Foto: Gubernur Bali periode 2025–2030 Wayan Koster membuka Rapat Kerja Daerah (Rakerda) III Asita Bali 2025, di Hotel Westin Nusa Dua Bali, Kamis (27/2/2025).

Badung (Metrobali.com)-

Gubernur Bali periode 2025–2030 Wayan Koster, menegaskan bahwa pariwisata Bali harus tetap berbasis budaya dan tidak boleh terkontaminasi dengan bisnis yang bertentangan dengan nilai-nilai lokal.  Pernyataan itu disampaikan saat membuka Rapat Kerja Daerah (Rakerda) III Asita Bali 2025, di Hotel Westin Nusa Dua Bali, Kamis (27/2/2025)

Ia mengingatkan bahwa menjaga budaya Bali bukan sekadar pilihan, tetapi suatu keharusan demi keberlanjutan pariwisata dan ekonomi daerah.  “Pokoknya itu harus banyak. Kalau tidak, pariwisata kita ini akan kalah saing,” ujar Koster, menekankan bahwa keunggulan Bali bukanlah pada bisnis hiburan semata, melainkan pada kekayaan adat, seni, dan budaya yang telah diwariskan turun-temurun.

Dalam kesempatan tersebut, Koster menegaskan bahwa Bali tidak boleh meniru konsep wisata dari negara lain yang memasukkan unsur bisnis prostitusi atau kasino.  Gubenur Bali ini menolak keras segala bentuk praktik yang bisa merusak citra Bali sebagai destinasi budaya dan spiritual.

“Sekarang pariwisata di negara lain sudah lebih maju. Tapi apa yang diprogramkan di sana, jangan diprogramkan di sini. Tidak boleh ada bisnis prostitusi. Tidak boleh ada judi, kasino, pokoknya. Bali yang terlahir dengan budaya, jangan budayanya dirusak,” singgungnya.

Koster kembali menegaskan bahwa setiap destinasi memiliki ciri khasnya sendiri. Jika negara lain memiliki wisata berbasis hiburan malam atau kasino, Bali tetap harus mempertahankan konsep pariwisata berbasis budaya.

“Beda bentuknya. Kalau mau kasino, ya di negara lain. Tapi kalau Bali, itu pariwisatanya budaya. Jangan rusak budaya! Kalau budaya rusak, semua akan rusak. Kita akan mengalami kesulitan, baik secara ekonomi maupun dalam menjaga masyarakat,” jelasnya.

Lebih lanjut, Koster mengingatkan para pelaku usaha pariwisata agar tetap tertib dan mengikuti aturan yang sudah ditetapkan. Ia menegaskan bahwa pariwisata yang berkembang di Bali harus berlandaskan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal.

“Nah, inilah yang pernah saya jalankan sejak awal. Karena itu, saya meminta semua pelaku usaha pariwisata, ayo tertib! Jangan sampai ada yang melanggar aturan atau mengorbankan budaya kita hanya demi keuntungan sesaat,” pungkasnya.

Pernyataan Koster ini menegaskan kembali komitmennya dalam menjaga keaslian Bali sebagai destinasi unggulan dunia yang tetap berpijak pada budaya dan tradisi. Dengan sikap tegas terhadap bisnis yang berpotensi merusak moral dan citra Bali, ia berharap para pelaku industri pariwisata ikut berperan aktif dalam mempertahankan keunikan dan daya saing Pulau Dewata di kancah global. (dan)