Pebalap Pertamina Enduro Racing Team, Ali Adriansyah Rusmiputro saat mengikuti Kejuaraan World Supersport 300 (WSSP300)  musim balap tahun 2018 ini. 

 

Jakarta, (Metrobali.com)-

Ajang World Supersport 300 (WSSP300) telah menuntaskan musim balap keduanya di tahun 2018 ini. Sirkuit de Nevers Magny-Cours, Prancis menjadi ajang pertarungan terakhir para pebalap.

Rider wanita asal Spanyol Ana Carrasco keluar sebagai juara sekaligus wanita pertama yang menjadi juara dunia di arena balap motor.  Pebalap berusia 21 tahun ini unggul tipis 1 poin dengan pesaing terdekatnya Mika Perez. Ana menutup musim dengan 93 poin sementara Mika 92 poin.

Pada musim kedua WSSP300 ini ada hal menarik. Yang paling nyata adalah dominasi pebalap Kawasaki terhadap lawan-lawan mereka yang menunggang KTM, Honda dan Yamaha. Dalam klasemen akhir kejuaraan, rider Kawasaki  menguasai posisi Top 5.  Bahkan di Top 10, setengahnya merupakan penunggang Kawasaki. Sisanya, diisi oleh tiga rider Yamaha dan dua KTM.

Dominannya pebalap-pebalap Kawasaki di tahun ini tak bisa dipungkiri akibat tunggangan mereka yang lebih perkasa yaitu Kawasaki Ninja 400.  Sepeda motor ini memiliki kubikasi mesin yang lebih tinggi dibanding Yamaha dan KTM. Yamaha turun dengan YZF-R3 berkubikasi 321cc, sementara KTM dengan RC390 yang memiliki kapasitas mesin 375cc. Dan Honda mengunakan CBR500R berkubikasi 500cc.

Dilihat dari tunggangan, Yamaha menjadi sepeda motor yang paling kecil kapasitas mesinnya di WSSP300 musim balap 2018.  Yamaha yang tampil juara di tahun sebelumnya, kali ini harus menyerah. Meski Dorna, selaku penyelenggara WSSP300 sudah membuat regulasi untuk menyetarakan persaingan, mesin Ninja 400 masih terlalu kuat bagi yang lain.

Di sepanjang musim balap 2018 ini rider Kawasaki sangat sulit untuk dikalahkan. Performa mesin Kawasaki begitu dominan. “Kalau untuk mengejar mungkin masih bisa, tapi untuk mendahului sangatlah sulit,” ucap Ali Adriansyah Rusmiputro.

Sebagai penyelenggara, Dorna sebenarnya sudah mengantisipasi perbedaan kubikasi Kawasaki dibanding sepeda motor lain. Hal itu dilakukan lewat regulasi pembatasan putaran mesin dan bobot sepeda motor.

Sayangnya regulasi itu belum begitu terasa di tiga seri awal. Pebalap Kawasaki betul-betul unggul jauh. Saat latihan pertama di Aragon saja Kawasaki sudah lebih cepat 5 detik dari yang lain.

Melihat kondisi itu Dorna kemudian merevisi pembatasan rpm untuk Kawasaki dan membatasi dari sebelumnya 12.000rpm menjadi 10.800rpm.

Sayangnya revisi regulasi itu belum membuahkan hasil yang maksimal. Meski sudah mulai mampu memperpendek jarak, pebalap Yamaha masih kalah dari Kawasaki.

“Kami hanya mengandalkan slipstreaming di belakang Kawasaki atau KTM jika ingin memangkas waktu,” ujar Ali Adriansyah.

Menurut pebalap Pertamina Enduro Racing Team itu, strategi “mencuri” slipstream awalnya tidak disadari oleh rider Kawasaki. Sehingga pebalap Yamaha mampu mencatat waktu yang bagus.  Tetapi di seri berikutnya rider Kawasaki mulai sadar dan selalu menghindar jika ada pebalap Yamaha di belakang mereka.

Ali Adriansyah sendiri mengakui jika Dorna sudah mencoba bersikap adil. Hanya saja penyelenggara balap motor terkemuka itu belum menemukan formula yang tepat agar semua sepeda motor yang berlaga bertanding dengan setara.

“Saya mengapresiasi Dorna selaku penyelenggara, yang membuat revisi perubahan regulasi. Akan tetapi, mungkin karena Ninja 400 baru muncul menjelang musim balap, Dorna tidak cukup waktu untuk mengatur pembatasan rpm yang lebih pas,” ucap Ali Adriansyah.

Ali Adriansyah berharap di musim 2019 Dorna dapat lebih tajam lagi dalam membuat regulasi agar tercipta sebuah kompetisi yang lebih fair.

“WSSP300 pada awalnya kan punya visi untuk menghadirkan sebuah kompetisi yang bagus bagi para pebalap muda, seperti yang sudah terjadi di 2017,” ucap Ali Adriansyah. “Jangan sampai visi tersebut hilang dan kompetisi menjadi tidak seimbang.”

Sumber : Antaranews.com