Badung (Metrobali.com)-

 

Peran keterlibatan masyarakat sipil seperti pemuda dan perempuan dalam mencegah dan melawan ekstrimisme kekerasan di Asia Tenggara menjadi isu khusus yang dibahas oleh BNPT dalam lokakarya yang digelar bersama Amerika Serikat dan sejumlah negara Asean di Kuta, Badung pada Selasa (6/6/2023).

Dalam pertemuan ini, selain membawa keikutsertaan pemuda dan perempuan juga dibahas isu penting lainnya seperti,
membangun community resilince (komunitas ketahanan) di negara Asean.

“Kita membangun suatu early warning dan early respon dari suatu negara dan tukar menukar informasi bagaimana membangun community resilince dari negara Asean di sini,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel.

Ia menjelaskan, lokakarya ini merupakan tindak lanjut dari Pertemuan Gugus Tugas dan Mitra Multisektoral ke-2 untuk Pelaksanaan Rencana Kerja Bali (2019-2025) yang diketuai bersama oleh Indonesia dan Amerika Serikat pada Agustus 2022 lalu.

Selain pemuda dan perempuan para pemangku kepentingan utama daerah dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil juga turut dilibatkan untuk membahas tren, prioritas, dan praktik ekstrimisme kekerasan yang ada saat ini.

Para peserta, katanya membahas upaya Asean untuk memajukan perempuan, perdamaian dan keamanan.

Dalam kegiatan ini juga nantinya akan menghasilkan rekomendasi pemimpin pemuda dan menjajaki kemitraan sektor swasta untuk mencegah dan melawan ekstremisme kekerasan.

Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel, menegaskan, upaya pencegahan dan penanggulangan ekstremisme kekerasan di wilayah Asean, Indonesia saat ini komit melakukan kerjasama berkelanjutan dengan Pemerintah Amerika Serikat.

“Bagaimana kita membangun resilince (ketangguhan) di regional Asean terhadap kejahatan ekstrimisme? Caranya membangun itu tadi early warning data, sharing data, Insyaallah dalam dua hari ke depan akan ada kesepakatan Bali work plan, yang merupakan rangkuman dari masing – masing negara di wilayahnya,” tegasnya.

Kontribusi Amerika Serikat (USAID) sendiri kata dia, dalam lokakarya kali ini memberikan pelatihan/mentor kepada sejumlah negara Asean untuk membangun commite resilince di masing – masing wilayahnya.

“Penguatan teknologi USAID, bukan hanya memberikan bantuan pada preventing counter terorism saja melainkan juga melalui teknologi satelit,” katanya.

Sementara itu, Direktur Misi Pembangunan Regional USAID untuk Asia Steven G. Olive menegaskan pentingnya untuk melawan ekstrimisme kekerasan.

“Pemerintah Amerika Serikat percaya bahwa untuk melawan ekstremisme kekerasan hari ini, baik di dalam negeri dan di seluruh dunia adalah untuk meningkatkan peluang perdamaian kita besok,” katanya.

Ia menjelaskan pelajaran yang telah dipelajari Amerika Serikat untuk secara efektif mencegah dan melawan ekstremisme kekerasan adalah melihat pentingnya mengambil pendekatan holistik yang melibatkan masyarakat sipil dan sektor swasta.

“Serta pendekatan inklusif di mana perempuan, pemuda, dan kelompok yang secara historis terpinggirkan lainnya terlibat secara bermakna dalam dialog dan peran pengambilan keputusan,” ungkapnya.

Di bawah rencana kerja ini, kepemimpinan ASEAN telah menekankan pentingnya melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk perempuan dan pemuda, dalam dialog regional dan proses kebijakan.

Ditambahkan, Kepala Bagian Liaison Officer dan Perbatasan (Kabaglotas) Set NCB Interpol Indonesia Kombes Pol Dodied Prasetyo Aji bahwa setelah lokakarya ini akan dilanjutkan dengan Pertemuan 3rd Multisectoral Task Force dan ASEAN Partners untuk menjabarkan langkah selanjutnya dalam implementasi Rencana Kerja Bali

Serangkaian rekomendasi yang tidak mengikat akan dikeluarkan setelah lokakarya untuk melanjutkan kemajuan dan kerja sama di bidang-bidang prioritas.