Anis-Hidayah

Jakarta (Metrobali.com)-

Organisasi yang peduli advokasi TKI, Migrant Care, berpendapat konsep perlindungan buruh migran (TKI) yang diusung oleh capres dengan nomor urut dua, Joko Widodo lebih komprehensif dan realistis dibandingkan capres lainnya.

Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, di Jakarta, Senin (23/6), mengatakan ada perbedaan spesifik tentang apa yang harus dilakukan untuk menghadapi masalah-masalah kekerasan yang dialami oleh buruh migran Indonesia.

“Kedua capres memiliki jawaban dan cara pandang yang berbeda,” kata Anis.

Capres Prabowo lebih melihat ini dalam analisis klasik “pull and push factor”, yaitu kemiskinan sehingga solusinya lebih pada pendekatan makro ekonomi, sementara Capres Jokowi lebih melihat fenomena migrasi sebagai sebuah realitas yang harus dijawab dengan kebijakan spesifik mengenai tata kelola migrasi dan dukungan politik luar negeri yang berorientasi pada perlindungan warga negara.

“Atas dasar hal tersebut Migrant Care menilai bahwa agenda perlindungan buruh migran Indonesia yang ditawarkan oleh Capres Jokowi lebih komprehensif dan realistis ketimbang tawaran normatif yang diajukan oleh Capres nomor urut satu Prabowo Subianto,” kata Anis.

Ia juga menyesalkan klaim Capres Prabowo Subianto bahwa pembebasan TKW asal NTT, Wilfrida Soik adalah buah karyanya secara eksklusif.

Proses advokasi terhadap Wilfrida, kata dia, dimulai Desember 2010 oleh Migrant Care, saat Wilfrida ditangkap polisi di Kelantan, Malaysia. Alex Wong, aktivis Malaysia yang tinggal di kota itu yang memulai upaya pembelaan terhadap Wilfrida.

“Sementara Prabowo Subianto mulai nimbrung pada bulan September 2013. Jadi bisa dikatakan, keterlibatan Prabowo Subianto di tikungan terakhir saja,” kata Anis.

Ia bercerita upaya pembelaan terhadap Wilfrida, buruh migran di bawah umur asal NTT, justru dimulai di DPR RI dengan membuka kesadaran masyarakat luas soal adanya permasalahan tersebut. Dan Prabowo Subianto ataupun anggota fraksi partainya, Fraksi Partai Gerindra, pun sama sekali tak terlibat.

Sebab, lanjut dia, konferensi pers di Gedung DPR RI justru difasilitasi oleh anggota Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka dan anggota DPD RI perwakilan NTT, Lerry Mboik.

Dukungan Fraksi PDI-P terhadap upaya-upaya Migrant Care berlanjut ketika Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung menulis surat kepada Pemerintah Malaysia sebagai tindak lanjut dari mobilisasi petisi masyarakat untuk pembebasan Wilfrida di September 2013.

“Begitu pemberitaan Wilfrida melejit, Prabowo Subianto mulai masuk ke dalam advokasi terutama setelah tim Migrant Care berhasil membuktikan bahwa Wilfrida diberangkatkan saat di bawah umur dan di masa moratorium pengiriman TKI oleh Pemerintah,” jelasnya.

Ia melanjutkan kontribusi Prabowo sejak saat itu adalah menambah satu pengacara dari Rafidzi and Rao ke dalam tim hukum yang sudah disediakan oleh KBRI di Malaysia.

Sebagai catatan, lanjutnya, kasus Wilfrida itu juga menjadi bahan lobi ke Ketua Parlemen Malaysia yang dilakukan oleh delegasi Parlemen RI yang dipimpin oleh Ketua MPR Sidarto Dhanusubroto pada September 2013. Nama Sidarto masuk ke dalam Tim Pemenangan Jokowi-Jusuf Kalla.

Berdasar hal tersebut, kata Anis, sangat patut disayangkan jika Prabowo Subianto menafikan upaya banyak pihak dalam penanganan kasus Wilfrida.

“Migrant Care memprotes upaya Prabowo Subianto untuk menjadikan Wilfrida sebagai alat kampanye pencapresan. Apalagi dijadikan sebagai kompensasi visi misi Prabowo Subianto yang miskin dari isu perlindungan buruh migran,” jelas Anis.

Berdasarkan catatannya dalam debat capres Minggu (22/6) malam, isu buruh migran hanya disebut selintas dalam satu kalimat yaitu “memperjuangkan hak-hak buruh termasuk TKI”. “Cuma itu,” tambahnya.

Seperti diketahui, dalam debat ketiga, Prabowo memang sempat bercerita soal kasus Wilfrida sebagai bukti dia sangat memahami problem terkait TKI. AN-MB