Denpasar, (Metrobali.com)

Selasa, 21 Januari 2025, Sidang Perkara Pidana, yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim I Putu Agus Adi Antara, S.H., M.H, dengan Terdakwa berinisial dr. SOM kembali berlanjut, dengan agenda Pemeriksaan Ahli dari Penasihat Hukum Terdakwa. Sidang dihadiri oleh I Wayan “Gendo” Suardana, S.H., M.H, I Wayan Adi Sumiarta, S.H., M.Kn dan I Komang Ariawan, S.H., M.H., dari Gendo Law Office.

Adapun Ahli yang dihadirkan oleh I Wayan “Gendo” Suardana, S.H., M.H, DKK selaku Penasihat Hukum Terdakwa adalah Apt. Putu Padmidewi Wijaya Kusuma., S.FARM., M.M selaku Ahli Farmasi dari Ikatan Apoteker Indonesia Daerah Bali dan saat ini juga sebagai Dosen di Universitas Bali Internasional (UNBI).

Dalam sidang tersebut, Ahli menjelaskan mengenai Non Steroal Anti-Inflammatory Drug atau biasa disebut NSAID. Golongan Obat NSAID ada banyak seperti; Ibuprofen, Aspirin, Antrain, Paracetamol, Ketorolac, dan lainnya. Selanjutnya ahli menjelaskan yang membedakan antara obat golongan NSAID antara satu dengan yang lainnya adalah derivatnya.

Atas hal tersebut Gendo bertanya kepada saksi: “Apakah ketika sesorang menyatakan dirinya alergi dengan salah satu atau lebih dari obat golongan Non Steroal Anti-Inflammatory Drug (NSAID), apakah seseorang tersebut juga alergi seluruh obat golongan NSAID?” tanya Gendo.

Ahli menerangkan bahwa seseorang yang alergi satu atau lebih obat golongan NSAID, tidak otomatis alergi semua obat golongan NSAID, sepanjang derivat obatnya berbeda. “Tidak alergi sepanjang derivatnya berbeda”, tegas ahli, sembari menerangakan mengenai perbedaan derivatnya baik dari kandungan maupun struktur kimia masing-masing jenis obat tersebut.

Ketika kembali dipertegas oleh Gendo, terkait pengakuan korban yang mengaku menjadi korban malpraktek karena Terdakwa diinjeksi Antrain padahal sudah menyampaikan alergi Ibuprofen dan Aspirin. Gendo bertanya: “Apakah injeksi Antrain kepada korban yang alergi Ibuprofen dan aspirin menyebabkan kontradiksi atau tabrakan sehingga memicu alergi. Atas pertanyaan itu menjawab dengan tegas bahwa itu tidak mungkin terjadi karena derivatnya sangat berbeda jauh. “Itu tidak mungkin!”, tegas Ahli.

Selanjutnya Gendo memberikan pertanyaan dengan ilustrasi: “Ketika ada orang yang alergi dengan Ibuprofen dan Aspirin, lalu oleh Dokter diinjeksi dengan Antrain, apakah obat tersebut “bertabrakan” sehingga menimbulkan alergi dan menjadi malpraktek?” Tanyanya.

Dengan tegas ahli menjawab bahwa antara Ibuprofen, Aspirin dengan Antrain, memiliki perbedaan derivat yang sangat jauh. Sehingga reaksinya tidak mungkin bertabrakan karena mekanisme kerja sudah berbeda. Ketika seorang pasien menyatakan dirinya alergi Ibuprofen dan Aspirin, dan dokter memberikan Antrain, itu adalah tindakan yang sudah tepat. “Jika dokter memberikan Antrain itu tidak malpraktek, itu (tindakan) sudah tepat”, tegas ahli.

Ahli juga menjelaskan, Bahwa jika ada orang menyatakan dirinya alergi Ibuprofen, Aspirin, dan seluruh obat yang termasuk golongan NSAID kecuali Paracetamol, idealnya orang tersebut melakukan pemeriksaan anti alergi, karena efek farmakokinetik dan farmakodinamik berbeda. “Idealnya dilakukan pemeriksaan anti alergi”, jelas ahli.

Ahli juga menambahkan, ketika pemberian obat Antrain menimbulkan efek, maka efek tersebut dari segi kefarmasian disebut kejadian tidak diinginkan. “Tidak termasuk kategori malpraktek”, tegas Ahli.

Demikian juga tindakan Terdakwa dalam mengatasi dampak medis yang muncul pasca injeksi obat. Ahli menyatakan bahwa pemberian obat baik Dexamethasone, Diphenhydramine dan Epinephrine, dinyatakan tindakan yang tepat oleh ahli, sebab obat-obatan itu adalah antidotum . “Pemberian obat antidotum itu sangat tepat, sehingga tindakan itu tidak bisa disebut sebagai malpraktik.” Ahli menegaskan kembali keterangannya. (RED-MB)