pancasila

Kupang (Metrobali.com)-

Akademisi Ilmu Sosial dan Politik Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Frans Bapa Tokan, MA, mengatakan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasilan sebagai pandangan hidup bangsa, di hari-hari ini telah mengalamai krisis dalam level kritis.

“Hal itu terlihat dari sejumlah fakta korupsi yang jumlahnya meningkat khusus di level pemimpin dan elit bangsa ini, karena mengabaikan semangat dan nilai hidup yang jujur dan adil, sebagaimana ajaran Pancasila,” katanya di Kupang, Rabu (1/10).

Wakil Dekan FISIP Universitas Katolik Widya Mandira itu memberikan pandangannya terhadap penerapan nilai Pancasilan sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa, di hari ini, dalam konteks peringatan Hari Kesaktian Pancasila.

Menurut dia, ajaran dan nilai Pancasila berupa sifat rela berkurban, kegotong royongan, saling menghargai di bawah tema besar toleransi, ‘tepo seliro’ dan sejumlah nilai lainnya, mulai ditinggalkan oleh banyak anak bangsa, baik di level elit hingga ke level masyarakat akar rumput.

Pengabaian sejumlah nilai-nilai itu, tertampak dalam manifestasi sikap, individualistik, korupsi, gesekan horisontal antarwarga, suku, agama dan ras di tengah masyarakat, serta sejumlah perilaku menyimpang lainnya, yang dari aspek implisit, telah mengganggu integritas bangsa yang terpatri dalam nilai Pancasila itu.

Sikap antipati, dan saling serang terus bermunculan, ketika terjadi sebuah hajatan politik di daerah dan negara ini, dalam jangka waktu panjang, di konteks dendam kesumat, yang tumbuh menjadi benih kebencian sepanjang hayat di antara sesama elit dan berimbas kepada masyarakat akar rumput.

Di kondisi itu, sifat persatuan dan kesatuan menjadi terancam, dalam membangun nilai kebangsaan yang utuh dan satu, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

“Hampir di banyak daerah, gesekan disintegrasi bangsa selalu terancam karena dendam kesumat politik elit, yang berimbas kepada masyarakat akar rumput,” katanya.

Alumni Universitas Gadjah Mada Jogjakarta ini mengatakan, hanya ada satu langkah untuk mengobati dan memperbaiki krisi nilai Pancasila yang kritis itu, dengan perbaikai mental berupa membangun kembali karakter bangsa.

Pola penataran yang di zaman Orde Baru dilakukan, harus dilakukan, dengan mengubah pola dan tekniknya, untuk kembali membangun pemahaman bersama, nila yang terkandung dalam Pancasila itu. Maskipun dari aspek cara, pola penataran P4 yang pernah dilakukan lebih kepada mementingkan rezim saat itu, namun demikian, ada nilai positif yang diberikan, kepada seluruh elemen masyarkat, terhadap nilai dasar negara itu.

“Pola penataran P4 harus disesuaikan dengan sejumlah perubahan teknis dan praksisnya. Tidak lagi dengan pola dan gaya seperti zaman Orba dulu. Tujuannya dari pelaksanaannya sangat bernilai,” katanya.

Selain itu, pelibatan sejumlah tokoh dan elit di setiap lini masing-masing lapisan anak bangsa, untuk terus secara kontinyu melakukan berbagai upaya perubahan karakter yang menjadi basis utama perubahan dan revolusi mental, ke arah nilai luhur Pancasila.

“Kita tidak bisa terus berada dalam zona kritis ini, tetapi harus kembali sadar dan bangkit untuk memulihkan kondisi, dengan merevolusi karakter dan mental, demi penerapan nilai Pancasila yang utuh sebagai pandangan hidup bangsa dan negara ini. Setiap kita menjalankan peran kita sesuai dengan aturan dan nilai rasa yang ada dengan tidak mengusik elemen lainnya,” katanya. AN-MB