Kejati Geledah (2)

Denpasar (Metrobali.com)-

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bali, mengecam sikap kasar Kepala Hukum Dan Humas Angkasa Pura Ngurah Rai, Badung, Bali, Shively Sanssouci kepada awak media, Kamis (11/9/2014).

Sikap kasar Shively Sanssouci kepada wartawan terjadi saat wartawan bertugas meliput kegiatan Kejati Bali, menggeledah kantor Angkasa Pura Bandara Ngurah Rai. Penggeledahan dilakukan untuk mencari bukti dugaan kasus korupsi papan reklame di bandara.

Ketua AJI Denpasar, Rofiki Hasan menyatakan, tidak semestinya staf humas seperti Shively bersikap kasar terhadap wartawan yang sedang bertugas.

“Humas tidak perlu alergi terhadap wartawan. Kehadiran wartawan di kejadian yang menyangkut kepentingan publik adalah mewakili publik. Kalaupun ada keberatan, mestinya bisa dibicarakan baik-baik. Ketertutupan yang berlebihan justru menimbulkan tanda tanya akan adanya hal yang berusaha ditutupi,”tegas Rofiki.

Kecaman terhadap sikap kasar Shively Sanssouci, juga disampaikan Ketua IJTI Bali, Putra Setiawan. Senada dengan Rofiki, Setiawan juga mengecam sikap kasar yang diperlihatkan Shively kepada wartawan saat bertugas.

“Shively ini, dengan jabatannya sebagai Kepala Hukum Dan Humas, tentu merupakan seorang profesional dan berpendidikan. Tapi sikapnya yang kasar tidak mencerminkan hal itu. Wartawan itu juga seorang profesional dan berpendidikan, jadi semestinya bisa bicara baik-baik, tidak bicara kasar dan teriak-teriak seperti orang stres. Kalau bicara baik-baik, wartawan pasti akan patuh,” ujar pria yang akrab dipanggil Wawan ini.

Sebelumnya diberitakan, kaget digeledah dan diobok-obok Satuan Pidana khusus Kejaksaan Tinggi Bali, pihak Humas Angkasa Pura Ngurah Rai, Badung, Bali meradang dan melampiaskan amarahnya kepada awak media.

“Ada surat tugas tidak liputan ini, kalau tidak ada tolong keluar dan tunggu diruang tunggu. Jangan mengganggu orang kerja kalau disini,” pekik Kepala Hukum Dan Humas Angkasa Pura Ngurah Rai, Badung, Bali, Shively Sanssouci kepada awak media, Kamis (11/9/2014).

Merasa diusir, sejumlah wartawan yang tengah menjalankan tugas jurnalistiknya akhirnya tidak terima dan menanyakan alasan pelarangan liputan penggledahan dokumen dugaan korupsi reklame di Bandara Internasional Ngurah Rai Bali.

“Apa alasan mengusir kami, kita semua menjalankan tugas dan tidak mengganggu orang kerja disini,” tampik sejumlah awak media.

“Ini usir-usir wartawan semakin memperlihatkan kalau memang ada bobrok di bandara. Emang bandara punya bapaknya main usir-usir,” ujar Ari, seorang wartawan koran di Bali.

Shively yang juga asisten Manager Bidang Humas dan Hukum itu tampaknya tidak peduli pernyataan yang disampaikan  sejumlah awak media.

“Ini rumah kami, ini tempat kerja kami. Silahkan silahkan tunggu di luar,” teriak Shively sambil memanggil pihak keamanan agar menyuruh para wartawan keluar ruangan penggeledahan.

“Kayak orang stres aja, mungkin tadi dia kena marah petugas kejaksaan, terus stresnya dilampiaskan ke kita-kita,”ujar Dewa, seorang wartawan sebuah media online Jakarta.

Pihak security kantor Angkasa Pura kemudian meminta wartawan untuk keluar ruangan dengan sopan. Sikap security Angkasa Pura Bandara Ngurah Rai ini, jauh lebih sopan, lebih beretika, dan berpendidikan, dibanding sosok Shively Sanssouci.

Penggledahan oleh Jaksa Penyidik Satuan Khusus Kejati Bali, Kamis (11/9/2014) ini dilakukan untuk membidik dugaan korupsi billboard atau reklame di Bandara Internasional Ngurah Rai Bali. Penyelidikan kasus ini diduga merupakan pengembangan dari kasus korupsi parkir di Bandara Ngurah Rai yang telah melibatkan beberapa terdakwa dari PT. Penata Sarana Bali (PSB) dan telah mengakibatkan kerugian negara sebanyak Rp 28 miliar. PS-MB