Adili Jokowi, Hentikan “Cawe-Cawe, Rehabilitasi Keadaban Demokrasi
Denpasar (Metrobali.com)-
Pertemuan BEM se Indonesia, Senin, 7 Oktober 2024 di UNJ Jakarta, demo mahasiswa ke DPR, Selasa, 9 Oktober 2024, menutut pengadilan terhadap Jokowi, bisa ditafsirkan sejarah tengah terbentuk di negeri ini -history in making-.
“Menyimak momen-momen penting perjalanan bangsa ini, “momenth of truth”. Semenjak proklamasi kemerdekaan, lahirnya pemerintahan Orde Baru, kemenangan gerakan reformasi 98, pemuda dan mahasiswa berada di garda terdepan -agent of change- perubahan,” kata I Gde Sudibya, anggota Badan Pekerja MPR RI Fraksi PDI Perjuangan 1999 – 2004, ekonom, pengamat ekonomi politik
Menurutnya, tuntutan untuk mengadili Jokowi, secara implisit hentikan “cawe-cawe”, sebagai upaya generasi muda intelektual ini, menghapus wajah buruk kepemimpinan nasional dewasa ini, yang destruktif terhadap kualitas demokrasi Indonesia.
Dikatakan, politik Dinasti yang menabrak konstitusi, oligarki yang mendikte kebijakan negara, hukum dijadikan instrument pelanggengan kekuasaan, fenomena FUFU FAFA, kontroversi charter pesawat pribadi, Puncak Gunung Es dari kepemimpinan yang buruk, yang destruktif dalam proses demokrasi yang beradab.
Sebut saja, tuntutan gerakan mahasiswa untuk menghasilkan “sumbatan” sejarah, “historical blocking”, sehingga diharapkan pemerintahan baru Prabowo, tidak merupakan kelanjutan dari pemerintahan Jokowi, dan atau “cawe-cawe” politik Jokowi dalam pembentukan kabinet, penunjukan pejabat publik dapat diminimalkan.
“Jangan sampai kesalahan kepemimpinan, perumusan kebijakan publik, buruknya penegakan hukum, terlanjutkan di pemerintahan baru,” kata I Gde Sudibya.
Dikatakan, rehabilitasi keadaban demokrasi akan sangat ditentukan oleh sejumlah variabel yang merupakan faktor penentu, menyebut beberapa, pertama, kegigihan kalangan mahasiswa dalam melakukan tuntutannya.
Kedua, kualitas kepemimpinan presiden terpilih, dari sisi: karakter, komitment dan visi untuk memperbaiki rusak parahnya demokrasi.
Ketiga, kegigihan masyarakat sipil: mahasiswa, intelektual, LSM, media independen, kelompok-kelompok kepentingan, untuk menjaga proses pemulihan demokrasi pada relnya yang benar. (Sutiawan).