Kelangkaan Gas Melon di Denpasar, Anggota Fraksi Gerindra DPRD Denpasar Ngurah Aryawan Dorong Pertamina dan Disperidag Gelar Operasi Pasar, Dugaan Pangkalan Fiktif dan Mafia Gas Mencuat
Foto: Anggota DPRD Kota Denpasar dari Fraksi Gerindra, Ketut Ngurah Aryawan.
Denpasar (Metrobali.com)-
Mentari pagi baru saja menyapu atap rumah-rumah di Denpasar, namun di sudut-sudut kota, antrean panjang sudah mengular di depan pangkalan gas. Warga berbondong-bondong membawa tabung kosong, berharap bisa pulang dengan gas elpiji 3 kg—si “gas melon” yang kini seolah menjadi barang langka.
Sejak kebijakan baru distribusi gas melon yang melarang pengecer menjual gas ini diberlakukan pada 1 Februari 2025, harapan warga untuk mendapatkan gas melon dengan mudah berubah menjadi keresahan. Pertamina bersikeras menyatakan stok masih aman, tetapi kenyataan di lapangan berkata lain: antrean berjam-jam, kepanikan, bahkan banyak yang pulang dengan tangan hampa.
Di tengah kegelisahan ini, Anggota DPRD Kota Denpasar dari Fraksi Gerindra, Ketut Ngurah Aryawan, angkat bicara. Suaranya tegas, mencerminkan kepedulian terhadap warganya. Ia mendorong Pertamina dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Denpasar untuk segera menggelar operasi pasar, menghadirkan solusi nyata menjawab kersesan warga.
“Jangan sampai masyarakat terus kesulitan. Operasi pasar harus segera dilakukan agar kebutuhan warga terpenuhi,” tegasnya pada Selasa, 4 Februari 2025.
Tak hanya itu, Aryawan juga mendesak Disperindag agar memerintahkan perbekel dan lurah se-Denpasar untuk melakukan pendataan pangkalan. Ia menyoroti kemungkinan adanya pangkalan fiktif yang memperparah keadaan.
Menurut data, terdapat 953 pangkalan gas di Denpasar dengan minimal jatah 50 tabung per hari. Seharusnya, setiap hari tersedia 47.650 tabung gas untuk masyarakat yang berhak. Namun, jika pangkalan-pangkalan ini benar-benar beroperasi sebagaimana mestinya, mengapa masih ada warga yang kesulitan mendapatkan gas? Benarkah ada banyak pangkalan fiktif dan adanya permainan mafia gas elpiji 3 kg yang mengambil keuntungan pribadi namun merugikan masyarakat?
Ngurah Aryawan menilai kekacauan ini terjadi karena selama ini masyarakat terbiasa membeli gas di pengecer dengan harga lebih mahal dari Harga Eceran Tertinggi (HET). “Kita semua harus ikut memperbaiki tata kelola distribusi gas ini. Jangan hanya saling menyalahkan. Pendataan ke lapangan sangat penting,” ujar wakil rakyat yang dikenal berhati mulia, berjiwa sosial tinggi dan banyak membantu menyelesaikan permasalahan sosial di masyarakat.
Ia pun mendorong perbekel dan kepala dusun agar turun langsung ke masyarakat, menyampaikan informasi mengenai lokasi pangkalan gas dan jadwal pengambilan. “Jika informasi ini tersampaikan dengan jelas, distribusi akan lebih tertata dan masyarakat tidak akan kebingungan,” tambahnya.
Dalam situasi ini, harapan masih menyala. Warga berharap langkah-langkah konkret segera diambil, agar dapur mereka tetap berasap, dan tak ada lagi cerita tentang ibu-ibu yang terpaksa menunda memasak karena gas melon yang tak kunjung tersedia. (wid)