Belajar Pertanian ke Israel? Tantangan Mendesak Gubernur Koster untuk Memuliakan Petani Bali
Ilustrasi
Denpasar, (Metrobali.com)
Belajar pertanian ke Israel, sudah tentu tidak mudah, karena Indonesia tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel.
Menurut pengamat kebijakan publik Jro Gde Sudibya, sebagai wacana, Gubernur Bali Wayan Koster akan membenahi lebih serius sektor pertanian patut diapresiasi.
“Perhatian petani untuk lima tahun ke depan, karena lima tahun sebelumnya, pertanian relatif ditinggalkan, dibandingkan proyek mercu suar, yang menyerap dana publik begitu besar,” kata Jro Gde Sudibya.
Dikatakan, tantangan Gubernur Bali Koster untuk lebih memuliakan petani adalah Proyek besar yang “menerjang” pertanian subur, seperti jalan tol Gilimanuk – Mengwi, sebesar 420 ha, seharusnya dikaji ulang. Proyek yang akan menutup permukaan tanah Bali seluas 1,600 ha.
Menurutnya, RTRW Bali 2023 – 2043 yang punya kecenderungan liberal kapitalistik, semestinya dikaji ulang. Kalau tidak, konversi lahan pertanian 2,000 ha, sulit dihindari, sehingga pasca 10 tahun, Subak di Bali hanya tinggal nama.
Ditambahkan, Pembangunan pertanian semestinya lebih fokus untuk menaikkan NTP (Nilai Tukar Petani), yang selama ini, indeks NTP tidak pernah lebih dari 105. Ke depan, NTP, ditargetkan di atas 110.
Dikatakan, Untuk pencapaian target NTP di atas 110, tidak sekadar “omon-omon”, alokasi anggaran untuk pertanian ditingkatkan maksimal, didukung program inovasi pertanian untuk meningkatkan produktivitas petani, termasuk kelompok petani muda.
“Bisa meniru ethos kerja Petani Israel, tentang kekuatan keimanan yang berkontribusi terhadap ethos kerja. Petani Bali dalam perjalanan sejarahnya punya ethos kerja yang dimaksud. Tantangannya, negara hadir di garda terdepan dalam inovasi pertanian, dengan teknologi maju, dan pengembangan SDM pertanian, yang setara dengan tuntutan dan kriteria global,” kata Jro Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi dan kecenderungan masa depan.
Jurnalis : Nyoman Sutiawan