Adhi Mahendra Putra Sosialisasikan Empat Pilar sebagai Landasan Pemilu di Tabanan Bali, Ajak Tingkatkan Pengawasan Partisipatif Cegah Kecurangan dan Politik Uang
Foto: Anggota Badan Sosialisasi MPR RI AA Bagus Adhi Mahendra Putra, M.H., M.Kn., (Amatra) menggelar Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan dengan tema “Empat Pilar sebagai Landasan Pemilu” yang dikaitkan dengan pengawasan Pemilu yang digelar di Kabupaten Tabanan pada Jumat 30 Juni 2023 yang melibatkan peserta berbagai elemen masyarakat di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali.
Tabanan (Metrobali.com)-
Rakyat Indonesia bersiap menyambut pesta demokrasi Pemilu 14 Februari 2024 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR RI, Anggota DPRD Kabupaten/Kota dan Anggota DPRD Provinsi serta Anggota DPD RI.
Pemilu 2024 ini diharapkan dapat berlangsung damai dan sesuai asas dari pemilu yang langsung, umum, bebas rahasia jujur dan adil atau atau Luber Jurdil. Nilai-nilai Empat Pilar Kebangsaan juga dinilai berperan penting dalam menjaga keutuhan bangsa ini agar tidak terpecah belah karena perbedaan pilihan politik.
Selain itu, diperlukan juga partisipasi aktif dari segenap elemen masyarakat untuk ikut mengawasi pelaksanaan Pemilu 2024 sehingga terbebas dari kecurangan dan praktik politik uang atau money politic.
Hal tersebut disampaikan Anggota Badan Sosialisasi MPR RI AA Bagus Adhi Mahendra Putra, M.H., M.Kn., (Amatra) dalam Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan dengan tema “Empat Pilar sebagai Landasan Pemilu” yang dikaitkan dengan pengawasan Pemilu yang digelar di Kabupaten Tabanan pada Jumat 30 Juni 2023 yang melibatkan peserta berbagai elemen masyarakat di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali.
Empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara yang disosialisasikan yaitu, Pancasila sebagai Dasar Ideologi Negara, UUD Tahun 1945 sebagai konstitusi negara serta ketetapan MPR, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai bentuk negara, dan Bhinneka tunggal Ika sebagai semboyan negara.
Sebelum memulai paparannya kepada inti materi sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan ini, Adhi Mahendra Putra menyampaikan mengenai tugas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berkaitan dengan pengawasan pemilu. Pada intinya tugas Bawaslu terbagi menjagi tiga tugas pokok yakni pencegahan, pengawasan dan penindakan.
Dalam hal pencegahan, Bawaslu melakukan sosialisasi peraturan dan larangan kampanye, pemetaan potensi kerawanan, supervisi dan koordinasi antar lembaga, peningkatan peran serta masyarakat. Lalu terkait dengan pengawasan, Bawaslu melakukan pengawasan pelaksanaan tahapan pemilu dan larangan dalam pelaksanaan pemilu. Kemudian terkait penindakan, Bawaslu melakukan penindakan terhadap pelanggaraan pemilu dan sengketa pemilu.
Lebih lanjut Adhi Mahendra Putra yang merupakan Anggota Komisi II DPR RI yang membidangi pemerintahan dalam negeri dan otonomi daerah, aparatur negara dan reformasi birokrasi, kepemiluan, serta pertanahan dan reforma agraria ini memberikan pemahaman kepada masyarakata mengenai berbagai tantangan dalam pemilu baik yang menyangkut kecurangan hingga politik uang.
“Salah satu tantangan besar dalam setiap pelaksanaan pemilu adalah kecurangan yang merupakan perbuatan atau tindakan yang tidak jujur yang sengaja dilakukan oleh seseorang atau lebih terhadap sesuatu hal, bertentangan atau melanggar peraturan perundang-undangan, cenderung disembunyikan lalu dilakukan pengubahan dengan berbagai cara, sehingga mengakibatkan dampak negatif atau kerugian bagi orang lain,” papar Adhi Mahendra Putra yang juga Anggota Fraksi Golkar DPR RI Dapil Bali ini.
Tantangan lainnya yang juga menjadi momok setiap hajatan pemilu adalah politik uang yang merupakan upaya mempengaruhi warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih dalam Pemilu atau seseorang yang mempunyai kewenangan untuk melalukan sesuatu hal dengan memberikan imbalan berupa uang atau materi.
Ada beberapa modus kecurangan dan politik uang yang lazim terjadi dalam Pemilu mulai dari masa kampanye, masa tengan, pemungutan suara, penghitungan suara hingga rekapitulasi penghitungan suara.
Pada masa kampanye bentuk kecurangan dan politik misalnya berupa perbuatan merusak/menghilangkan alat peraga kampanye caleg, parpol, atau paslon tertentu, memberikan atau menjanjikan uang/barang kepada pemilih untuk memilih caleg, parpol atau paslon tertentu. Bisa juga dengan empengaruhi pemilih dengan pola “uang/barang panjar atau down payment/DP”, misalnya memberikan uang muka/barang sebagian di depan yang akan dilunasi setelah caleg, parpol, paslon tertentu menang di suatu TPS.
Lalu modus kecurangan dan politik uang di masa tenang seperti masih ada yang melakukan kampanye dalam bentuk apapun, memberikan atau menjanjikan uang/barang kepada pemilih untuk memilih caleg, parpol, atau paslon tertentu. Kemudian, melakukan black campaign terhadap caleg, parpol, atau paslon tertentu hingga “serangan fajar” menjelang pemungutan suara, baik berupa uang /barang atau voucher.
Selanjutnya di saat pemungutan suara kecurangan dan politik uang dilakukan dengan melakukan usaha untuk mempengaruhi netralitas penyelenggara Pemilu, melakukan perbuatan yang menyebabkan pemilih tidak datang ke TPS. Kemudian, melakukan perbuatan yang menyebabkan saksi parpol/paslon tidak datang ke TPS, mendatangkan orang untuk mencoblos dengan undangan pemilih/kartu pemilih orang lain.
Lalu melakukan intimidasi kepada pemilih agar mencoblos caleg, parpol, atau paslon tertentu hingga terdapat kertas suara dicoblos terlebih dahulu oleh KPPS, sehingga menguntungkan caleg, parpol, atau paslon tertentu.
Praktik kecurangan dan politik uang juga bisa terjadi pada saat penghitungan suara. Beberapa praktik yang kerap terjadi misalnya terdapat kertas suara yang sudah tercoblos, sehinga tidak sah dalam perhitungan suara karena pemilih dianggap mencoblos lebih dari 1 kali. Lalu kertas suara cadangan dan/atau kertas suara sisa dari pemilih yang tidak datang ke TPS dimanipulasi sehingga suaranya menguntungkan caleg, paslon, atau parpol lain.
Tidak hanya itu, hasil penghitungan suara di TPS (Form C1) yang asli ditulis dengan pensil, sehingga dapat diubah oleh KPPS hingga salinan Form C1 yang diberikan ke parpol tidak ditandatangani KPPS, sehingga dapat dianggap tidak sah secara hukum.
Di tahap rekapitulasi penghitungan suara praktik kecurangan dan politik uang masih bisa terjadi. Misalnya hasil rekapitulisasi suara di PPK dan KPU Kab/Kota yang diubah. Lalu salinan rekapitulasi suara di PPK dan KPU Kab/Kota yang diberikan kepada saksi parpol/paslon tidak ditandatangani oleh PPK dan KPU Kabupaten/Kota, sehingga dapat dianggap tidak sah secara hukum. PPS, PPK dan KPU Kab/Kota bisa juga memperjual-belikan sebagian suara coblos gambar caleg atau parpol, baik berasal dari caleg dalam satu parpol maupun caleg dari parpol lain.
Terkait dengan masih maraknya praktik politik uang dalam Pemilu, Adhi Mahendra Putra lantas menyerukan stop politik uang karena banyak dampak negatifnya dalam kehidupan berdemokasi. Secara sosiologis, politik yang berdampak pada menurunnya antusiasme masyarakata, ketidakpercayaan publik terhadap pemerintahan. Secara ekonomi, budaya yang menguras kas negara, menurunnya investasi dalam usaha negara. Secara yuridis, wibawa hukum menjadi lemah, hukum bukan lagi sebagai panglima.
“Kita serukan stop politik uang, mari jadi pemilih cerdas dan mari bersama-sama dukung wujudkan pemilu berintegritas aman dan damai,” ajak wakil rakyat yang sudah dua periode mengabdi di DPR RI memperjuangkan kepentingan Bali ini dan baru-baru ini sukses mengawal dan memperjuangkan lahirnya Undang-Undang Provinsi Bali.
Lebih lanjut dijelaskan mengenai Rencana Aksi Pencegahan Potensi Pelanggaran Pemilu. Pertama Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) sebagai deteksi dini potensi kerawanan pelanggaran pemilu. Kedua, Pusat Pengawasan Partisipatif Masyarakat sebagai simpul aktivitas bersama komponen masyarakat dalam pengawasan pemilu.
Ada berbagai bentuk Pusat Pengawasan Partisipatif Masyarakat mulai dari Sekolah Kader Pengawas Pemilu, Go-Waslu, KKN Tematik Pengawas Pemilu, Forum Warga, Pojok Pengawasan, Gerakan Rejuta Rewalan Pengawas Pemilu dan lainnya.
Lebih lanjut Adhi Mahendra Putra menjelaskan bagaimana Empat Pilar Kebangsaan sebagai landasan pemilu. “Empat Pilar Kebangsaan menjadi pilar dalam setiap kegiatan manusia Indonesia untuk dapat mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia termasuk pemilu,” ungkapnya.
Pancasila memberikan cerminan agar tercipta pelaksanaan pemilu yang berketuhanan, berkemanusiaan, mempersatukan, keterwakilan rakyat, berkeadilan sosial. UUD 1945 menjadi landasan hukum pemilu dimana pemilu diatur pada pasal 22e ayat 6. Tujuan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, azas pemilu (luberjurdil), pelaksanaan pemilu setiap 5 tahun.
“Selanjutnya dalam konteks NKRI, pemilu dimaksudkan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan dan mempertahankan NKRI. Sedangkan berkaitan dengan Bhineka Tunggal Ika, pemilu adalah menghormati persatuan dan kekeluargaan di tengah perbedaan,” papar wakil rakyat berhati mulia, gemar berbagi dan dikenal dengan spirit perjuangan “Amanah, Merakyat, Peduli” (AMP) dan “Kita Tidak Sedarah Tapi Kita Searah” ini.
Adhi Mahendra Putra lantas menerangkan mengapa pemilu diperlukan? Pertama untuk menguatkan legitimasi pranata politik (eksekutif, legislatif, yudikatif). Kedua, menjamin stabilitas peralihan kepemimpinan. Ketiga, memilih kader pembangunan yang terbaik. Keempat, menegakkan demokrasi.
Adhi Mahendra Putra yang merupakan politisi Golkar asal Kerobokan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali ini kemudian mengingatkan kembali visi dan misi bernegara berdasarkan Pancasila, UUD NRI 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. Dikatakan sesuai pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, visi negara Indonesia yakni menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Sedangkan misinya yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
“Visi misi bernegara itu harus kita wujudkan dan kita topang kuat dengan implementasi nilai-nilai Empat Pilar Kebangsaan. Kita ingin membangun rumah kebangsaan yang kokoh sehingga perlu ditopang dengan Empat Pilar Kebangsaan,” pungkas Adhi Mahendra Putra yang Ketua Harian Depinas SOKSI dan Ketua Depidar SOKSI Bali ini. (wid)