Foto: Anggota Komisi IV DPR RI AA Bagus Adhi Mahendra Putra (kanan) saat meninjau kebun kopi di Kintamani, Bangli.

Badung  (Metrobali.com)-

Salah satu tantangan dan pekerjaan rumah (PR) bagi bangsa Indonesia adalah menjaga ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada atau kemandirian pangan terlebih di masa pandemi Covid-19 saat ini.

Potensi kerawanan pangan pada sejumlah bahan pangan di sejumlah daerah juga patut diwaspadai dan diantisipasi sejalan juga dengan berbagai upaya untuk menguatkan sektor pertanian.

“Ke depan inovasi teknologi didukung dengan litbang (penelitian dan pengembangan) yang kuat di sektor pertanian menjadi kata kunci penguatan sektor pertanian untuk menjaga ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan,” kata Anggota Komisi IV DPR RI AA Bagus Adhi Mahendra Putra (Amatra), Rabu (1/7/2020).

Dalam berbagai kesempatan rapat kerja (raker) dengan Kementerian Pertanian (Kementan) hal tersebut juga selalu diingatkan oleh Anggota Fraksi Golkar DPR RI Dapil Bali yang akrab disapa Gus Adhi ini. Termasuk dalam raker evaluasi progam bantuan dari Kementan baru-baru ini.

“Sering saya sampaikan di rapat bahwa ke depan harus mengacu kepada riset untuk evaluasi semua hal, baik sisi bantuan dan program lainnya untuk penguatan sektor pertanian,” tegas Anggota Komisi IV DPR RI yang membidangi pertanian, lingkungan hidup, kehutanan dan kelautan ini.

Tanpa Litbang Sektor Pertanian Terbelakang

Politisi senior Partai Golkar ini menegaskan jika tidak menguatkan litbang atau melakukan riset yang tepat dan terukur maka inovasi di sektor pertanian akan tetap semakin terbelakang.

Terlebih memang secara umum iklim inovasi dan riset Indonesia masih tertinggal dari negara lainnya di Asia maupun ASEAN (Asia Tenggara) secara khusus.

Beberapa tahun terakhir dalam hal Indeks Inovasi Dunia, posisi Indonesia cenderung stganan dan jauh tertinggal dibandingkan negara-negara di ASEAN.

Pada tahun 2018 misalnya Indonesia menempati posisi atau urutan ke-85 dalam Indeks Inovasi Dunia dan masih tetap bertahan di posisi yang sama di tahun 2019.

Pada tahun 2019 posisi Indonesia jauh di bawah negara-negara ASEAN seperti Singapura di posisi 8, Malaysia (35), Vietnam (42), Thailand (43), Filipina (54), dan Brunei (71).

Dalam Indeks Inovasi Dunia indikator terpenting adalah investasi pada R&D (Research and Development) atau Litbang (Penelitian dan Pengembangan).

Lalu ini terkait juga dengan jumlah paten dan merek internasional yang dimiliki sebuah negara, pengembangan aplikasi di ponsel pintar (smartphone), dan ekspor produk-produk teknologi tinggi (high-tech).

Jadi posisi Indonesia di urutan 85 dalam Indeks Inovasi Dunia menunjukkan litbang di Indonesia masih lemah, jauh dari harapan, tertinggal jauh dari negara di ASEAN.

“Secara khusus pula bisa dikatakan litbang di sektor pertanian juga belum mendapatkan perhatian serius,” ungkap Gus Adhi.

Laboratorium Pertanian Berbasis Desa

Berkaca dari hal tersebut, Gus Adhi tak telah dan tak henti-henti terus mengingatkan komitmen Kementerian Pertanian menguatkan litbang di sektor pertanian. Misalnya dengan menguatkan lembaga riset pertanian seperti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).

Contoh lain bagaimana litbang mendukung peningkatan produktivitas hasil pertanian. “Misalnya sawah hasilkan 6 ton beras, bagaimana caranya jadi 8 ton beras. Setelah kuantitas bagaimana peningkatan kualitasnya,” kata Gus Adhi

Tanpa litbang yang kuat di pertanian maka Indonesia akan selalu terjajah dari hal yang tidak semestinya. Contohnya dalam ketersediaan pangan. “Tanpa riset atau litbang yang serius, kita akan selalu terjajah secara pangan,” kata politisi Golkar asal Kerobokan, Badung ini mengingatkan.

Masih terkait dengan penguatan litbang pertanian sebagai bagian upaya mensejahterakan petani, Gus Adhi mendorong adanya laboratorium pertanian berbasiskan luasan wilayah di desa. Misalnya diperlukan satu laboratorium pertanian per luasan lahan pertanian 300 hingga 500 hektar.

Keberadaan laboratorium pertanian ini juga akan bisa membantu mendata ketersedian lahan pertanian, potensi pertanian yang ada hingga mengukur ketersediaan pangan di suatu desa.

“Kalau tidak bisa diukur susah kita tahu apakah negara kita lepas dari ancaman krisis pangan atau tidak. Jadi pemerintah kalau serius ingin swasembada pangan berbasis riset, wujudkan laboratorium pertanian berbasis desa ini,” tandas Gus Adhi. (wid)