Pemangkasan APBN, Reshufle Kabinet, Momentum Presiden Prabowo Mengurangi Derita Rakyat
Jakarta, (Metrobali.com)
Pernyataan Keras Presiden Prabowo untuk Menyingkirkan para Menterinya yang tidak Bekerja untuk Rakyat patut diberikan catatan objektif, kritis dan reflektif.
Hal tersebut dikatakan ekonom dan pengamat politik I Gde Sudibya, Kamis 6 Februari 2025, menanggapi lebih 100 hari Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Menurutnya, Presiden sudah terlalu kesal kepada sejumlah menteri yang punya agenda politik tersendiri, istilahnya “menggunting dalam lipatan” agenda politik Presiden yang pro rakyat, lengkap dengan janji-janji sosialisme.
Dikatakan, Publik menduga, sebagian anggota kabinet sekarang, sebatas kelanjutan saja dari kepentingan ekonomi politik pemerintahan sebelumnya, sehingga fenomena “mata hari kembar” sulit untuk ditampik.
” Sehingga Presiden sebagai kepala pemerintahan, tampak cukup kesulitan dan bahkan terengah-engah dalam menjalankan fungsi kepemimpinan dan koordinasi,” kata I Gde Sudibya.
Dikatakan, akhirnya sikap tegas presiden Prabowo Subianto tampak dalam kasus silang pendapat di soal kelangkaan kasus LPG 3 kg dan juga pembongkaran pagar laut sepanjang 30 km di Tangerang.
Menurutnya, Kabinet gemuk berbasis balas jasa politik, abai terhadap kompetensi, jauh dari kabinet ahli, zaken kabinet, membuat kinerja masing-masing menteri selama 100 hari tidak jelas.
“Jangankan kinerja, skala prioritas masing-masing menteri publik tidak tahu, dengan komunikasi publik yang dinilai buruk,” katanya.
Menurutnya, krisis yang menimpa dunia industri, terutama industri tekstil dengan ancaman pemutusan hubungan kerja puluhan ribu orang, tidak disertai program penyelamatan yang sifatnya emergensi yang dikomunikasikan ke publik.
Begitu juga, kata I Gde Sudibya, di mana Program strategis jangka panjang tentang ketahanan pangan nasional, disampaikan sambil lalu dengan kalimat-kalimat retorika, yang tidak sejalan dengan kebijakan teknokratis yang bertanggung-jawab.
Dikatakan, dalam kasus pagar laut di Tangerang, beberapa menteri lepas tanggung jawab, maunya bermain aman, dan diperkirakan publik berelasi dengan kekuatan oligarki, peninggalan pemerintahan sebelumnya.
Dalam konteks Bali, lanjutnya yang perekonomiannya sangat tergantung pada industri pariwisata, pelaku usaha wisata di Bali dan juga pengamat pariwisata, tidak tahu visi, misi, program strategi, pilihan keputusan dari Menteri Pariwisata dalam mengelola industri pariwisata Bali, di era Baru pariwisata pasca pandemi.
“Inilah tantangan bagi Presiden Prabowo untuk mentransformasi retorika politiknya yang keras, dengan kebijakan reshufle kabinet yang progresif, untuk menyelamatkan negeri plus agar sang Presiden tidak kehilangan muka dalam mengemban amanat rakyat,” katanya.
Dikatakan, rasionalisasi APBN sebesar Rp.300 T pantas didukung, dengan alasan, membuat APBN menjadi lebih rasional, anggaran boros seperti perjalanan dinas, proyek infrastruktur yang tidak layak ekonomi dan kepentingan publik, proyek yang tidak jelas produktivitasnya dialihkan ke anggaran Makan Siang Gratis (MSG) untuk pengendalian stunting dan memperbaiki kecerdasan generasi baru Indonesia.
Menurut I Gde Sudibya, menekan defisit APBN yang tahun ini diperkirakan Rp.600 T, sedangkan ruang fiscal untuk hutang luar negeri semakin terbatas.
Dikatakan, rasionalisasi APBN sebesar Rp.300 T memberikan peluang bagi Presiden Prabowo untuk menunaikan janji-janji kampanyenya yang sosialistik, sejalan dengan amanat UUD 1945
Era Baru penghematan uang negara, yang selama ini, sebut saja dalam 10 tahun terakhir diboroskan untuk kepentingan elite, di atas derita rakyat.
“Derita rakyat yang harus diakhiri, panggilan kesejarahan sekarang ada di genggam Presiden Prabowo,” kata I Gde Sudibya.
Jurnalis : Nyoman Sutiawan