Ilustrasi

Denpasar, (Metrobali.com)

Berdasarkan rilis BPS Provinsi Bali, perkembangan harga Provinsi Bali pada November 2024 mengalami inflasi sebesar 0,50% (mtm) secara bulanan, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,07% (mtm).

Secara tahunan, inflasi Provinsi Bali menurun dari 2,51% (yoy) pada bulan sebelumnya menjadi 2,50% (yoy), didorong normalisasi permintaan pasca Hari Raya Kuningan di awal bulan Oktober 2024.

Sementara itu, pada tingkat Nasional, inflasi bulanan pada November 2024 tercatat sebesar0,30% (mtm) dan inflasi tahunan sebesar 1,55% (yoy). Untuk menjaga inflasi pada rentang yang terkendali, langkah-langkah pengendalian inflasi perlu terus diperkuat melalui kolaborasi, inovasi, dan sinergi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di tingkat provinsi, kota, dan kabupaten.

“Secara spasial, seluruh kota penghitung Indeks Harga Konsumen (IHK) di Bali mengalami inflasi bulanan,” kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja, dalam keterangannya, Rabu 4 Desember 2024,

Dijelaskan, Kota Denpasar mengalami inflasi sebesar 0,19% (mtm) atau 2,82% (yoy), demikian pula dengan Kabupaten Badung mengalami inflasi sebesar 0,68% (mtm) atau 2,44% (yoy). Lebih lanjut, Kabupaten Tabanan mengalami inflasi sebesar 0,76% (mtm) atau 2,29% (yoy) dan Kota Singaraja mengalami inflasi sebesar 0,81% (mtm) atau 1,98% (yoy).

“Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau masih menjadi penyumbang utama inflasi bulanan November 2024,” paparnya.

Berdasarkan komoditasnya, inflasi terutama bersumber dari kenaikan harga bawang merah, daging babi, tomat, daging ayam ras, dan buncis. Kenaikan harga bawang merah dan tomat disebabkan oleh berakhirnya periode panen yang berdampak pada berkurangnya pasokan.

Sementara itu, kenaikan harga daging babi didorong oleh tingginya permintaan dari luar daerah, dan kenaikan harga daging ayam ras disebabkan oleh penurunan pasokan dari peternak lokal maupun luar Bali akibat kenaikan harga pakan. Ke depan, terdapat beberapa risiko yang perlu diwaspadai, seperti kenaikan permintaan menjelang libur panjang akhir tahun, berlanjutnya kenaikan harga daging babi akibat masih tingginya permintaan dari luar Bali dan berlanjutnya kenaikan harga daging ayam ras seiring penurunan pasokan.

Selain itu, berlanjutnya kenaikan harga bawang merah dan tomat seiring peningkatan curah hujan, serta kenaikan harga emas perhiasan sejalan dengan tren harga global, juga perlu diwaspadai. Meski demikian, beberapa faktor diprakirakan dapat mendukung terkendalinya inflasi, yakni perluasan areal tanam (PAT) padi di Bali yang telah mencapai 90,09% dari target Kementerian Pertanian, berlanjutnya panen gadu komoditas padi, dan penyaluran bantuan pangan Nasional tahap III pada Desember 2024 oleh Bulog.

Untuk merespon potensi risiko inflasi ke depan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali terus memperkuat sinergitas dan inovasi bersama seluruh Kabupaten/Kota di Bali dalam pengendalian inflasi secara berkelanjutan. Sinergitas seluruh TPID di Bali dalam pengendalian inflasi diwujudkan melalui kebijakan 4K, antara lain operasi pasar murah dan Gerakan Tanam Pangan Cepat Panen (Genta Paten) di lahan milik Pemerintah.

Langkah lain yang dilakukan termasuk penguatan pemantauan ketersediaan stok serta perluasan distribusi cadangan pangan pemerintah melalui mitra distributor, toko pangan kita, dan pengecer. Selain itu, optimalisasi bantuan transportasi untuk mendorong kelancaran distribusi pangan, peningkatan sarana dan prasarana produksi pangan, penyebarluasan informasi pelaksanaan operasi pasar murah kepada masyarakat diiringi imbauan belanja bijak, serta mendorong integrasi data dan informasi khususnya neraca pangan juga terus dilakukan.

“Melalui langkah-langkah tersebut, kami meyakini inflasi Provinsi Bali pada tahun 2024 akan tetap terjaga dalam kisaran target inflasi nasional 2,5%±1%,” pungkas Erwin. (Rls)