Denpasar, (Metrobali.com)

Pasca dugaan Pemilu Curang, 14 Februari 2024, mulai dari: perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya, dan “cawe-cawe” politik yang menyertainya, mulai lahir wacana, untuk DPR menggunakan hak konstitusionalnya melakukan angket.

Hal tersebut dikatakan I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi politik, anggota Badan Pekerja MPR RI 1999 – 2004, Minggu 25 Februari 2024, menanggapi hak angket dari kubu Anies dan Ganjar.

Dikatakan, latar belakang hak angket ini untuk melakukan penyelidikan terhadap Pemilu, yang diduga kuat melakukan pelanggaran dengan kategori TSM (Terstruktur, Sistemik dan Massif).

“Terstruktur dalam artian sederhana melibatkan kekuasaan dan atau dipersepsikan demikian, dari hulu kekuasaan, piramida di tengah dan di hilir, di tingkat kelurahan, yang bersinggungan langsung dengan rakyat pemilih,” katanya

Sistimik, lanjut Gde Sudibya, yakni bangunan sistem, dan atau sistem yang secara sengaja direkayasa “diakali” untuk target politik yang pada dasarnya bertentangan dengan UU Pemilu. Massif, ditemukan penyimpangan nyata, besar-besaran di mana-mana.

Dikatakan, penggunaan hak angket ini, merupakan batu uji, apakah penyelenggaraan Pemilu yang sarat kontroversi ini, membuktikan ini negeri dikelola berdasarkan prinsip negara hukum (recht staat), atau sekadar maunya penguasa untuk memenuhi libido kekuasaan, negara kekuasaan (macht staat).

Menurutnya, dalam proses politik pembentukan hak angket DPR ini, publik akan bisa melihat dan menilai, siapa figur publik dan atau tokoh politik yang “loyang” dan yang “emas”. Kategori berdasarkan kriteria: kesetiaan pada amanat konstitusi, penyelamatan agenda reformasi, keberpihakan pada nilai-nilai demokrasi.

Dikatakan, hak angket juga menguji seseorang memiliki sikap kenegarawanan atau sekadar politisi haus kekuasaan.Apakah menggunakan politik sekadar meraih kekuasaan dalam industri kekuasaan dengan menggunakan kekuatan sumber daya, yang berasal dari sumber daya negara yang diduga disalahkan gunakan.

“Publik menunggu, di tengah kelangkaan beras dan kenaikan harganya, serta kelengkapan LPG di sana-sini,” kata I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi politik, anggota Badan Pekerja MPR RI 1999 – 2004. (Adi Putra)