Denpasar (Metrobali.com) 

 

Maraknya kehadiran mobil-mobil Angkutan Antar Jemput Antar Provinsi (AJAP) ‘odong-odong’ yang beroperasi di Bali dirasa cukup meresahkan para pengelola AJAP resmi. Sebab bilamana terjadi kecelakaan, AJAP ilegal (kendaraan tanpa izin tersebut) dipastikan tidak melakukan uji kelaikan kendaraan sebagai angkutan umum yang telah mematuhi aturan.

“Lalu bagaimana dengan ‘covered’ asuransinya terhadap penumpang? Selain berplat nomor hitam (bukan kuning) mestinya AJAP ilegal tersebut tidak boleh beroperasi,” kata AP, Pengelola AJAP resmi.
Jenis armada yang kerap digunakan biasanya hampir menyerupai AJAP resmi, diantaranya merk/jenis seperti Elf, Hi-ace, Luxio, Avanza
Sebab menurutnya, untuk memperoleh Kartu Pengawasan Ijin Penyelenggaraan Angkutan AJAP yang dikeluarkan oleh Ditjen Hubdar Kementerian Perhubungan RI tidaklah mudah dan butuh perjuangan untuk mendapatkannya.

“Dipastikan hampir 80 persen AJAP yang beroperasi saat ini adalah ilegal, Dishub Bali dan Jembrana, bersama Balai Pengelola Angkutan Transportasi Darat XII kembali melakukan razia terhadap mereka,” tutur AP.

Serta menerbitkan surat penghentian layanan bus Antar Antar Jemput Antar Provinsi (AJAP) dan bus pariwisata kepada pelanggarnya.

Dirinya meyakinkan bahwa keluhan ini semata-mata diperuntukkan untuk menjamin keselamatan penumpang apabila terjadi sesuatu di jalan.

Kehadiran AJAP ilegal sepatutnya tidak boleh beroperasi di jalan raya. Pasalnya, selain tidak sesuai dengan peruntukannya, dirinya juga mendengar banyak keluhan dari para supir angkot terkait banyaknya mobil odong-odong yang harusnya hanya beroperasi di tempat wisata.

Travel bodong ini, menurutnya, dari penjelasan sopir berangkat dari Denpasar menuju sejumlah daerah di Jawa timur dan melakukan pola ‘door to door’. Dengan munculnya travel bodong ini tidak hanya mengakibatkan kerugian bagi pengusaha travel yang resmi namun juga cukup mengakibatkan kosong melompongnya armada bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) sehingga tidak sedikit yang akhirnya memilih ‘gulung tikar’.

“Bahkan mereka berani mengiklankan jasanya diberbagai ‘marketplace’, mestiinya pihak marketplace bisa mencegahnya dengan syarat harus memiliki Kartu Pengawasan Ijin Penyelenggaraan Angkutan AJAP,” pungkasnya.

Penulis berusaha untuk menelusuri keterangan pihak Organda Bali dan dinas-dinas terkait terhadap permasalahan ini. (hd)