Denpasar, (Metrobali.com)

Di menjelang berakhir masa jabatannya awal September 2023, semestinya Wayan Koster (WK) segera berbenah (di waktu “mepet” 2 bulan), bisa menimbulkan citra sedikit positif, sedikit mengoreksi image kepemimpinan 4.5 tahun terakhir.

Hal itu dikatakan pengamat kebijakan publik Jro Gde Sudibya, Sabtu 10 Juni 2023 menanggapi kebanggaan hari Arak yang dicetuskan Gubernur Bali Wayan Koster. Padahal dengan bebasnya peredaran minuman keras di Bali yang dijual sejumlah warung berdampak buruk terhadap generasi muda.

Menurutnya, baru baru ini ada berita kelompok pemuda menghabiskan nyawa seorang tukang parkir usai minum arak. Kejadiannya sungguh miris di tengah kebijakan arak Bali oleh Wayan Koster.

Sungguh terlalu, aksi yang dilakukan segerombolan pemuda ini. Mereka secara beramai – ramai mengeroyok Yohanes Naikoi (33) pria asal Kupang, NTT. Tukang Parkir ini pun tewas di lokasi akibat luka tusukan yang dilontarkan oleh para pelaku.

Kapolresta Denpasar AKBP Bambang Yugo Pamungkas menjelaskan, kronologis kejadian tertentu dimana berawal pada hari Minggu (4/6/2023) sekitar pukul 01.00 Wita , para pelaku yang bernama Krisna, Muja, Zena, Udin, Ipan, Andre, Hery, Dimas usai minum – minum di Malibu Bar sampai dengan pukul 03.00 wita.

Menurut Jro Gde Sudibya, realitas sosial pada masyarakat, sering memberikan indikasi bukti, prilaku: “minum”, “memunyah” dan “punyah” menjadi salah satu penyebab penting dari lahirnya femomena kemiskinan kultural, kemiskinan akibat dari: rendahnya pendidikan, kemalasan, kebodohan, kemasa bodoan akan masa depan, yang merupakan sisi gelap kehidupan.

Sementara itu, menurut sejumlah netizen, Koster saat ini bangga dengan berbagai himbauan dan pegub yang diumumkan Nampaknya WK lebih memilih dan menunjukkan kekuatan massa politik menjelang lengser. Memilih berkunjung ke sejumlah Perguruan Tinggi meminta dukungan dua periode, giat menyelenggarakan jalan santai dan kegiatan lain yang melibatkan massa.

Masih menurut Netizen. Nanti kita lihat surat rekomendasi,lnya, apakah memihak akal sehat dan nurani, atau mengikuti “tekanan” kekuatan otot hasil rekayasa politik krumunan. “Kita bersama harus terus berjuang, sehingga surat rekomendasi memihak akal sehat. Berjuang skala – niskala,” kata Netizen.

Menurut Gde Sudibya, kebijakan publik andalan berupa “arak” telah berhasil diimplementasikan pd anak didik penerus bangsa. Kebijakan publik dengan nuansa arak, bukan kebijakan publik namanya. Dalam “slank”orang-orang Buleleng kebijakan “memuduh” namanya.

Masih menurut Gde Sudibya, sejarah kebijakan publik selalu mencatat, keputusan salah/negatif dalam mengelola kepentingan publik, dampak negatifnya akan segera dirasakan.

Gde Sudibya mencontohkan proyek pembanguan sekolah dan jembatan yang dikorupsi. Dan, dampaknya segera, ruang sekolah rubuh, proses belajar – mengajar anak didik terganggu. Jembatan putus, urat ekonomi rakyat terganggu, kecelakaan bisa terjadi.

“Beda dengan kebijakan pembenahan sistem pendidilan, kemanfaatannya bersifat jangka panjang, lintas generasi. Pemimpin dengan kualifikasi negawan memahami betul ini. Beda dengan politisi yang hanya “menyembah” elektabilitas, untuk kepentingan siklus politik 5 tahunan,” katanya. (Adi Putra)