Hari ini, Rabu, 22 Januari 2025, raina Buda Cemeng Klawu, raina yang telah mentradisi, pemujaan Ida Bhatari Rambut Sadhna, Dewi Laksmi, diyakini sebagai Cakti Tuhan, sumber, pemberi kemakmuran. Pemujaan Tuhan, yang semestinya dengan ketulusan bhakti, “nuking tuwas”, yang bersumber dari karma baik, “subha karma”, sehingga upakara sarana bhakti menjadi “sukla”, “suci ning nirmala, tan keletehan”. Persyaratan bhakti yang “tembus”, metaksu” sebagai sarana, wahana membangun relasi rokhani “majeng” Dewi Laksmi, Ida Bhatari Rambut Sadhana, “manut Desa, Kala, Patra”.
Ekspresi bhakti, sebut saja agama sosial menunju “pendakian” agama spiritual yang bermakna personal.

“Aed” upakara di atas dan maknanya, mengandung pesan mendalam, penghasilan, rezeki, semestinya “mesari”, hasil dari karma baik, SUBHA KARMA, memberikan “gizi” kehidupan, material – spiritual, sekala – niskala, dan “mengantarkan” perjalanan pendakian rokhani.

Kerja-kerja “mesari” mempersyaratkan etika dan moralitas kehidupan, yang bercirikan, menyebut beberapa, pertama, tidak melanggar kepatutan dan kepantasan sosial yang telah lama mentradisi. Hidup akan berubah, dan terus berubah, tetapi “ageman” kehidupan Catur Purusa Artha: Dharma, Artha, Kama, Moksha, seharusnya tetap menjadi rujukan “sesana” kehidupan, “sesuduk kayun” dalam melakoni dan memakanai kehidupan. Kalau kita tidak ingin terjerembab ke kepalsuan hidup dan kehidupan. Kedua, penghasilan yang diperoleh tidak mengambil hak orang lain, karena sederhananya, mengambil dan bahkan “mencuri” hak orang lain, dalam perspektif hukum karma, sama dengan memikul dosa-dosa dari hak rakyat yang “diambil”. Ketiga, tidak merusak alam dan lingkungannya, dan atau secara langsung dan tidak langsung ikut bertanggung-jawab dalam proses perusakan lingkungan, dan atau bagian dari kegiatan koruptif yang mendegrasi alam dan lingkungannya.

Seorang filosof menulis, “generasi baru, pesan ke sebuah zaman, dimana kita tidak ada lagi”, yang bermakna, perbuatan baik akan terwariskan dan dinikmati oleh generasi berikut setelah kita. Hukum “besi” Samsara akan terus berlangsung di dunia yang maya ini.

Jro Gde Sudibya, intelektual Hindu, penulis buku Agama Hindu dan Kebudayaan Bali.