Denpasar, (Metrobali.com) 

 

Pemerintah Kota Denpasar menggelar rapat koordinasi lintas sektor dalam rangka penyusunan rencana strategis penguatan program implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Pertemuan ini menyoroti tingginya angka perokok remaja serta urgensi revisi Peraturan Daerah (Perda) tentang KTR agar mencakup rokok elektrik dan produk tembakau terbaru.

Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr. I Gusti Ayu Raka Susanti, mengungkapkan hasil survei terhadap 16.000 remaja, yang menunjukkan bahwa 2,9% dari mereka merupakan perokok aktif.

“Angka ini cukup mengkhawatirkan. Jika dilakukan survei lebih luas, jumlahnya bisa lebih tinggi,” ujarnya di Denpasar, Selasa (18/3/2025).

Ia menegaskan bahwa sinergi antara pemerintah, Satgas KTR, dan masyarakat sangat penting untuk memastikan implementasi kawasan tanpa rokok berjalan efektif. Selain itu, ada usulan agar Perda KTR diperbarui dengan memasukkan regulasi terkait rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan.

Sementara itu, Wakil Walikota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa, menilai bahwa Perda No. 7 Tahun 2013 sudah tidak lagi relevan dengan perkembangan produk tembakau saat ini.

“Dari 16.000 remaja yang disurvei, ada sekitar 500 anak yang sudah menjadi perokok aktif dengan usia yang cukup muda. Ini perlu segera kita tindak lanjuti,” katanya.

Menurutnya, penguatan regulasi perlu melibatkan desa adat, mengingat pendekatan berbasis komunitas lebih efektif dalam mendukung penerapan KTR.

“Melalui desa adat, mereka bisa mengeluarkan prarem (aturan adat) untuk mendukung kawasan tanpa rokok,” tambahnya.

Ketua Udayana Central dr. Putu Ayu Swandewi Astuti, menyoroti tantangan terbesar dalam menegakkan KTR, yakni masih maraknya iklan rokok.

“Denpasar bisa menjadi kota layak anak jika bisa meniadakan iklan rokok, termasuk di tempat penjualan,” jelasnya.

Ia juga menyampaikan bahwa data nasional menunjukkan prevalensi perokok remaja usia 10-18 tahun di Indonesia mencapai 7% pada 2023, sementara di Bali, angka penggunaan rokok elektrik meningkat dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya, menempatkan Bali di posisi kedua nasional setelah Yogyakarta.

Direktur The Union untuk Asia Pasifik, Dr. Tara Singh Bam, menegaskan perlunya komitmen kuat dalam menegakkan kawasan tanpa rokok, mencontohkan keberhasilan Singapura dalam menerapkan regulasi ketat.

“Di Nepal, perusahaan rokok berkontribusi hingga 9% terhadap perekonomian. Namun, pendekatan regulasi yang kuat tetap diperlukan untuk mengendalikan dampak konsumsi rokok,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa keterlibatan masyarakat dalam pengawasan dan pelaporan pelanggaran KTR menjadi strategi penting.

“Regulasi sudah ada, tetapi jika tidak diterapkan dengan baik, maka akan sia-sia,” tegasnya.

Rapat koordinasi ini diharapkan menghasilkan rencana aksi strategis yang konkret untuk memperkuat implementasi KTR di Denpasar. Kolaborasi antara pemerintah, Satgas KTR, desa adat, serta komunitas masyarakat menjadi kunci dalam menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan mendukung kota layak anak.

Revisi Perda KTR yang mencakup rokok elektrik, larangan iklan, dan penguatan pengawasan diharapkan segera direalisasikan untuk menekan angka perokok, khususnya di kalangan remaja.

(Jurnalis : Tri Widiyanti)