Denpasar, (Metrobali.com)

Kamis, 16 Januari 2025, Sidang Perkara Pidana, yang dipimpin oleh I Wayan Yasa S.H. M.H., dengan Terdakwa berinisial S kembali berlanjut, dengan pembacaan Nota Keberatan (eksepsi) dari Terdakwa. Eksepsi tersebut dibacakan secara bergantian oleh I Wayan Adi Sumiarta, S.H., M.Kn, I Komang Ariawan, S.H., M.H., dan I Made Juli Untung Pratama, S.H., M.Kn dari Gendo Law Office secara bergantian.

Adi Sumiarta menerangkan bahwa dalam dakwaan JPU, ada penggalan uraian peristiwa yang tidak berdasarkan berkas perkara. Dalam beberapa teori hukum, hal yang paling penting dalam surat dakwaan adalah disusun berdasarkan berkas perkara, baik keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, keterangan terdakwa dan juga alat bukti. Namun di dalam penggalan uraian peristiwa yang dinyatakan JPU terlihat ada bagian yang sangat janggal karena tidak ditemukan dalam berkas perkara. Hal itu terkait dengan uraian JPU yang menyatakan bahwa Terdakwa dalam tindakannya melakukan pembekapan terhadap korban dikarenakan Terdakwa belum puas menampar pipi Korban. Uraian tersebut termaktub dalam dakwaan primair dan dakwaan subsidair Penuntut Umum.

“Uraian ini sangat aneh tidak ada satupun keterangan atau bukti dalam berkas perkara termasuk merujuk pada berita acara pemeriksaan, baik: Keterangan Saksi-saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan Terdakwa, yang menyatakan bahwa Klien Kami “merasa belum puas” setelah menampar Korban sehingga melanjutkan lagi dengan pembekapan terhadap korban.” Ujar Adi Sumiarta

Adi Sumiarta melanjutkan, uraian peristiwa yang seperti itu dapat disimpulkan bahwa hal tersebut adalah imajinasi dari Penuntut Umum semata dan terkesan hanya untuk memberikan alasan yang seolah-olah rasional atas tuduhan Penuntut Umum. Dakwaan sedemikian rupa adalah dakwaan yang tidak sah hukum.

“Surat dakwaan Penuntut Umum hasil imajinasi dan uraian fakta yang direkayasa, sehingga tidak jelas dan Kabur (obscuur libel), sepatutnya diputus batal demi hukum”, tegas adi.

Adi Smuniarta juga menerangkan terkait dengan keberatannya atas penerapan pasal kepada kliennya. Terdakwa didakwa dengan dugaan tindak pidana pembunuhan (Pasal 338 KUHP) dan/atau dugaan tindak pidana yang mengakibatkan orang meninggal dunia (Pasal 351 ayat (3) KUHP). Adi menilai bahwa ada perbedaan mandasar dalam Pasal 338 KUHP dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP. perbedaan yang mendasar yakni pada Pasal 338 KUHP pelaku memang menghendaki untuk membunuh Korban sedangkan pada Pasal 351 ayat (3) KUHP kematian di sini adalah akibat yang tidak diinginkan si pelaku. Tindak pidana penganiayaan menyebabkan meninggal dunia diancam dengan pidana penjara maksimal 7 tahun sedangkan untuk pembunuhan ancaman pidananya maksimal 15 tahun.

Perbedaan mendasar kedua tindak pidana terletak pada unsur “dengan sengaja” atau opzet, atau sesuatu yang sebenarnya diketahui dan dikehendaki oleh pelaku “willens en wetens” atau niat jahat pelaku (mens rea), apakah ingin membunuh, atau menganiaya si korban.

Karena adanya perbedaan yang sangat mendasar antara unsur Pasal 338 KUHP dengan 351 ayat (3) KUHP, maka seharusnya uraian peristiwa pada dakwaan primair berbeda dengan uraian peristiwa pada dakwaan subsidair. Dalam Buku Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan, terbitan Kejaksaan Agung RI dan juga putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 74K/Kr/1973 tertanggal 10 Desember 1974, keduanya menyatakan larangan Copy Paste uraian dakwaan terhadap delik-delik yang berbeda unsur-unsurnya.

Tetapi anehnya Penuntut Umum hanya melakukan copy paste uraian peristiwa dalam dakwaan primair ke dalam uraian dakwaan subsidair. Atas hal tersebut, Adi menyatakan surat dakwaan Penuntut Umum Reg. Perkara: PDM-725/DENPA.OHD/11/2024 tidak memenuhi syarat dan telah melanggar ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP.

“sudah seharusnya Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara aquo menyatakan Surat Dakwaan Penuntut “Batal Demi Hukum”(null and void)”, tegas Adi.

Dalam eksepsi tim Penasihat Hukum dari Gendo Law Office tersebut, mereka meminta agar Majelis Hakim yang memeriksa, memutus dan mengadili perkara ini untuk memberikan putusan sela dengan amar: 1. Menerima Keberatan yang diajukan oleh Penasihat Hukum Terdakwa S untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum No. Reg. Perkara: PDM-725/DENPA.OHD/11/2024 batal demi hukum (null and void); 3. Memerintahkan agar Terdakwa SUGIYATI segera dilepaskan dari Tahanan; 4. Memulihkan dan merehabilitasi nama baik, harkat dan martabat Terdakwa S; 5.Membebankan biaya kepada Negara. Atau, apabila yang terhormat Majelis Hakim pemeriksa berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). (RED-MB)