Foto: Ketua Umum Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Bali Komang Gede Subudi yang juga WKU Bidang Lingkungan Hidup Kadin Bali.

Denpasar (Metrobali.com)-

Bali krisis air bukan lagi sekadar isapan jempol namun merupakan ancaman nyata yang dihadapi Pula Dewata. Harus ada upaya dan langkah-langkah riil semua komponen bergerak mencari solusi salah satunya menjaga serta menyelematkan sumber air Bali.

Karenanya menurut Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Komang Gede Subudi, komitmen Gubernur Bali Wayan Koster menjaga alam lingkungan Bali khususnya melindungan sumber air Bali dan dalam upaya mencegah krisis air di Pulau Dewata harus didukung bersama.

Terlebih akhirnya Gubernur Koster menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pelindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut. BIPPLH pun mengapresiasi dan mendukung keberadaan Pergub 24/2020 agar menjadi kebijakan, instrumen hukum dan politicall will (niat politik) yang kuat menjaga ketersediaan air di Bali.

“Akses terhadap air bersih yang terjaga dari sisi kualitas maupun adalah hak setiap orang untuk menjamin keberlangsungan peradaban. Semoga Pergub ini menjadi komitmen kita bersama menjaga air dan peradaban Bali,” kata Subudi, Senin (13/7/2020).

Pria yang juga Wakil Ketua Umum (WKU) Bidang Lingkungan Hidup Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Provinsi Bali lantas mengajak semua pihak melek dan membuka mata bahwa ada tantangan nyata bahwa Bali mengalami defisit atau krisis air yang akan berdampak kepada seluruh sendi kehidupan masyarakat Bali. Sebab air adalah sumber kehidupan. Tanpa air tidak ada kehidupan.

Berdasarkan data dari Balai Wilayah Sungai (BWS)Bali Penida tahun 2018, diketahui kebutuhan air di Bali telah mencapai 119,96 meter kubik/detik. Masalahnya kebutuhan air yang begitu tinggi ternyata tak diimbangi dengan ketersediaan yang memadai.

Masih berdasarkan data BWS Bali Penida 2018, ketersediaan air baru mencapai 101,23 meter kubik/detik. Ketersediaan air ini dibagi dalam air baku sebesar 7,08 meter kubik/detik dan air irigasi 94,15 meter kubik/detik.

Dengan demikian, jika dibandingkan antara ketersediaan dengan kebutuhan yang ada, Pulau Dewata mengalami defisit air sebanyak 18,73 meter kubik/detik.

“Jadi Bali tidak sedang baik-baik saja. Kita jangan lengah dengan kondisi defisit air ini. Lama-lama ketersediaan air Bali bisa habis dan kita baru kelimpungan kalau tidak ada aksi nyata dari sekarang,” kata Subudi yang juga Pembina Yayasan Bakti Pertiwi Jati (YBPJ), yayasan yang bergerak pada pelestarian situs ritus Bali.

BIPPLH pun menyinggung adanya kritik terhadap sektor pariwisata yang dianggap boros dengan air dan mengeksploitasi juga sumber-sumber air di Bali tanpa memperhatikan daya dukung air Bali.

Berdasarkan data yang ada, penggunaan air di sektor pariwisata saja dalam sehari bisa mencapai belasan juta liter.  Itu asumsinya ada 130 ribu kamar hotel dengan tingkat hunian 60 persen, dimana setiap turis memakai air 90 liter per hari.

Berdasarkan data ketersediaan air saat ini 101,23 m3/detik. Sementara kebutuhan air 119m3/detik. Sedangkan potensi yang ada sekitar 216 m3/detik.

Karenanya, BIPPLH mengingatkan arah pembangunan ekonomi termasuk sektor pariwisata seharusnya mengacu konstitusi, Pasal 28H, Pasal 33 ayat (3) dan (4) UUD Tahun 1945 yang menekankan bagaimana seharusnya aspek lingkungan dan pemanfaatan sumber daya seperti air harus dijalankan serta agar tidak ada monopoli pemanfaatan dan penguasaan air oleh sektor tertentu.

Pasal 28H UUD 1945 berbunyi “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”

Selanjutnya Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Lalu Pasal 33 Ayat (4) UUD 1945 berbunyi “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”

“Dua pasal konstitusi kita harus menjadi pedoman dan dijalankan dalam  setiap pembangunan ekonomi termasuk sektor pariwisata Bali. Sayang faktanya pembangunan yang berjalan malah bertentangan banyak dari amanat konstitusi. Alam lingkungan Bali dieksploitasi berlebihan,” kata  Subudi, pembina YBPJ yang juga dipanggil Jero Gede Agung Subudi di komunitasnya, yang menurutnya nama pungkusan itu dia dapatkan sejak bayi diberikan oleh kakeknya.

Subudi yang juga sejak hampir tiga tahun terakhir ini bersama stakeholdernya sangat konsen dalam pelestarian situs dan ritus peradaban Hindu Bali kuno lantas mengajak para pemerhati lingkungan, LSM lingkungan agar bersama-sama mengawal mendukung pelaksanaan Pergub 24/2020 ini.

Sejalan dengan pengaturan Pergub ini, BIPPLH juga mengajak dan mendorong masyarakat berperan aktif secara bergotong-royong dalam kegiatan pelindungan danau, mata air, sungai, dan laut. Peran aktif masyarakat dilakukan secara perorangan, kelompok orang dan/atau organisasi.

Peran aktif masyarakat diwujudkan dalam forum: partisipasi kegiatan pelindungan danau, mata air, sungai, dan laut pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan/atau pengawasan; partisipasi penanaman dan pemeliharaan pohon serta pembersihan sampah; dan pengaduan terhadap pelanggaran dan/atau ketidakpatuhan pelaksanaan kegiatan pelindungan danau, mata air, sungai, dan laut.

Pergub 24/2020 ini sebagai pedoman bagi Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Desa Adat, dan masyarakat untuk melaksanakan pelindungan danau, mata air, sungai, dan laut dalam satu kesatuan wilayah, satu pulau, satu pola, dan satu tata kelola.

Pergub ini bertujuan, pertama menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung, daya tampung, fungsi danau, mata air, sungai, dan laut agar senantiasa dapat menyediakan sumber air pada kuantitas dan kualitas memadai untuk memenuhi kebutuhan manusia dan mahluk hidup lainnya.

Kedua, untuk melindungi danau, mata air, sungai, dan laut beserta ekosistemnya dari kerusakan, pencemaran, dan gangguan yang disebabkan oleh daya rusak alam dan aktivitas manusia.

Ketiga, menjaga kebersihan, kemurnian, dan kesucian danau, mata air, sungai, dan laut. Keempat, melaksanakan Kearifan Lokal dalam rangka pelindungan danau, mata air, sungai, dan laut.

Pergub ini juga menjadi bentuk pelindungan secara niskala dan sakala terhadap danau, mata air, sungai, dan laut di Bali.

Pelindungan danau, mata air, sungai, dan laut dilakukan secara niskala dan sakala bersumber dari Kearifan Lokal Sad Kerthi, dilaksanakan oleh Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pelindungan danau, mata air, sungai, dan laut dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Desa Adat. (dan)