Gianyar (Metrobali.com) –
Sidang peradilan kasus UU ITE yang dipersangkakan atas suatu komen di status facebook Goest Are Ali mendapat perhatian dari sejumlah pengunjung di Pengadilan Negeri Gianyar, Bali, Rabu (17/1/2018).
Sidang yang diketuai oleh Majelis Hakim Dori Merli, SH ini mengagendakan pembacaan Eksepsi Terdakwa Ida Bagus Made Suarjana oleh Kuasa Hukumnya, I Made Somya Putra, SH. yang isinya masih mempertanyakan penetapan Ida Bagus Made Suarjana sebagai tersangka sebenarnya sangat Prematur, namun Penyidik ternyata tergesa-gesa dalam menetapkan klien kami sebagai Tersangka, hingga menyebabkan kejanggalan yang sangat fatal.
“Klien kami hanya memberi komentar pada unggahan 1 buah foto surat pemberitahuan berwarna putih berkop surat Desa Pakraman Keramas di status teman Facebooknya yang Bernama GOEST ARE-ALI yang akhirnya dihapus oleh yang bersangkutan sesaat kemudian atas permintaan seseorang yang bernama I Ketut Purnama, sehingga dapat dipastikan pihak-pihak pelapor tersebut dipastikan ‘Tidak pernah melihat’ komentar dari Kliennya Ida Bagus Made Suarjana, sehingga kesaksian yang mereka sampaikan bersifat Testomoniam De Auditu, atau berdasarkan keterangan orang lain,” terang Somya.
Padahal, lanjut Somya, Sesungguhnya Ida Bagus Made Suarjana hanya menanyakan tentang pararem (hasil rapat adat) yang mana dijadikan dasar tagihan, dan kekhawatiran klien kami terhadap sedang gencarnya Saber Pungli sebagai fenomena umum saat ini di Bali tentang Pungutan Desa Pakraman di Bali secara umum, yang sering menjadi masalah pungutan liar walaupun sudah ada perarem (hasil rapat adat) yang sah sekalipun. Komentar dan pertanyaan klien kami tersebut tidak ditujukan kepada Pemimpin adat tertentu ataupun kelompok tertentu.
“Yang tidak masuk akal adalah adanya perintah penyidik agar Klien kami wajib lapor pada hari senin dan kamis di Polres Gianyar adalah kejanggalan luar biasa yang diluar prosedur hukum, sebab  Pasal 31 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana wajib Lapor adalah salah satu syarat adanya penangguhan penahanan, sedangkan dalam perkara ini, pengenaan Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 Tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang informasi dan transaksi elektronik adalah Delik Aduan yang tidak dapat dilakukan suatu Penahanan apalagi Penangguhan Penahanan, Maka sangat janggal perintah penyidik tersebut, yang semakin memperlihatkan upaya-upaya penyidik seperti hendak menargetkan klien kami sebagai obyek penderita,” terang Somya.
Pihaknya menduga bahwa Penyidik menerima laporan yang berbeda-beda dengan pelapor yang juga berbeda-beda tanpa memperhatikan legal standing (kedudukan hukum) si pelapor.
Majelis Hakim akhirnya memutuskan untuk melanjutkan dengan agenda mendengar tanggapan Jaksa Penuntut Umum atas Eksepsi pada Rabu, 24 Januari 2018 mendatang. HD-MB