Analisis Risiko Melawan Covid19 dan Tantangan Bagi Bali
Oleh I Gde Sudibya
Melakukan analisis risiko untuk pandemi Covid-19, ada baiknya disimak ulasan yang termuat di harian Jawa Post ( 5/5 ). Data mutakhir manusia se jagat yang terkonfirmasi positif: 3.581.475 orang, dengan angka kematian: 248.536 ( 6 9 % ). Negara dengan kematian persentase kematian tertinggi Inggris: 15.2 %, terendah Singapura: 0,09%. Negara dengan kasus terbanyak AS, dengan persentase kematian: 5.7 %. Untuk Indonesia, terkonfirmasi positif 11.587 dengan prosentase: 8.9 %. Angka untuk Indonesia lebih tinggi dari tingkat global: 6.9%. Tiga provinsi dengan korban meninggal terbanyak: DKI.Jakarta: 8.9%, Jawa Barat: 6.8 % dan Jawa Timur: 10.4%.
Jika jumlah yang positif terpapar akibat dari Covid-19: 3.4 juta kasus, sedangkan sindrom pernafasan akut parah ( SARS ) pada 2002 – 2004 sekitar 8,000 kasus, sidrom pernafasan Timur Tengah ( MERS ) yang dimulai 2012 dengan 2,500 kasus, Kompas ( 5/5 ).
Dari data di atas, kita bisa menyimak banyaknya jumlah orang yang terpapar dengan risiko kematian yang mengikutinya.
Pada sisi yang lain vaksin pembasmi untuk virus SARS-CoV-2 yang menjadi pemicu Covid-19, sampai hari ini belum ditemukan.
Penelitian, uji labaratorium sedang berlangsung massif dan cepat di sejumlah Lab.ternama, tetapi belum terkonfirmasi perkiraan waktu vaksin ini akan ditemukan dan kemudian efektif aplikasinya. Konsekuensinya karena vaksin belum didapatkan, maka obat yang direkomendasikan, tingkat efektivitasnya masih terbatas.
Analisis Risiko
Dari sisi kesehatan dan manajemen kesehatan publik, risikonya sangat transparan: banyaknya orang terpapar dengan risiko kematian yang menyertainya, vaksin anti virus yang belum diketemukan sehingga efektivitas penyembuhan dan rentang waktu penanggulangan pandemi menjadi sulit diperkirakan.
Dampaknya risiko ekonomi yang menyertainya: tekanan terjadap pertumbuhan ekonomi, besarnya angka pengangguran, meningginya risiko ekonomi dan finansial yang sangat menentukan keputusan investasi menjadi tinggi, sehingga upaya pemulihan ekonomi dari segi momentum dan paket strateginya, menjadi semakin sulit untuk dirumuskan.
Risiko kembar di atas yakni bidang kesehatan, keselamatan jiwa dan ekonomi, membawa implikasi risiko sosial kultural menjadi meninggi. Misalnya, terjadinya stres dan depresi secara sosial, tekanan terhadap stabilitas sosial, menurunnya kepercayaan ( trust ) rakyat kepada badan penyelenggara kebijakan publik dan konsekuensi lanjutan yang dibawakannya.
Kepemimpinan dan Manajemen Solusi
” Perang ” melawan pandemi Covid-19 dalam konteks Bali, ( menyimak pemberitaan yang penulis sempat ikuti dan simak ), dari perspektif majemen strategis, mempersyaratkan. Pertama, kepemimpinan yang punya sense of crisis yang tinggi yang ditandai oleh keberanian dan kecepatan dalam pengambilan keputusan dan kemudian segera move on, didasari oleh data akurat dan up to date di lapangan terhadap keseluruhan variabel strategis untuk memenangkan ” pertempuran ” dan ” peperapangan” .
Di mana para pengambil kebijakan publik ini tidak under estimate terhadap virus, yang bisa menghasilkan keputusan yang lamban dan tidak akurat. Demikian juga tidak terlalu over estimate, yang bisa mengakibatkan keragu-raguan dan ketakutan dalam pengambilan keputusan.
Suasana kebatinan pada 2 sisi ekstrem ini, membuat keputusan menjadi tidak efektif dan bahkan gagal.
Kedua, dari sisi manajemen operasional dalam mengelola, menangani persolan dan pilihan solusinya. Ada ungkapan terkenal yang perlu disimak: devils are always in detail: persoalan pelik dan mendasar dan solusinya selalu ada pada rincian sangat teknis persoalan yang memerlukan kecerdasan teknis aplikasi di lapangan.
Ketiga, merujuk ke pemikiran butir 2 di atas, dalam konteks Bali untuk ” memerangi ” pandemi covid-19, menyebut beberapa diantaranya, a. Pemetaan: Banjar dan Desa dengan risiko tinggi, dilanjut kan dengan test: rdt dan pcl.dan pelaporan hasil yang cepat dan tindak lanjutnya.
b. Penegakan disiplin yang lebih ketat dan pengawasannya untuk isolasi mandiri, dengan memperhitungkan data lapangan yang berupa: masa inkubasi virus bisa lebih dari 14 hari, diperkirakan dengan rentang waktu 18 – 24 hari.
c. Penegakan disiplin koridor kesehatan: sering cuci tangan, PAKAI MASKER, LARANGAN BERKUMPUL, JAGA JARAK, jaga stamina tubuh, sangat tidak cukup dengan himbauan, negara ( pecalang, satpam, polisi ) harus senantiasa hadir untuk menegakkan secara ketat protokol ini.
d. Pengaturan lalu lintas ekonomi minimal: untuk kelancaran ekonomi kebutuhan pokok dan tetap memberikan ruang gerak terhadap perekonomian masyarakat kecil di bawah ( grass rote’ economy ), tetapi tetap dalam koridor protokol kesehatan.Mencari titik keseimbangan ini tidak mudah, tetapi harus terus diupayakan.
d. Terus ditumbuhkannnya kesadaran masyarakat: kita bersama sedang dihadapkan kepada krisis dan bahkan dengan risiko kematian, masyarakat harus mesatya ( bersumpah setia ), gotong royong bahu membahu untuk memenangkan ” peperangan.
Dengan keajegan kita bersama terutama Tim Penanggulan di tingkat: provinsi, kabupaten dan kodya untuk melaksakan secara konsisten variabel manajemen strategis di atas diikuiti dengan kepagehan ngewangun yasa kerthi ring sawewengkon jagat Bali Dwipa, kita boleh berharap dan bahkan optimis,rangkaian ” pertempuran” dan ” peperangan” melawan virus ini, akan mampu kita menangkan.
Tentang Penulis
I Gde Sudibya, ekonom, berpengalaman lebih dari 25 tahun sebagai: konsultan ekonomi dan menajemen, termasuk manajemen krisis dan perubahan. Tinggal di Banjar Pasek, Desa Tajun, Den Bukit, Bali Utara.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.