Denpasar (Metrobali.com)-

Tokoh spiritual Anand Krishna meminta perlindungan kepada Polda Bali terkait adanya upaya eksekusi yang dilakukan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang mendatangi kediamannya di Ubud, Kabupaten Gianyar, pada Kamis (14/2).
Namun tokoh spiritual itu tidak ikut datang ke Mapolda Bali pada Jumat (15/2) siang, tetapi diwakili oleh beberapa pendukungnya.

“Kami minta perlindungan kepada Polda Bali bahwa polisi harus tahu apa yang terjadi kemarin (Kamis 14/2) ada tindakan tidak mengenakkan, mencemarkan lingkungan kami atas dasar putusan (kasasi) yang batal demi hukum,” kata Asisten Ketua Yayasan Anand Ashram, Prashant Gangtani, di Denpasar, Jumat.

Menurut dia, permintaan perlindungan itu selain karena adanya upaya eksekusi paksa, pihaknya menilai ada upaya penculikan dan perampasan kemerdekaan.

Anak kandung Anand Krishna itu menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian seperti apa bentuk perlindungan yang akan diberikan kepada ayahnya.

Selain itu, pihaknya juga melaporkan oknum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yakni Masyudi, yang memerintahkan eksekusi itu dan ikut menandatangani surat keputusan itu.

Sebelumnya pada Kamis (14/2) sekitar tujuh orang perwakilan dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mendatangi ashram Anand Krishna di Ubud, Gianyar untuk melakukan eksekusi terhadap tokoh yang terjerat kasus pelecehan seksual kepada salah seorang muridnya itu.

Namun pihak keluarga dan pendukung tokoh kelahiran Solo, 57 tahun lalu itu menolak keras adanya eksekusi karena putusan kasasi Mahkamah Agung tertanggal 24 Juli 2012 yang mematahkan putusan bebas dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dinilai batal demi hukum karena tidak sesuai dengan KUHAP.

Dia menambahkan pada pasal 197, ada empat dari sembilan poin yang tidak sesuai dalam putusan itu seperti salah satunya yang paling mudah ada pada huruf L dimana hari, tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan panitera tidak tercantumkan di dalam putusan tersebut.

“Pada poin dua dituliskan bahwa tidak terpenuhinya ketentuan ayat 1, huruf a hingga l, maka mengakibatkan putusan batal demi hukum,” ujarnya.

Prashant juga menegaskan bahwa, putusan yang dinilai lalai dan cacat hukum itu juga sudah dipertegas oleh rekomendasi dari Komisi Nasional Hak Azasi Manusia dengan nomor 2.758A/K/PMT/XI/2012 tertanggal 9 November 2012 dan termasuk Komisi III DPR RI yang akan menegur keras Kejaksaan Agung yang dinilai tak mematuhi peraturan Mahkamah Konstitusi.

“Kalau jaksa tetap mau mengeksekusi, mereka harus ada upaya hukum. Buatlah PK (Peninjaun Kembali) untuk menanyakan kepada Mahkamah Agung agar dibetulkan putusan itu,” tegasnya.

Sementara itu terkait tak hadirnya Anand Krishna ke Mapolda Bali, ia menyatakan bahwa penulis buku itu saat ini ada di Ubud dan lebih banyak melakukan doa. INT-MB