Nusa Dua (Metrobali.com)-

Ketua Gerakan Anti Narkotika (Granat) Henry Yosodiningrat menegaskan jika gugatan hukum terhadap grasi terpidana 20 tahun penjara kepemilikan mariyuana, Schapelle Leigh Corby yang diberikan Presiden SBY saat ini tengah berjalan. Granat menargetkan dua Keputusan Presiden (Kepres) yang menjadi dasar pemberian grasi terhadap ratu mariyuana asal Australia dan Peter Achim Franz Grobmaan terpidana dalam kasus sama asal Jerman.

“Sekalipun grasi tersebut merupakan hak prerogatif presiden, namun hak tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan spirit dasar UUD 1945,” tegas Henry saat tampil sebagai tamu kehormatan dalam International Drug Enforcement Conference (IDEC) ke-29 di Nusa Dua Bali, Selasa 12 Juni 2012.

Kedua Kepres yang ditargetkan harus dibatalkan itu adalah Kepres Kepres Nomor 22/G Tahun 2012 Tentang Pemberian Grasi kepada Corby dan Kepres Nomor 23/G Tahun 2012 tentang Pemberian Grasi kepada Peter Achim Franz Grobmaan (warga negara Jerman) yang diterbitkan bersamaaan dengan Keppres Grasi Corby, tepatnya tanggal 15 Mei 2012.

“Hak prerogatif presiden adalah hak yang tidak dibagi atau utuh. Namun dijelaskan jika hak tersebut kini berubah, sehingga dalam pemberian grasi itu presiden perlu memerhatikan pertimbangan MA. Itu berarti hak presiden sudah mendapatkan campur tangan dari kekuasaan lainnya, dan ini layak dibatalkan,” tutur Henry.

Henry menjelaskan, ada beberapa landasan hukum dan moral yang sangat kuat dan relevan terkait dengan gugatan terhadap grasi Corby dan Peter. Pertama, kata dia, presiden perlu mempertimbangkan rasa keadilan bukan hanya dari pihak pemohon grasi, tetapi juga bangsa Indonesia yang menurutnya sudah menjadi darurat narkoba.

Selain itu juga rasa keadilan dari para pengguna dan keluarga pengguna narkoba di Indonesia yang saat ini jumlahnya hampir 5 juta orang. Juga, rasa keadilan dari 50 orang yang meninggal perhari karena narkoba dan keluarganya. Menurut Henry, diduga ada indikasi SBY mengabaikan rasa keadilan ini. hal kedua, urai dia, semangat bangsa Indonesia yang saat ini sedang berjuang untuk pemberantasan narkoba. Namun, katanya, dimentahkan oleh presidennya sendiri.

Sekalipun para penegak hukum tidak terpengaruh dengan dikabulkannya permohonan grasi tersebut, namun menurut Henry masyarakat melihat jika presidennya tidak berpihak terhadap upaya pencegahan dan pemberantasan narkoba di Indonesia.

Ketiga, dua Kepres tersebut bertentangan dengan dengan Tap MPR NO 4 Tahun 1999 tentang GBHN, khususnya pasal 4 hurut G point F yang mengatakan, negara berkewajiban memberikan hukuman yang seberat-beratnya bagi pelaku kejahatan narkoba. “Secara hierarki, bila Keppres bertentangan dengan UU yang lebih tinggi maka dia harus batal demi hukum,” ungkap dia.

Ia berharap jika gugatan terhadap grasi Corby tak banyak mendapatkan intervensi dari kekuasaan. Hakim yang memutus, pinta dia, harus benar-benar jernih pikiran dan hatinya demi kepentingan bangsa yang lebih luas. “Kalau kekuasaan tidak intervensi dan didukung oleh kejernihan hati hakim yang memutuskannya, maka gugatan tersebut pasti optimis menang,” ucapnya penuh yakin. BOB-MB