NENEK Loeana Kanginnadhi, menjadi pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. Nenek berusia 77 tahun itu dituduh melakukan penipuan atas kasus jual beli tanah. Kuasa hukum  Loeana, Sumardhan menjelaskan, kasus yang menjerat nenek yang berlamat di Kawasan Bukit Permai, Banjar Ubung, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung itu, bermula pada tahun 2001.
“Saat itu Ibu Loeana pernah membuat perjanjian jual beli sementara pada Putra Masagung seluas 30.000 m2,” tutur Sumardhan, Selasa 26 Juni 2012. Jual beli tanah sendiri, lanjut Sumardhan, telah dibayar pada tahun 2002 seluas 14.160 m2 dan telah diserahkan kepada Putra Masagung dengan SHM (Sertifikat Hak Milik) Nomor 11157.
Tahun 2004, lanjut Sumardhan, Putra Masagung telah membayar harga tanah seluas 7.200 m2 sebagian dari SHGB Nomor 744 Desa Jimbaran seluas 20.000 m2 atas nama PT Trisetya Balisakti Development. “Pada waktu tanah diserahkan sedang pemecahan sertifikat yang diserakan kepada notaris Liang Budiarta,” papar pengacara asal Surabaya ini.
Tahun 2008, urai Sumardhan, Putra Masagung menggugat Loeana secara pribadi di PN Denpasar yang terdaftar dengan Nomor 143/Pdt.G/2008/PN.Dps. dalam gugatannya, Masagung menyatakan tanah harus lengkap 30.000 m2. “Padahal sisa penjualan seluas 8.640 m2 belum dibayar sama sekali oleh Masangung. Sangat aneh bin ajaib PT Trisetya Balisakti Development tidak digugat oleh Masagung. Kasus itu dimenangkan Masagung hingga tingkat MA,” ulas dia.
Selanjutnya pada 10 November 2010, Putra Masagung melaporkan Loeana ke Polda Bali dengan sangkaan penipuan dan penggelapan sesuai pasal 378 dan 372 KUHP. “Laporan tersebut dilakukan karena keputusan MA tak dapat dilaksanakan,” imbuh Sumardhan.
Loeana pun dipanggil Polda Bali untuk dimintai keterangan. Saat itu, kuasa hukum Loeana, Edward J Santoso melaporkan pelaporan di Polda Bali ke Mabes Polri. “Laporan itu dianggap janggal karena perkara yang dilaporkan adalah perkara perdata. Saat itu juga masih ada empat perkara perdata yang sedang berjalan di PN Denpasar,” ungkap Sumardhan.
Atas laporan tim kuasa hukum Loeana, Mabes Polri telah menerbitkan tiga surat yang ditujukan ke Polda Bali. “Intinya kasus tersebut bukan kasus pidana melainkan sengketa perdata. Mabes Polri pun menerbitka telegram yang intinya pelaporan kasus itu sudah dapat dihentikan,” jelas
Sumardhan.
Namun, pada tanggal 2 November 2011, sambung Sumardhan, Loeana dipanggil kembali untuk dimintai keterangan tambahan. Saat mendatangi Polda Bali, Loeana langsung ditahan. Lantaran penahanan itu, kuasa hukum Loeana saat itu, Soepartinah mengajukan gugatan praperadilan di PN Denpasar. “Praperadilan itudimenangkan Loeana. Salah satu amar putusannya mengabulkan bahwa surat penangkapan dan penahanan Loeana batal demi hukum dan seketika Loeana dikeluarkan dari tahanan,” beber Sumardhan.
Namun, Sumardhan melanjutkan, keputusan itu tak pernah ditanggapi oleh Polda Bali. “Buktinya, surat yang dikirimkan kuasa hukum saat itu mengacu pada putusan praperadilan agar diterbitkan SP3 atas kasus Loeana tak ditanggapi Polda Bali,” katanya.
Namun, Loeana malah dipanggil kembali oleh Polda Bali untuk diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Bali karena berkasnya sudah lengkap. “Pada 27 April 2012, Loeana yang sedang berobat ke Surabaya ditangkap oleh 10 orang polisi. Dua orang polisi dari Polda Bali dan delapan dari Polrestabes Surabaya,” ungkap Sumardhan.
Sejak saat itu, kata Sumardhan, kliennya ditahan pihak berwajib. Permohonan penangguhan penahanan tak kunjung dikabulkan. Hingga akhirnya, dalam kondisi sakit dan masih terbaring di tempat tidur RSUP Sanglah, Loeana dihadapkan di muka sidang untuk menjalani sidang perdana. Ia diantar menggunakan ambulance dengan peralatan lengkap. Sementara itu, kuasa hukum Putra Masagung, Juniver Girsang yang dihubungi, telepon genggamnya dalam keadaan tidak aktif.  BOB-MB