Jakarta, (Metrobali.com)

 

Isu “putra daerah” atau “keturunan asli Sumut” yang sengaja dihembuskan oleh elit partai politik (Parpol) di Pilkada Sumut adalah wujud primordialisme politik. Isu tersebut sebagai bentuk lain dari politik identitas gaya baru yang sengaja dihembuskan para elit Parpol yang panik sejak nama Basuki Tjahaja Utama (Ahok) muncul dalam percakapan rakyat dan akar rumput PDIP Sumut. Terutama pasca nama Ahok mencuat di Rakernas V PDIP di Ancol pekan lalu. Ahok yang semakin memikat hati rakyat Sumut hendak dihadang dengan isu sesat “putra daerah”.

 

Adalah Viva Yoga, Wakil Ketua Umum DPP PAN, pada Minggu (26/5/2024) menyatakan bahwa Bobby merupakan keturunan asli Sumut yang sudah mengetahui daerah setempat. Bobby orang Sumut yang paham peta, psikologi, dan adat istiadat masyarakat. PAN yang tidak pernah mendukung Jokowi, di Pilpres (2014 dan 2019) dan Pilkada DKI Jakarta (2012), menjadi lebih “jokowisme” dari PSI. PAN memosisikan diri “paling Jokowi”  dengan mendukung menantunya jauh hari, bahkan sebelum tahapan Pilkada serentak belum dimulai.

 

Menantu Jokowi sendiri, berdasarkan data dan informasi yang tertera di Wikipedia, bernama Bobby Afif Nasution, tidak 100 persen putra daerah Sumut. Bobby lahir di Medan (5/7/1991). Sedang masa kecil hingga dewasa dihabiskannya di luar Sumut. Bobby mulai sekolah di SD Muhammadiyah 02 Pontianak (1998), lalu SMP Negeri 22 Bandar Lampung (2003), kemudian SMA Negeri 09 Bandar Lampung (2006), kemudian S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Bogor (2009), hingga S2 Fakultas Manajemen dan Bisnis IPB (2015).

 

Isu putra daerah yang belakangan mulai rame, sengaja ditiup oleh elit politik pendukung menantu Jokowi. Isu yang sama sekali tidak relevan dengan Pilkada serentak 2024, bahkan bertentangan dengan UU Pilkada. Kelompok ini adalah kumpulan orang- orang amnesia terhadap Jokowi yang juga bukan “putra daerah” saat maju di Pilkada DKI Jakarta tahun 2012. Jokowi yang datang dari Solo, dan Ahok dari Belitung Timur, diperjuangkan PDIP hingga menang Pilkada DKI Jakarta dua putaran. Isu putra daerah saat itu tidak laku, karena selain Jokowi dan Ahok, ada Alex Nurdin  Cagub berasal dari Palembang.

 

Pilkada Sumut Akan diikuti 4 Paslon

 

Berdasarkan dinamika politik, Pilkada Sumut dipastikan akan diikuti oleh 4 poros politik, yakni poros Golkar (22 kursi) akan usung Musa Rajekshah (Ijeck), poros PDIP (21 kursi), Hanura (5 kursi), Perindo (1 kursi), dan PPP (1 kursi) akan usung Ahok. Poros Gerindra (13 kursi), PAN (6 kursi) dan Demokrat (5 kursi), akan usung menantu Jokowi, Bobby. Poros selanjutnya adalah  Nasdem (12 kursi), PKS (10 kursi) dan PKB (4 kursi), usung Edy Rahmayadi.

 

PDIP akan melanjutkan Kerjasama politik Pilpres di Pilkada dengan  PPP, Hanura, dan Perindo di Sumut. Demikian juga PKS, Nasdem, dan PKB, sementara koalisi gemoy akan terbagi dalam 2 poros, yakni poros Ijeck dan Bobby. Maka Pilkada dengan 4 poros tersebut akan mudah dimenangkan Ahok. Kuatir akan dimenangkan Ahok lah yang membuat elit dari “kubu sebelah” sengaja meniupkan isu “putra daerah”. Mereka tidak memiliki strategi jitu berkompetisi sehat, maka primordialisme politik harus dihembuskan.

 

Akan tetapi, isu “putra daerah” ternyata tidak laku (lagi) di Sumut dengan masyarakat pemilih yang rasional. Sumut sebagai “miniatur Indonesia” tidak terpengaruh dengan isu “kampungan” dan “menyesatkan”. Warga Sumut butuh perubahan, di mana pemimpinnya tidak dikendalikan oleh oligarki, preman, dan mafia. Warga Sumut tidak membutuhkan pemimpin “mentang- mentang”, “kreak”, dan “titipan penguasa”. Warga Sumut membutuhkan pemimpin yang berani, punya nyali, tidak dapat ditekan oleh kekuatan apapun. Pemimpin yang hanya “taat pada Tuhan, patuh pada hukum, dan setia pada rakyat”.

 

Sutrisno Pangaribuan

Fungsionaris PDIP