seksual ini telah menganggap Indonesia sebagai surga pedofilia. “Ini akibat lemahnya penegakan hukum di Indonesia”, ungkapnya.
Oleh karena itu, Arist sepakat dengan apa yang ditulis Gung Tini dalam bukunya, bahwa pemerintah harus hadir dalam persoalan ini, khususnya untuk memberikan perhatian yang lebih serius kepada para korbannya. “Jika para korban ini tidak ditangani lebih serius, maka akan muncul pelaku pedofilia yang baru”, tegasnya.
Keempat srikandi beserta judul bukunya tersebut adalah, Dr. Anak Agung Ayu Ngurah Tini Rusmini Gorda, SH., MH., dengan buku yang berjudul “Hukum Perlindungan Anak Korban Pedofilia”.
Srikandi berikutnya, Dr. Ni Nyoman Juwita Arsawati, SH., MH., dengan judul buku “Menyoal Sanksi Pidana Anak yang Berkonflik dengan Hukum”, Anak Agung Ayu Ngurah Sri Rahayu Gorda dengan judul buku “WRDDHI GRHIYAD Prinsip Perjanjian Kredit Menurut Hind”, dan srikandi keempat adalah Dr. Ida Ayu Sadnyini, SH., MH., dengan judul buku “Sanksi Perkawinan Terlarang di Bali Dulu dan Kini”.
Salah seorang srikandi penulis buku, Anak Agung Ayu Ngurah Tini Rusmini Gorda, menyatakan peluncuran buku keempat srikandi ini, juga merupakan bentuk penghormatan kepada Almarhum Prof. Gorda sebagai salah seorang pendiri Undiknas.
Bahwa ide-ide Prof. Gorda dalam memajukan pendidikan dan melahirkan lembaga pendidikan seperti Undiknas, Perdiknas dan STIE Satya Dharma, akan terus menjadi inspirasi dan semangat bagi generasi penerusnya untuk memajukan dunia pendidikan dan melahirkan sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif, namun memiliki etika dan norma yang sesuai Pancasila.
“Dalam momentum ini saya ingin memberi makna khusus bagi seseorang yang paling saya cintai dan yang menyayangi saya. Beliau wafat 10 tahun yang lalu, dan ia adalah ayah saya, Prof. Gorda. Ini adalah salah satu cara saya bersama tiga teman saya untuk mempersembahkan empat buah buku ini”, ungkap Dr. Anak Agung Ayu Ngurah Tini Rusmini Gordan SH., MH., saat diwawancarai sebelum acara peluncuran buku dan bedah buku dilaksanakan.
Lebih lanjut perempuan yang biasa dipanggil Gung Tini ini menyatakan, alasan Ia mengangkat judul “Hukum Perlindungan Anak Korban Pedofilia”, karena menilai kasus kekerasan seksual pada anak khususnya pedofilia, semakin tinggi di Indonesia.
“Pedolifia itu sangat fundamental merusak mental dari korban itu sendiri”, tegasnya. Secara hukum, penanganan terhadap kasus-kasus pedofilia sudah cukup baik kepada para pelakunya.
Bahkan Pemerintah sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak, telah menambah hukuman tambahan berupa hukuman kebiri bagi pelakunya. Tetapi menurut Gung Tini, vonis kepada pelaku itu, belum mampu menyelesaikan persoalan terkait kasus pedofilia, terutama kepada para korban.
“Seberat apapun pelaku diberikan hukuman, tetapi korban tidak diberi rehab psikologis dengan baik, sama saja hal itu akan menambah pelaku-pelaku pedofilia yang baru di kemudian hari”, jelasnya.
Karena menurutnya, indikasi korban yang tidak direhab dengan baik maka akan menjadi pelaku akibat dendamnya yang pernah diperlakukan tidak senonoh. “Contohnya dengan Emon, sekali dilecehkan tetapi dia 150 korban berikutnya akan dia lakukan untuk melampiaskan balas dendamnya karena pernah mengalami kekerasan seksual”, katanya mencontohkan.
Oleh karena itu, Gung Tini mengatakan, seberat apapun pelaku diberikan hukuman, tetapi bagi korban hal itu tidak akan bisa menghilangkan penderitaannya seumur hidup. “Bisa dihilangkan penderitaannya dengan viktimologi dalam formulasi kebijakan dan cita hukum pidana”, jelasnya tegas.
Pemerintah juga harus hadir dengan cara memberikan biaya medis dan rehabilitasi psikososial. “Yang terpenting pemerintah harus segera membangun rumah aman bagi korban pedofila untuk merehab mental dan psikososial para korban”, pintanya.
 ARI-MB