nusakambangan
Cilacap (Metrobali.com)-
Puluhan narapidana penghuni Lembaga Pemasyarakatan Pasir Putih, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (17/7) pagi, tampak berduyun meninggalkan sel masing-masing.

Mereka yang beragama Islam itupun segera berjalan menuju hamparan karpet sajadah di tengah lapangan tenis Lapas Pasir Putih guna melaksanakan salat Idul Fitri 1 Syawal 1436 Hijriah bersama pada pegawai lapas dan keluarganya.

Sembari menunggu waktu salat dimulai, para narapidana dan pegawai lapas pun mengumandangkan takbir sehingga tidak terlihat adanya perbedaan status di antara mereka.

Setelah selesai melaksanakan salat Idul Fitri yang dipimpin imam merangkap khatib K.H. Hasan Makarim, seluruh jamaah pun mendengarkan khotbah yang disampaikan Koordinator Pesantren Warga Binaan Pemasyarakatan Se-Nusakambangan itu.

Dalam khotbahnya, Hasan mengajak umat manusia khususnya narapidana dan pegawai Lapas Pasir Putih untuk segera bertobat atas kesalahan yang telah mereka perbuat.

“Tobat wajib dilakukan dengan segera, tidak boleh ditunda,” kata dia yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Cilacap.

Menurut dia, setiap manusia pasti pernah berbuat dosa karena manusia tidak pernah bisa lepas dari dosa meskipun hanya dosa kecil.

Oleh karenanya, dia mengharapkan para narapidana atau warga binaan pemasyarakatan segera memanfaatkan waktu untuk bertobat karena setiap umat manusia tidak pernah tahu kapan waktu itu akan berakhir.

“Jadikanlah momentum Idul Fitri ini untuk berhenti dari masa lalu, lakukan yang terbaik, dan berjanji tidak akan mengulang kembali. Ini momentum yang sangat baik,” katanya.

Ia mengatakan bahwa kesempatan untuk bertobat di dalam lapas sangat banyak.

“Pendekatan diri kepada Allah sangat strategis, siang dan malam, suasananya di sini cukup kondusif. Allah Maha Pengampun dan Penyayang sehingga jangan pernah berhenti dari permohonan ampun kepada Allah karena dalam setiap kesempatan, manusia bisa lengah, bisa lalai, maka segeralah bertobat,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, khatib mengutip sejumlah hadist yang mengupas mengenai kewajiban tobat.

Selama mendengarkan khotbah tersebut, beberapa narapidana tampak berkaca-kaca seakan menyesali perbuatan yang pernah mereka lakukan sebelum dipenjara.

Usai mengikuti khotbah, seluruh jamaah salat Idul Fitri saling berjabatan tangan sambil mengumandangkan salawat.

Salah seorang warga binaan pemasyarakatan, Muhammad Syamsudin alias Udin alias Aidit (38) mengaku terus berusaha untuk bertobat.

“Dengan momentum Hari Raya Idul Fitri ini, kita dilatih untuk bisa ikut merasakan penderitaan orang lain. Saya terus berusaha untuk bertobat atas kesalahan masa lalu,” katanya dengan berkaca-kaca.

Ia mengaku senang mengikuti program pembinaan di Lapas Pasir Putih karena para narapidana diperlakukan sebagai keluarga bukan sekadar warga binaan pemasyarakatan.

Oleh karena itu, dia mengikuti program pembinaan itu dengan baik sehingga bisa memperoleh grasi dari Presiden Republik Indonesia pada tahun 2011 sehingga vonis mati yang diterimanya berubah menjadi hukuman seumur hidup.

Dalam hal ini, Udin divonis mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto, Jateng, pada tahun 2000 atas kasus pembunuhan terhadap sembilan tenaga kerja Indonesia asal Cirebon yang dia lakukan pada tahun 1999.

Udin yang kini aktif sebagai salah satu takmir masjid Lapas Pasir Putih sedang mengajukan perubahan status hukuman seumur hidup menjadi pidana sementara 20 tahun penjara.

Salah seorang terpidana kasus terorisme, Ibrahim alias Baim (43) mengaku memperoleh ketenangan setelah mendapat pembinaan di Lapas Pasir Putih sehingga dia ingin kembali ke masyarakat dan menjalani kehidupan normal setelah bebas dari penjara.

“Keterlibatan saya dulu dikarenakan adanya keinginan ikut membela rakyat Palestina. Oleh karena itu, saya ikut pelatihan militer di Aceh,” kata dia yang divonis tujuh tahun enam bulan penjara.

Dalam kasus itu, dia ikut memasok senjata bersama mantan anggota Samapta Kepolisian Resor Depok Sofyan Tsauri yang juga menjadi terpidana kasus terorisme.

Sementara itu, salah seorang terpidana kasus narkoba, Herman (28) mengaku sangat senang mendapat kesempatan untuk bertobat.

“Hidup di penjara terutama saat lebaran seperti sekarang ini, ada senangnya, ada sedihnya. Senang karena mendapat kesempatan untuk bertobat, sedih karena karena jauh dari keluarga,” kata dia yang divonis pidana tujuh tahun penjara atas kasus kepemilikan ganja.

Ia mengaku menyesal karena terlibat kasus ganja sehingga harus menjalani kehidupan di penjara hingga akhirnya bercerai dengan istri yang telah memberikan seorang anak.

Mantan pekerja bidang jasa kebersihan di Plasa Indonesia itu mengatakan bahwa penyalahgunaan ganja yang dia lakukan tersebut akibat salah pergaulan.

“Bagi teman-teman yang ada di luar sana (luar penjara, red.), janganlah menyalahgunakan narkoba. Jauhi narkoba karena hidup kalian akan susah,” kata dia yang telah menjalani masa hukuman selama empat tahun.

Ia mengatakan jika lancar, masa hukuman itu akan berakhir pada tahun 2016 sehingga dapat segera menjalani kehidupan normal di tengah-tengah masyarakat.

“Saya tidak ingin menggunakan narkoba lagi. Saya ingin berjualan sembako atau mencari pekerjaan lain setelah bebas nanti,” katanya.

Sama seperti Herman, salah seorang terpidana kasus narkoba jenis sabu-sabu, Abdul (38) mengaku ingin mengkampanyekan bahaya narkoba kepada generasi muda.

“Kalau saya boleh ngomel, saya akan omeli mereka (para pengguna narkoba. Jauhi narkoba,” kata dia yang dihukum enam tahun penjara.

Menurut dia, banyak hikmah yang dapat dipetik di dalam penjara, salah satunya harus berpisah dengan istri dan anak semata wayangnya.

Bahkan, dia mengaku mendapat banyak kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam rangka bertobat atas kesalahan masa lalu.

“Setelah bebas nanti, saya ingin berjualan sembako. Kalau tidak, ya kembali ke dunia musik,” katanya. AN-MB